Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.
Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.
Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menghadapi keluarga arka
Saat hari-hari berlalu, Alyssa merasakan perubahan dalam dirinya. Dia mulai merasa lebih dekat dengan Arka dan mengerti lebih banyak tentang kehidupan yang dibagikannya. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Ketika dia memutuskan untuk lebih terbuka mengenai Dika, anak dari hubungan masa lalu Arka, badai baru mulai mengancam.
Suatu sore, saat Alyssa dan Arka duduk di ruang tamu, mereka mendengar suara mobil berhenti di luar. Arka tampak tegang, dan ketika dia melihat ke arah jendela, Alyssa bisa merasakan sesuatu yang tidak baik akan terjadi. Ketika pintu dibuka, ibu Arka, Ibu Dian, masuk dengan ekspresi serius, diikuti oleh ayah Arka.
"Ibu, Ayah," sapa Arka dengan nada cemas. Alyssa bisa melihat betapa tidak nyamannya suaminya dengan kehadiran orangtuanya.
"Ibu ingin bicara," kata Ibu Dian dengan tegas, langsung mengalihkan perhatian kepada Alyssa. "Alyssa, kita perlu membahas tentang Dika."
Alyssa merasa jantungnya berdebar. Dia tahu bahwa ini bukan pembicaraan yang mudah, tetapi dia berusaha tetap tenang. "Tentu, Bu. Apa yang ingin Ibu bicarakan?"
Ibu Dian mendekat, seolah ingin memastikan bahwa kata-katanya didengar dengan jelas. "Kehadiran anak itu tidak baik untuk reputasi keluarga kita. Arka sudah cukup berjuang dengan masa lalunya. Kita tidak perlu menambah beban dengan mempertimbangkan anak yang bukan dari pernikahan ini."
Alyssa tertegun, merasa seolah ada yang menusuk hatinya. "Tapi Dika adalah bagian dari hidup Arka. Dia berhak untuk dikenal dan dicintai," Alyssa menjawab dengan penuh semangat, berusaha mempertahankan suara yang tenang. "Kita tidak bisa menghapus masa lalu begitu saja."
Ibu Dian menggelengkan kepala, tidak terpengaruh. "Kau tidak mengerti, Alyssa. Ini bukan hanya tentang Dika. Ini tentang nama baik keluarga kita. Semua orang di luar sana akan berbicara, dan kita tidak bisa membiarkan itu terjadi."
Ayah Arka menimpali, "Kau harus menjaga jarak, Alyssa. Cobalah untuk tidak terlalu terlibat. Ini bukan urusanmu."
Rasa sakit dan kebingungan melanda Alyssa. Di satu sisi, dia ingin menghormati keluarga suaminya, tetapi di sisi lain, hatinya merasa berbelas kasih terhadap Dika. Alyssa menatap Arka, mencari dukungan, tetapi wajah suaminya tampak penuh dengan dilema.
"Ini tidak adil," Arka akhirnya berbicara, suaranya tegas namun lembut. "Alyssa berhak untuk mengenal Dika. Dia adalah bagian dari hidupku dan juga bagian dari hidupku saat ini. Kita tidak bisa membiarkan opini orang lain menentukan bagaimana kita seharusnya hidup."
Ibu Dian tampak terkejut, tetapi tidak menyerah. "Arka, ini bukan waktu untuk memberontak. Kau harus memikirkan apa yang terbaik untuk keluarga kita. Apa yang akan mereka katakan jika mereka tahu kita mengizinkan Dika berada di sekitar kita?"
Alyssa merasakan beban yang lebih berat di bahunya. Dia tahu bahwa ini adalah saat yang krusial. "Saya tidak ingin Dika menjadi beban bagi keluarga ini. Saya hanya ingin dia diakui dan dicintai. Dia tidak bersalah atas apa pun yang terjadi di masa lalu."
Akhirnya, Ibu Dian menatap Alyssa dengan tatapan tajam. "Kau adalah istri Arka, dan aku mengharapkanmu untuk mendukung keputusan keluarga. Jika itu berarti menjaga jarak dari Dika, maka lakukanlah."
