Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23.
Jane dengan patuh mengikuti langkah Hendrik, keluar dari ruang istirahat, setelah suaminya itu selesai berganti baju.
Bawahan Hendrik telah menunggu mereka, untuk meninggalkan aula boxing tersebut.
Akhirnya Jane mengetahui kenapa Hendrik bisa terluka, ternyata penantang Hendrik bermain curang.
Tapi akhirnya Hendrik berhasil juga mengalahkan lawannya, dan memenangkan pertarungan dengan empat penantangnya.
"Tuan, mereka sudah mentransfer uangnya!" sahut Asisten Hendrik.
Hendrik meraih ponselnya, lalu memeriksa pesan masuk, dan melihat nominal uang yang masuk ke rekeningnya.
"Bagus!" ucapnya puas, melihat angka yang masuk ke rekeningnya.
Sudut bibir Hendrik menyunggingkan senyuman, mengingat dengan percaya diri kedua penantangnya tadi, menambahkan nominal bertarung mereka.
Penantangnya mengatakan, akan menaikkan pembayaran, jika Hendrik menang dari mereka.
Tentu saja Hendrik menerima tantangan tersebut, dan jangan katakan lagi, ia pun langsung mengerahkan kemampuannya, menjatuhkan lawannya.
Walau ditengah pertarungan, lawan melakukan kesalahan, dengan menghantam Hendrik dengan alat pemukul, membuat semua penonton menjerit terkejut, melihat kesalahan fatal, yang dilakukan lawan Hendrik.
Saat mata Hendrik melirik kearah tempat seharusnya Jane duduk, sontak ia terkejut bukan main, melihat bangku itu kosong
Ia pun bagaikan banteng, ingin segera menyelesaikan pertarungan nya dengan cepat. Pikirannya langsung mengatakan, seseorang sepertinya menginginkan ia kalah.
Dalam hitungan detik, Hendrik mengamuk dan membuat lawannya tumbang dengan muntah darah.
Dan di saat lawan ke dua naik, Hendrik langsung menerjangnya, begitu wasit selesai mengatakan mulai.
Lawannya dengan cepat ambruk ke lantai ring, dengan kencangnya, yang kemudian di sambut oleh riuhnya pendukung Hendrik.
Setelah melihat nominal uang, yang masuk ke rekeningnya, Hendrik memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya.
Mobil tidak lama kemudian, perlahan memasuki pelataran halaman Mansion Fernandez.
Hendrik terlebih dahulu turun dari dalam mobil, lalu mengulurkan tangannya saat ia telah turun, untuk membantu Jane turun dari dalam mobil.
"Terimakasih!" ucap Jane menaruh tangannya, ke dalam genggaman tangan Hendrik.
Pria itu lalu menarik tangan Jane, untuk masuk ke dalam Mansion, yang kemudian di sambut oleh amarah Pamannya, begitu mereka masuk ke dalam Mansion.
"Dasar tidak berguna! kau sekarang sudah menikah! tapi masih saja tidak bisa di harapkan! hanya keluyuran saja di luaran sana! lebih baik kau serahkan surat wasiat yang di berikan Papa itu padaku! agar aku yang kelola Group Fernandez!!" teriak Paman Hendrik dengan kencangnya.
"Huh! dasar pembunuh! lebih baik tadinya, kau tidak menikahi Nona Jane, agar Wilson yang mengurus semua aset Papa mertua, kau tidak bisa diharapkan, tahunya hanya berkelahi saja!" sahut istri Paman Hendrik dengan ketus.
"Ma, dia memang terlalu percaya diri, terlalu serakah menginginkan semuanya, dalam genggaman nya, yang dia pikir bisa ia kendalikan, hingga perusahaan Fernandez saja hampir bangkrut, dia tidak sadari sama sekali, huh! dasar sampah!" sahut Wilson tersenyum sinis menghina Hendrik.
Hendrik diam di tempatnya, menatap satu persatu keluarga Pamannya itu dengan dingin.
"Apa? kau tidak senang?" tanya istri Paman Hendrik mendelik tajam memandang Hendrik, "Sedari remaja kau sudah hidup enak kami asuh, sebaiknya kau harus tahu batasanmu, Group Fernandez tidak layak kau kelola, hanya Wilson yang pantas menjadi pewaris Group Fernandez!"
"Ayo! serahkan surat wasiat yang di berikan Papaku, dimana kau simpan!!" teriak Paman Hendrik.
Hendrik tidak menanggapi satupun, teriakan ketiga orang tersebut, ia menarik tangan Jane untuk berlalu dari sana.
"Dasar pecundang! mau bagaimana pun Papa katakan padanya, untuk menyerahkan surat kepemilikan Group Fernandez, ia tidak akan pernah memberikannya!" sahut seorang wanita muda, dari arah atas tangga yang akan turun ke bawah.
Hendrik mengepalkan tangannya dengan erat, ia memang sudah terbiasa mendengar sindiran, dan kata-kata kasar keluarga Pamannya itu padanya.
Tapi, kali ini mereka semakin kurang ajar padanya, sengaja melakukannya di depan istrinya, agar gadis yang baru dinikahinya itu benci dan meninggalkan nya.
"Bukankah seperti begitu, sepupuku?" ucap wanita yang menuruni tangga tersebut, dan berdiri di depan Hendrik, sembari tersenyum sinis.
Hendrik tetap masih diam, tidak memberikan tanggapan apapun, ia harus bisa menahan emosinya.
Ia sendiri tidak tahu soal surat wasiat, atas kepemilikan sah yang di tulis Kakeknya, karena tidak ada padanya.
"Minggir!" kata Hendrik dingin, pada wanita yang berdiri di depannya itu.
"Kalau aku tidak mau, apa kau akan meninjuku? seperti yang kau lakukan selama ini di atas ring?" ujar wanita itu, mendelik tajam pada Hendrik.
Tangan Hendrik terkepal erat, ia menahan dengan kuat, emosinya yang sudah mulai meledak.
Sementara Jane, tertegun melihat dan mendengar apa yang di lakukan keluarga Paman Hendrik, kepada suaminya itu.
Pemandangan yang membuat, darah tinggi mendadak naik ke atas ubun-ubun.
Jane ingin memukul satu persatu, keluarga Paman suaminya itu.
Bersambung....