NovelToon NovelToon
Kubungkam Hinaan Keluarga Dengan Kesuksesan

Kubungkam Hinaan Keluarga Dengan Kesuksesan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:8.2k
Nilai: 5
Nama Author: Araya Noona

"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"

Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.

Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.

Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.

Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?

Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

"Kamu pengen ikut baksos ini supaya kamu bisa keluar dari pesantren terus kabur. Iya kan? Sangkal aja kalo saya memang salah," tantang Ustad Tiar sambil melipat kedua tangannya di dada.

Aduh! Kok dia bisa tahu sih kalau ini hanya akal-akalan Asya saja? Namun Asya tidak akan menyerah sebab ini sepertinya kesempatan terakhirnya untuk keluar dari tempat itu.

"Enggak kok!" Seperti yang dikatakan Ustad Tiar, Asya harus menyangkal tuduhannya. "Aku bakalan buktiin kalo ini bukan akal-akalan aku tapi memang karna aku pengen berbuat baik aja."

Ustad Tiar terkekeh kecil. Tepatnya sedang mengejek Asya. Meski wanita itu sudah menyangkalnya tetap saja Ustad Tiar sulit untuk percaya. Bagaimana tidak, Asya baru dua hari di sana namun gadis itu sudah membuat heboh satu pesantren. Dan juga membuatnya kesal bukan main tentunya karena insiden sepatu dan bajunya tadi. Ditambah gadis itu sudah berani bicara tidak sopan padanya seakan mereka itu seumuran.

"Ya udah kalian selesaikan urusan kalian. Ibu mau masuk dulu. Mau masak," kata Bu Mawar tidak ingin ikut campur urusan mereka berdua.

Keduanya kompak melihat ke arah Bu Mawar yang kini menghilang di balik pintu masuk dapur sebelum mereka kembali saling berhadapan dengan aura yang lebih dingin.

"Mending kamu selesaikan dulu hukuman kamu baru mikirin yang lain," ujar Ustad Tiar. Tepatnya nasihat sih.

"Oke! Aku akan selesaiin hukuman ini dengan baik tanpa kesalahan sedikitpun," kata Asya penuh keyakinan namun entah kenapa Ustad Tiar tidak percaya. Apakah gadis pembuat onar dan ceroboh seperti Asya bisa mengerjakan sesuatu tanpa membuatnya kacau? Ya, itulah persepsi Ustad Tiar tentang Asya saat ini.

"Tapi, setelah itu Ustad harus izinin aku buat ikutan baksos juga," katanya lagi seakan tengah mengajak Ustad Tiar untuk melakukan kesepakatan.

"Saya gak bilang kalo kamu selesai dengan hukuman kamu saya bakalan izinin kamu ikut," kata Ustad Tiar.

"Loh, kok gitu sih?" protes Asya tidak terima. "Pokoknya aku mau ikut!" katanya agak ... ah tidak! Tepatnya sangat memaksa untuk ikut.

"Loh, kok kamu jadi maksa sih?"

"Ustad harus izinin aku ikut. Aku janji gak akan nyusahin," mohon Asya dengan sangat. Selama dalam hidupnya dia tidak pernah seserius ini dalam meminta sesuatu.

Ustad Tiar menghela napas pelan lalu menatap Asya dalam.

"Oke! Saya bakalan izinin kamu ikut," ujar Ustad Tiar.

"Yeahhh---"

"Tapi, ada syaratnya."

Asya yang baru akan berteriak seketika terdiam lagi. Bisa gak sih di dunia ini dia mendapatkan bantuan tanpa adanya imbalan? Sepertinya tidak.

"Apa syaratnya?" Meski agak sedikit takut Ustad Tiar akan menyuruhnya aneh-aneh, Asya tetap bertanya.

Ustad Tiar tersenyum tipis lalu berkata, "Nanti kamu juga akan tahu," senyum tipis itu hanya bertahan sebentar, Ustad Tiar kembali memasang wajah galaknya. "Sekarang kamu lanjutin tugas kamu," katanya membuat Asya mengerengut kesal.

"Iya.Iya." Namun walau kesal dia tetap mengerjakan apa yang harus dia kerjakan.

"Ingat! Tanaman yang disiram, bukan jemuran ibu saya!" teriak Ustad Tiar sebelum berlalu dari sana. Entah itu sebuah sindiran atau nasehat, Asya hampir tidak bisa membedakannya.

***

"Hah ... akhirnya selesai juga," kata Asya menghela napas lega setelah dia selesai mengerjakan semua yang ditugaskan padanya.

Kini saatnya dia pamit untuk kembali ke kamarnya karena shalat ashar akan segera berlangsung.

Bu Mawar sebenarnya tidak tega melihat Asya yang mengerjakan semua pekerjaan di rumahnya karena dia sibuk merawat Ustad Ridwan. Namun apa yang mereka lakukan ini sebenarnya sebagai bentuk pendisiplinan untuk Asya. Mereka bisa saja menyuruh Asya membersihkan kelas atau ruangan di asrama hanya saja Ustad Ridwan takut, bukannya bekerja Asya malah mencari jalan untuk kabur. Itulah sebabnya dia menyuruh Asya membantu Bu Mawar saja di rumahnya agar mereka bisa mengawasi setiap gerak-gerik gadis itu.

Bu Mawar menghampiri Asya. "Udah selesai ya semuanya, Sya?"

Asya berbalik lalu menjawab, "Iya, Bu. Kalo gitu saya pamit ya."

"Tunggu sebentar," jegah Bu Mawar lalu menyodorkan sekotak makanan untuk Asya. "Jangan lupa dimakan ya," ujarnya.