Alyssa merasakan hatinya hancur. Dia terjebak antara cinta dan kewajiban, antara rasa simpatinya terhadap Dika dan tekanan untuk menjaga nama baik keluarga. "Saya akan mencoba yang terbaik, tetapi saya tidak bisa menjanjikan apa pun. Dika adalah anak yang tidak bersalah, dan saya tidak ingin ada orang yang merasa dia tidak diinginkan," Alyssa menjawab dengan tegas.
Setelah pertemuan yang penuh ketegangan itu, Alyssa merasa cemas dan bingung. Dia tahu bahwa hubungan dengan keluarga Arka akan semakin rumit, tetapi hatinya tetap bertekad untuk berjuang demi Dika. Dia tidak bisa membiarkan anak itu terjebak dalam perang antara keluarga dan cinta.
Hari-hari berikutnya menjadi semakin sulit. Arka dan Alyssa berusaha untuk tetap berkomunikasi dengan baik, tetapi ketegangan di antara mereka dan keluarga Arka semakin meningkat. Alyssa merasakan tekanan dari keluarga suaminya, dan dia tidak ingin menjadi penyebab masalah lebih lanjut.
Malam harinya, ketika mereka berdua duduk di meja makan, Alyssa berusaha untuk meredakan ketegangan. "Arka, bagaimana kalau kita bertemu Dika? Kita bisa berbicara tentang apa yang terjadi dan mencari jalan tengah dengan keluargamu."
Arka menatap Alyssa dengan keraguan. "Aku tidak tahu, Alyssa. Ini sangat rumit. Aku tidak ingin menyakiti perasaan keluargaku, tetapi aku juga tidak ingin menyakiti perasaanmu."
Alyssa meraih tangan Arka. "Kita bisa melakukannya bersama. Kita bisa mencari cara agar keluargamu memahami bahwa Dika tidak perlu menjadi masalah. Kita bisa mencari solusi."
Arka menghela napas panjang, tampak lebih tenang. "Mungkin kau benar. Kita harus mencari cara untuk menyatukan semuanya, meskipun itu sulit."
Mereka menghabiskan malam itu berbicara tentang kemungkinan-kemungkinan dan cara untuk mengatasi ketegangan antara mereka dan keluarga Arka. Alyssa merasa bersemangat dan lebih kuat karena memiliki dukungan Arka.
Namun, ketika pagi menjelang, Alyssa tidak bisa menghilangkan rasa cemas dalam hatinya. Dia tahu bahwa menghadapi keluarga Arka adalah tantangan yang tidak akan mudah, tetapi dia bertekad untuk berjuang demi cinta mereka dan juga untuk Dika. Dia berharap bahwa suatu saat, semua ini akan berakhir dengan baik, dan mereka bisa menemukan jalan untuk merangkul masa lalu sekaligus membangun masa depan yang lebih baik.
Setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan Ibu Dian dan Ayah Arka, Alyssa merasa lebih berat. Dia tahu bahwa langkah berikutnya adalah mencoba untuk menjembatani jurang yang semakin lebar antara Dika, Arka, dan keluarganya. Namun, perasaan cemas dan keraguan tidak bisa dihindari.
Di sebuah sore yang cerah, Alyssa mengajak Arka untuk berbicara di taman belakang rumah. Suasana di luar sangat kontras dengan ketegangan yang mereka rasakan di dalam. Dengan bunga-bunga mekar dan udara segar, Alyssa berharap bisa menemukan solusi.
"Arka, aku ingin kita melakukan sesuatu untuk Dika," Alyssa mulai, menatap suaminya dengan serius. "Kita tidak bisa membiarkan dia tumbuh tanpa pengakuan dari kita. Dia berhak untuk tahu siapa ayahnya."
Arka mengangguk, tetapi wajahnya menunjukkan keraguan. "Aku ingin melakukan yang terbaik untuknya, tetapi aku juga tidak bisa mengabaikan keluargaku. Mereka tidak akan pernah menerimanya."
"Aku mengerti, tetapi kita harus memberi Dika kesempatan. Kita bisa berbicara dengan mereka lagi, menjelaskan bahwa kehadiran Dika tidak mengurangi cinta kita sebagai suami istri," Alyssa menjelaskan dengan semangat. "Kita harus berdiri bersama untuk anak ini."
Setelah beberapa saat terdiam, Arka akhirnya berkata, "Baiklah. Kita bisa mencobanya. Kita harus berbicara dengan mereka dan mencoba mendapatkan pemahaman. Tapi, Alyssa, aku tidak bisa menjamin bahwa mereka akan mendukung kita."
