"Itu pernyataan, Leya Maura Nugrah!"
"Loh kamu tau nama asli leya dari mana?!" kaget wanita itu.
"Apa yang saya tidak tau?"
"Sombong." ketus Leya kesal, gadis itu rasanya ingin membuang pria di hadapannya ini kelaut saja! benar benar membuat nya naik darah.
"Besok besok gak usah temui Leya!"
"Kalau saya mau ketemu?"
"Kamu nyebelin, Tuan Damian Aarav Niell!"
"Saya menyukai panggilan itu, Leya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Animous, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akan pergi
4 tahun kemudian.
"Nia, selamat yaaa bentar lagi bakal jadi dokter. Oh ya tahun depan kamu udah mau internship, dimana kalau boleh tau?"
"Haha makasih ya Leya, tapi aku belum tau di mana liat aja nanti. sumpah ya aku yang duluan masuk tapi kamu yang duluan lulus! Kamu si kepintaran."
Leya memang sudah wisuda kemarin, Leya lulus sebagai S.Ak. Leya bahkan tidak sadar jika dirinya bisa sejauh ini, dia cukup beruntung lebih cepat selesai menjalani kuliah nya. Tiba tiba Nia menepuk pundak Leya pelan, dia menunjuk kepada pria yang baru saja datang.
"Vano?"
"Kamu udah siap?"
Leya mengangguk kepalanya paham dan langsung pamit pada Nia, dia mengikuti Vano untuk pulang. Gadis ini sangatlah dewasa sekarang, dia bahkan akan mulai masuk kerja di salah satu perusahaan.
Sepanjang jalan Leya hanya tersenyum meratapi kehidupan yang telah dia lalui, dia cukup bangga dengan dirinya sendiri. Ah dia tiba tiba keinginan waktu sekolah bersama dengan Ama dan juga Ria.
"Vano, kamu boleh cerita gak berita itu?"
"Yang mana?"
"Yang di kantor kamu loh?"
"Ya kenapa?"
"Aih, Leya penasaran. Namanya Sania kan? Katanya dia baru mau interview di sana tapi dia di duga bundir. Nah tadi pas Leya ke tempat Nia banyak ternyata yang bergosip katanya itu mengganjal, seperti nya dia tidak murni bun*h diri"
Vano hanya tersenyum kecil mendengar itu, ah seharusnya Leya tau siapa pelaku yang sebenarnya! Atau gadis itu pura pura tidak tau?
Leya menatap Vano serius, dia lupa kalau Vano pernah melakukan hal yang sama.
"Kenapa menatap seperti itu."
"Kamu?"
Vano tertawa mendengar tuduhan Leya, ah bukan tuduhan itu adalah fakta yang sebenarnya. Ya, Vano yang melakukan nya karna dia sedikit risih dengan wanita itu.
"Vano, 4 tahun lalu kamu udah berjanji sama Leya gak akan lakuin hal itu lagi."
Vano terdiam mendengar perkataan Leya, sejujurnya Vano tidak pernah menepati janji nya pada gadis itu. Dia selalu melakukan kejahatan itu saat dia menginginkan nya tanpa di ketahui oleh Leya.
"Leya, aku tidak bisa menahan. Lagi pula aku melakukannya itu karna mereka tidak berguna."
Leya menatap tak percaya pada Vano, apa kesalahan mereka begitu fatal hingga Vano melakukan kejahatan seperti itu??!
Terlihat raut kecewa dari wajah Leya hal itu membuat Vano langsung menghentikan mobilnya, Vano tau jika Leya sudah sangat kecewa padanya! Tapi apa lagi yang bisa di lakukan pria ini, dia tidak bisa menahan diri nya sendiri.
"Kamu gak bisa nahan diri kamu sendiri, sekarang orang lain apakah suatu saat Leya?"
Pertanyaan Leya membuat Vano menggeleng kepalanya cepat, dia tidak akan mungkin melakukan itu pada Leya! Dia sudah berusaha untuk menahan nya.
"Leya ingat, bahkan kamu sendiri bisa menodongkan sebuah pist*l pada ayah mu sendiri. Apa lagi Leya yang hanya orang lain?"
"Leya, kamu bukan orang lain!"
Leya tidak mau menatap Vano, dia benar benar kecewa pada pria itu. Ternyata 4 tahun ini dia sudah di bohongi oleh Vano, pria itu tidak pernah berniat menghentikan hal gila itu.
"Itu karena kamu selalu membuat aku emosi." ucap Vano pelan.
"Leya? Apa yang Leya lakukan sampe kamu emosi?" sarkas Leya tak percaya. Nada bicara Leya cukup membuat Vano keget.
"Leya, aku cukup sabar dalam 4 tahun ini kenapa hanya Damian Damian Damian yang selalu kamu inginkan. Setiap malam kamu bersedih merindukan pria itu, kamu selalu menyebutkan namanya! Aku sudah muak, aku aku gak bisa nahan emosi ini. Pernah kamu berfikir perasaan ku sedikit saja? Aku sudah lakuin apa yang kamu inginkan tapi kenapa harus masih Damian Damian yang selalu ada di pikiran mu!" bentak Vano membuat Leya kaget, gadis itu menatap Vano yang tengah marah. Apakah selama ini dia yang bersalah?
