Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Rahasia Yang Dimulai
Bab 6: Rahasia yang Dimulai
Malam itu, suasana rumah terasa berbeda. Nisa sedang lembur lagi di kantornya, meninggalkan Maya dan Arman hanya berdua di rumah. Hujan turun perlahan di luar, menciptakan suara ritmis yang menenangkan, tetapi di dalam hati Maya dan Arman, ada sesuatu yang bergemuruh.
Maya duduk di ruang tamu dengan sebuah buku di tangannya. Namun, pikirannya tak sepenuhnya terfokus pada halaman yang ia baca. Tatapannya sesekali melayang ke arah pintu dapur, tempat Arman sedang mencuci piring. Bayangan sosok pria itu, dengan ketulusan dan perhatian yang ia tunjukkan, mulai mengisi celah kesepian di hati Maya.
Tak lama kemudian, Arman keluar dari dapur dengan dua cangkir teh di tangannya. Ia meletakkannya di meja kecil di dekat Maya.
"Saya pikir teh hangat cocok untuk malam seperti ini," katanya sambil duduk di sofa di seberang Maya.
Maya menatapnya sejenak, tersenyum tipis. "Kau selalu tahu apa yang dibutuhkan, Arman."
Mereka terdiam beberapa saat, hanya ditemani suara hujan di luar. Namun, keheningan itu jauh dari canggung. Ada semacam kenyamanan yang perlahan tumbuh, meski keduanya tahu bahwa kehadiran rasa itu salah.
"Arman," Maya akhirnya berkata, memecah keheningan. "Apa kau pernah merasa... ada sesuatu yang hilang dalam hidupmu, meskipun semuanya terlihat baik-baik saja?"
Arman memandang Maya, sedikit terkejut dengan pertanyaannya. "Terkadang, ya," jawabnya jujur. "Kadang saya merasa seperti ada bagian dari diri saya yang belum sepenuhnya terpenuhi. Tapi saya mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya."
Maya mengangguk pelan. "Aku juga merasakannya. Kehilangan suami dan Nisa yang kini sudah punya kehidupannya sendiri... kadang aku merasa seperti hanya bayangan dari diriku yang dulu."
Arman terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia bisa merasakan kepedihan dalam suara Maya, dan tanpa sadar, ia merasa ingin menghiburnya.
"Kau bukan bayangan, Maya," katanya akhirnya. "Kau adalah wanita yang kuat dan luar biasa. Saya belajar banyak darimu sejak tinggal di sini."
Kata-kata itu menyentuh hati Maya, lebih dari yang seharusnya. Ia menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan perasaan yang mulai menyeruak.
"Terima kasih, Arman. Kau selalu tahu bagaimana membuat orang lain merasa lebih baik," jawabnya dengan suara pelan.
Arman tersenyum kecil, tetapi ia juga merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Pandangannya terhadap Maya mulai berubah. Wanita ini bukan hanya mertuanya, tetapi juga seseorang yang mengisi kekosongan yang selama ini ia rasakan.
Percakapan itu berakhir, tetapi malam itu menjadi awal dari sebuah rahasia yang perlahan tumbuh di antara mereka.
---
Keesokan harinya, Maya memutuskan untuk menghindari Arman. Ia sadar bahwa kedekatan mereka sudah melampaui batas. Namun, semakin ia mencoba menjauh, semakin sulit baginya untuk mengabaikan keberadaan Arman.
Di sisi lain, Arman juga merasa bimbang. Ia mencintai Nisa, tetapi perasaan terhadap Maya mulai tumbuh tanpa ia sadari. Ia mencoba bersikap normal, tetapi setiap kali ia melihat Maya, hatinya bergetar.
Malam itu, ketika Nisa sudah tidur, Maya keluar ke taman untuk menghirup udara segar. Ia berdiri di bawah pohon mangga, memandangi bintang-bintang yang bersinar redup di langit mendung.
Arman yang kebetulan melihatnya dari dalam rumah, merasa terdorong untuk keluar. Ia berjalan pelan mendekati Maya, yang terlihat terkejut dengan kehadirannya.
"Kau tidak bisa tidur?" tanya Arman sambil berdiri di sampingnya.
Maya menggeleng. "Hanya ingin mencari ketenangan. Terkadang udara malam membantu."
Mereka berdiri dalam diam untuk beberapa saat, merasakan angin malam yang sejuk.
"Maya," kata Arman akhirnya, dengan suara rendah. "Saya tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi saya merasa... kita mulai memiliki sesuatu yang tidak seharusnya ada."
Maya terdiam, menahan napas. Kata-kata Arman mencerminkan apa yang ia rasakan, tetapi mendengarnya langsung membuat semuanya menjadi lebih nyata.
"Arman, kita tidak boleh seperti ini," bisiknya, suaranya terdengar rapuh.
"Saya tahu," jawab Arman. "Tapi saya tidak bisa mengabaikan perasaan ini."
Maya menoleh padanya, matanya dipenuhi rasa bersalah dan kebingungan. "Ini salah, Arman. Kita harus menghentikannya sebelum semuanya menjadi lebih buruk."
Namun, meski mereka berkata demikian, malam itu menjadi titik di mana mereka mulai berbagi rahasia. Sebuah rahasia yang dimulai dari percakapan kecil di bawah bintang-bintang, tetapi kelak akan mengguncang hidup mereka dan orang-orang di sekitar mereka.