Alyssa merasakan harapan kecil di dalam dirinya. "Yang terpenting adalah kita berusaha. Kita bisa menyampaikan betapa pentingnya Dika bagi kita."
Malam itu, Alyssa dan Arka memutuskan untuk menjadwalkan pertemuan dengan keluarga Arka. Mereka ingin berbicara secara langsung, berharap bisa menghilangkan kesalahpahaman dan mendapatkan dukungan dari orang tua Arka.
Ketika hari pertemuan tiba, Alyssa merasakan kegugupan yang tak tertahankan. Mereka berkumpul di ruang tamu, dan suasana menjadi tegang ketika Ibu Dian dan Ayah Arka tiba. Alyssa dan Arka duduk berhadapan dengan mereka, berusaha terlihat tenang meskipun hatinya berdebar kencang.
"Terima kasih telah datang, Ibu, Ayah," Alyssa memulai. "Kami ingin membicarakan tentang Dika."
Ibu Dian menyilangkan tangan di depan dadanya, sementara Ayah Arka menatap dengan ekspresi serius. "Kami tidak ingin berbicara tentang anak itu. Kami sudah menjelaskan bahwa kehadirannya hanya akan menciptakan masalah," kata Ibu Dian dengan nada dingin.
Alyssa menelan saliva. "Tapi Dika adalah anak Arka. Dia berhak untuk diakui. Kami ingin dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Kami ingin memberikan cinta dan dukungan untuknya."
Arka menambahkan, "Kami ingin kalian memahami bahwa Dika adalah bagian dari hidupku, dan Alyssa ingin menjadi bagian dari hidupnya juga. Kita bisa menjadikan ini sebagai kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih baik."
Ibu Dian menggelengkan kepala, tampak tidak terpengaruh oleh kata-kata mereka. "Ini bukan tentang apa yang kalian inginkan. Ini tentang reputasi keluarga kita. Kita tidak bisa membiarkan semua orang berbicara tentang kita dengan cara yang buruk."
Ayah Arka menimpali, "Kami sudah berjuang cukup keras untuk menjaga nama baik keluarga ini. Dika hanya akan memperburuk keadaan."
Alyssa merasa frustasi. "Tapi apa yang lebih penting, nama baik atau keluarga? Dika tidak bersalah atas kesalahan masa lalu. Dia adalah anak yang tidak tahu apa-apa dan hanya ingin dicintai."
Pertukaran argumen semakin sengit, dan Alyssa bisa melihat wajah Arka berkerut karena ketegangan. Dia berusaha tetap tenang, tetapi hatinya bergetar karena ketidakpastian.
Akhirnya, Ibu Dian mengangkat tangannya, meminta agar mereka semua diam. "Kami tidak bisa menerima Dika. Itu adalah keputusan yang sudah kami buat. Jika kalian memilih untuk melibatkan anak itu dalam hidup kalian, maka kalian harus bersiap untuk menghadapi konsekuensinya."
Rasa sakit menghantam hati Alyssa. Dia menatap Arka dan melihat kesedihan di matanya. "Aku tidak bisa membiarkan ini berlanjut," Alyssa berkata, suaranya bergetar. "Dika adalah bagian dari kita. Kita tidak bisa membiarkan keluargamu mengontrol hidup kita. Kita harus berjuang demi dia."
Akhirnya, pertemuan itu berakhir tanpa kesepakatan. Alyssa merasa hancur. Dia tahu bahwa mereka harus menghadapi jalan yang sulit ke depan, tetapi dia tidak ingin menyerah. Dika adalah anak yang tak bersalah, dan dia bertekad untuk memberikan yang terbaik untuknya, terlepas dari apa pun yang terjadi.
Saat mereka berjalan pulang, Arka menggenggam tangan Alyssa erat-erat. "Kita akan menemukan cara, Alyssa. Aku janji, kita tidak akan membiarkan keluargaku memisahkan kita dan Dika," katanya dengan tegas.
Alyssa mengangguk, merasakan kekuatan dari kata-kata Arka. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh rintangan, tetapi mereka tidak sendirian. Mereka memiliki satu sama lain, dan bersama, mereka bisa menghadapi semua tantangan yang ada di depan.