Bagaimana jadinya jika seorang siswa SMA yang hidup sebatang kara mendapatkan anugrah sebuah Sistem Spin Kekayaan dan Kekuatan oleh seorang pengemis yang ternyata adalah seorang Dewa?.
Rendi Murdianto, seorang anak laki-laki yang hidup sebatang kara, orang tuanya meninggalkan dirinya ketika masih kecil bersama neneknya.
Hidup Rendi sangatlah miskin, untung saja biaya sekolah di gratiskan oleh pemerintah, meskipun masih ada kebutuhan lain yang harus dia penuhi, setidaknya dia tidak perlu membayar biaya sekolah.
Seragam sekolah Rendi pemberian tetangganya, sepatu, dan perlengkapan lainnya juga di berikan oleh orang-orang yang kasihan padanya. Bahkan Rendi mau saja mengambil buku bekas yang kertas kosongnya hanya tinggal beberapa lembar.
Kehidupan Rendi jauh dari kata layak, Neneknya mencoba menghidupi dia semampunya. Namun, ketika Rendi duduk di bangku SMP, Neneknya harus di panggil sang pencipta, sehingga Rendi mulai menjalankan hidupnya seorang diri.
Hidup tanpa keluarga tentu mem
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alveandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saling Mengerti
Mendengar suara Rendi, Sulis dan Novi menoleh ke arah pria yang tadi di kira mereka pingsan, keduanya mengerutkan kening saat melihat Rendi tersenyum simpul pada mereka.
"Rendi!" keduanya berteriak bersama karena tahu kalau Rendi hanya pura-pura pingsan saja.
Novi dan Sulis tanpa ampun menampar pipi Rendi bolak-balik, sehingga pipi bocah SMA itu bengkak keduanya.
Tidak berselang lama, Harisman pulang dengan membawa sekantong kresek minyak angin, dengan polosnya ia menyerahkan pada Novi.
"Mbak bos, minyak anginnya tidak ada sedus, adanya cuma segini." ucap Harisman sambil menyerahkan minyak yang ada di dalam kresek.
Sontak saja Novi dan Sulis terkejut, karena ternyata bawahan Rendi itu sangatlah polos dan jujur, Novi sampai tidak bisa berkata-kata saat beneran melihat minyak angin dengan jumlah banyak di kantong kresek tersebut.
"Bos, pipimu kenapa? Di sengat lebah yah?" celetuk Harisman membuat kedua wanita Rendi jadi semakin yakin kalau bawahan Rendi itu idiot.
"Bhahaha...." tiba-tiba kedua wanita Rendi tertawa bersama, sehingga membuat Rendi dan Harisman bingung.
Keduanya tertawa sampai lupa kalau mereka tadi saling berseteru memperebutkan Rendi dengan begitu posesif.
Setelah beberapa saat mereka tertawa terbahak-bahak bersama, keduanya baru diam dan menggelengkan kepalanya, karena merasa tingkah mereka absurd.
"Gorila, kamu belikan makanan ringan di luar mau gak? Ini uangnya." Novi mengambil uang seratus ribu dari tas kecil yang ia bawa.
"Pakai uangku saja Mbak Bos," tolak Harisman sopan.
"Jangan, kamu pasti keluar uang banyak beli minyak angin ini, kalau bisa tukerin saja lagi ini, aku cuma butuh saja." ucap Novi lembut.
"Gak ah, malu tukerinnya." Harisman mengambil uang Novi kemudian pergi.
Novi dan Sulis terkikik geli melihat tingkah Harisman, mau di bilang idiot tapi tahu malu, mereka jadi penasaran jika orang seperti Harisman punya pacar seperti apa cara mereka berkomunikasi.
"Sudah berantemnya?" tanya Rendi dengan suara seperti orang sakit gigi.
"Kamu ini yah, belum juga pacaran, sudah mau coba selingkuh dari aku." tegur Novi ketus.
"Siapa yang coba selingkuh, orang Sulis tiba-tiba datang kemari." elak Rendi tidak berdaya.
"Oh, nama Mbaknya Sulis?" tanya Novi pada gadis yang ada di dekatnya itu.
"Iya Mbak, nama saya Sulistyawati, biasa di panggil Sulis, kalau Mbak?" Sulis balik bertanya.
"Novi Wulandari, panggil saja Novi." jawabnya sambil mengulurkan tangan, mereka berdua pun berjabatan tangan.
Rendi menghela napas lega, akhirnya bencana yang di alaminya hari ini berakhir, ia berharap tidak akan ada lagi kejadian seperti itu lagi nantinya, karena tidak aman untuk jantungnya.
***
Setelah sudah setengah enam sore, Sulis pun pamit pulang, ia menitipkan Rendi pada Novi, yang memang rumahnya dekat dan belum berniat pulang sama sekali.
Sebenarnya Sulis sedikit iri dengan Novi, karena gadis itu sangat di bebaskan oleh orang tuanya. Sementara Novi juga iri dengan Sulis karena memiliki keluarga yang selalu bersama setiap hari, tidak seperti dirinya.
Semua manusia memang memiliki sudut pandang yang berbeda, jika kita membandingkan diri kita dengan orang lain, pasti timbul lah perasaan iri, begitu juga sebaliknya. Semua kehidupan memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, nikmatilah hidupmu sendiri, jangan bandingkan dengan yang lain, percayalah di balik kesusahan yang kita rasakan, masih banyak orang yang lebih susah dari kita, masih untung kalian bisa membaca karya Author Alveandra yang halunya tingkat Dewa, belum tentu mereka yang tidak memiliki ponsel bisa memiliki hiburan seperti kalian.
Novi kembali ke dalam Kontrakan Rendi setelah mengantar Sulis sampai depan dan meninggalkan kontrakan Rendi.
"Dia cantik yah?" ucap Novi sambil duduk di dekat Rendi.
"Siapa?" tanya Rendi polos.
"Halah Bos ini, Mbak Sulis yang tadi loh." celetuk Harisman yang memang sedang nonton tivi bersama mereka.
"Tuh Gorila saja tahu, kamu ini malah lemot!" sindir Novi ketus.
Rendi menghela napas."dia dulu tidak seperti itu, malahan banyak marahnya sama aku daripada baiknya."
"Maksud kamu?" tanya Novi penasaran.
"Seperti yang kamu dengar dari cerita Sulis, aku memang dulu kerja di rumahnya, sumpah dia itu dulu jutek, judes dan sering marah-marah gak jelas denganku, tapi setelah aku berhenti kerja di rumahnya, tiba-tiba seperti yang kamu lihat sekarang, dia berubah sangat drastis seperti itu, aku jadi bingung sendiri, apa dia kesamben atau apalah." ucap Rendi sambil menghela napas berat.
Novi tersenyum getir, ia tahu maksud Rendi, karena jika saja ia tidak agresif dengan Rendi, pasti diapun sama seperti Sulis, akan sering uring-uringan marah tidak jelas, karena Rendi benar-benar tidak peka sama sekali.
Novi yakin kalau Sulis sudah menyadari hal itu, jadi sifatnya ia rubah drastis, dengan kata lain ia mencoba mendekati Rendi dengan cara halus.
Aku tidak boleh kalah darinya, Rendi harus menjadi milikku!
Novi bertekad dalam hati ingin memiliki Rendi, karena mau bagaimanapun ia sudah merasa nyaman dengan pria tersebut.
😅😅😅