Asya menatap sebentar kotak itu sebelum mengulas senyum hangat.

"Makasih, Bu," katanya.

"Iya sama-sama."

"Kalo gitu saya pamit ya. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Gadis itu tersenyum senang sambil sesekali melihat kotak tersebut. Kebetulan sekali dia memang sudah sangat lapar. Asya jadi tidak sabar ingin segera sampai di kamarnya untuk makan.

Bruk!

Sayangnya itu semua tinggal wacana sekarang ketika makanan yang dibawanya dalam kotak tersebut kini jatuh berserakan di atas tanah. Asya terjatuh karena tersandung sesuatu. Ya, setidaknya itu yang dia pikirkan sebelum berbalik dan melihat sosok Dini, sepupunya yang sedang berdiri sambil melipat kedua tangan di dada.

"Kamu apa-apaan sih? Liat tuh makanannya kan jadi tumpah," kata Asya berdiri. Gadis itu meringis pelan. Sepertinya lututnya terluka karena terjatuh tadi.

"Bodo amat!" sewot Dini membuat Asya menatapnya kebingungan. Gadis itu lalu mendengus pelan. Dari cara bicaranya, Dini pasti sengaja membuat Asya terjatuh. Sial! Kayaknya semua sepupu Asya punya dendam pribadi terhadapnya.

"Kamu mau apa?" tanya Asya jengah. Bahkan dia tidak pernah bicara lebih dari dua kata dengan Dini, tapi gadis yang notabennya lebih muda darinya itu sudah berani berbuat seperti ini.

"Lo itu seharusnya gak terima hukuman itu," kata Dini.

"Maksud kamu?" tanya Asya bingung.

"Lo sengaja kan bikin onar supaya Lo dihukum biar Lo bisa ke rumahnya Ustad Tiar tiap hari," tuduh Dini. Sebenarnya bukan hanya Dini yang berpikir demikian, hampir seluruh satri yang menyukai Ustad Tiar mengira Asya sengaja berbuat seperti itu karena gadis itu menyukai Ustad Tiar.

"Maksud kamu apa sih? Aku gak ngerti." Padahal Asya sama sekali tidak ada niat seperti itu. Lagipula bagi Asya, siapa sih yang mau sama pria galak kayak Ustad Tiar. Dia kan sudah punya Zhaki.

"Halah! Gak usah sok gak ngerti deh!" hardik Dini tak percaya. Sepertinya dia menganggap Asya seperti dirinya. Gadis itu lalu mendekat ke arah Asya dengan emosinya yang menggebu-gebu.

"Aaarrrrgghhh!" Asya terpekik ketika Dini menarik jilbab dan rambutnya ke belakang. "Dini! Kamu apa-apaan sih! Lepasin!" teriak Asya mencoba melepaskan tangan Dini dari rambutnya.

"Dengar baik-baik ya, Asya," kata Dini penuh penekanan sambil menatap Asya dengan tajam. "Ustad Tiar itu milik gue. Jadi Lo gak usah sok kecentilan mau rebut dia dari gue."

Mungkin karena sudah muak dengan semuanya Asya dengan sekuat tenaga memukul tangan Dini hingga tangan gadis itu terlepas dari jilbab dan rambutnya.

"Aduh! Tangan gue," rintih Dini melihat tangannya yang memerah karena dipukul oleh sepupunya itu. Dia mendongak menatap Asya seakan tak percaya jika gadis itu akan melawannya.

"Dan kamu juga harus denger baik-baik, aku gak pernah tertarik sama Ustad Tiar. Aku ke sana cuma buat selesaiin hukumanku. Jadi, kalo kamu emang suka sama dia, ambil aja!" kata Asya meluangkan seluruh emosinya. Masalahnya di sini dia difitnah itulah sebabnya Asya tidak bisa diam saja.

"Dasar---" Dini baru akan maju untuk memukul Asya namun seseorang sudah datang dari arah belakang gadis itu. Dengan liciknya Dini memegang tangannya yang tadi dipukul Asya kemudian merintih kesakitan.

"Aakkhhh! Asya, kamu kok mukul aku sih padahal kan aku cuma nasehatin kamu doang supaya gak buang-buang makanan," kata Dini begitu dramatisnya. Awalnya Asya tidak mengerti namun ketika mendengar teriakan dari arah belakangnya, dia pun hanya bisa mendengus.

"Asyafa, Dini! Apa yang kalian lakukan?"

Baiklah masalah baru datang lagi.

1
Nur Hayati Dzacaulnaufin
mengapa Asya tidak minta izin pd Ustadz tuk menjenguk ayahnya
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
Araya Noona
Jangan lupa memberikan dukungan jika kalian suka dengan karyaku ini yah😁😁. Terimakasih untuk yang sudah membaca😉
Nur Hayati Dzacaulnaufin
Biasa
Shezan Ezan
ceritanya bagus, dan keluarga pak hamid harus melawan jngn diam kalau diintimidasi oleh keluarganya, karena mereka susah keluarganya ogah untuk membantu,



saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,
Araya Noona: untuk saat ini memang sampai bab 27 kak besok akan diperbaharui lagi babnya😊😊
Shezan Ezan: tapi kenapa setelah saya sampai bab 27 ada tulisan bersambung, trus sya scrolling k bawah untuk lanjut bab selanjutnya sdah cerita lain yg muncul,
total 4 replies
Anto D Cotto
lanjut crazy up thor
Araya Noona: Iya kak sabar yah
total 1 replies
Anto D Cotto
menarik
Ah Serin
lanjut lagi please
Araya Noona: pasti kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!