"Leya, aku sudah berusaha sabar mengertikan perasaan mu! Tapi dunia mu sudah berubah sejak 4 tahun lalu, apa kamu tidak bisa untuk tidak menoleh ke masa lalu terus?"
"Saat aku menyatakan perasaan ku, kamu menerima nya hanya kerna kasian kan? Ya, kamu menerima ku hanya karena kasian! Kita sudah bersama sejak 4 tahun ini, kamu masih memikirkan pria lain."
"Apa kamu pernah berfikir tentang perasaan ku? Aku yang berusaha berubah untuk terlihat baik di hadapan mu, aku berusaha menuruti semua kemauan mu, tapi ternyata semua gak ada harga nya. Damiaan bukan hanya ada di pikiran mu tapi juga di hati mu."
"Aku benar benar akan membunuh pria itu."
Mendengar kalimat terakhir Vano membuat Leya memegangi tangan Vano."Leya mohon, jangan sakitin Damian."
"Haha, Leya Leya berarti hubungan kita benar tidak ada artinya? Ternyata selama ini hanya aku yang berjuang untuk mu."
"Leya gak bermaksud gitu, Leya berusaha me-"
"Sudahlah, kamu menginginkan nya kan? Hari ini aku lepaskan kamu. Kita selesai!" ucap Vano langsung melajukan mobil nya, dia mengantar Leya dan langsung pergi begitu saja. Pria itu tidak mengeluarkan beberapa kata lagi.
Vano tampak kacau sekarang, dia pergi ke klub untuk menghentikan rasa sakit di hatinya, ini pertama kali nya dia merasakan sakit di hati nya.
"Eh, Lo kenapa?" heran Arion.
"Leya, haha sialan." kini kondisi Vano sudah sangat berantakan, pria itu minum sangat banyak.
"Duh dia kenapa lagi?"
"Ternyata Damian lah yang sudah memiliki hati dan pikiran nya, perjuangan selama ini benar benar tidak ada harga nya. Haha aku menjadi bodoh sekarang." setelah mengatakan kalimat itu Vano langsung terbaring.
Teman teman nya yang melihat pria itu langsung membopong nya untuk masuk ke dalam mobil, mereka akan mengantar Vano sekarang.
"Xabian, Lo bareng Cakra semobil ya. Gue bawa mobil nya si Vano." ucap Arion.
"Eh gue sama siapa?" sahut Darel.
"Bebas dah, kita ke rumah Lo ya Bian." ucap Arion mendapatkan anggukan dari Xabian.
Mereka semua setuju dan kembali ke rumah Xabian, Xabian adalah salah satu sepupu Vano dan mereka berteman sejak kecil.
"Aduhhh bocah ini mabuk lagi?" teriakan Helen melengking hingga ke gerbang.
"Mamaaaaa, jangan adukan tante Dwita." mohon Xabian.
Helen menatap mereka tajam, dia Helen noran Freddy istri dari Atmadja Freddy. Mereka adalah orang tua Xabian. Mereka sudah tidak heran dengan tingkah Vano yang seperti ini.
"Tante jangan marah terus nanti cepat tua, omong omong ada makanan apa aja tan?" celetuk Darel membuat teman nya mendengus kesal.
"Liat aja sendiri." ketus Helen
Helen langsung menyuruh mereka semua masuk, wanita itu menyiapkan beberapa minuman hangat untuk anak nya dan juga teman teman nya.
"Pah, suruh aja Setya sama Dwita ke sini."
"Aduh, kita ini harus mengerti lah mereka anak muda! Udah cukup kita aja yang tau." sahut Atmadja, dia adalah paman terbaik Vano, pria itu selalu membantu dan menolong nya.
"Tidur di luar ya."
"Fine!" ucap pria itu langsung menghubungi Setya.
Dwita yang sudah sangat rindu dengan Helen langsung menggesak suami nya agar untuk cepat bersiap. Ah dia menyiapkan beberapa makanan untuk ia bawa.
"Nanti di sana jangan marah marah." peringat Setya membuat Dwita heran.
"Kenapa?"
"Vano mabuk."
"KAMU BIARIN?"
"Dwita, kecilkan volume suara mu. Biarkan saja dia sampai dia bosan melakukan hal itu, percuma kamu larang kalau dia masih menginginkan nya. Sudah ya, jangan marahi anak ku."
"Itu anak ku juga, terserah aku mau ngapain."
"Kalau gitu, kita tidak
jadi pergi."
"Oke fineeeee, aku tidak akan memarahi nya." ucap Dwita, wanita itu sudah bersiap enak saja jika tidak jadi pergi.
Di sisi lain Leya merasa tak enak pada Vano, sebenarnya apa yang ada di hati nya dia tidak tau. Tapi setiap bersama Vano dia selalu merasa nyaman.
Leya tidak tau apa yang harus dia lakukan, Vano sudah memutuskan hubungan nya. Apa yang sedang di lakukan pria itu, ingin rasanya Leya menghubungi nya namun dia takut.
"Leya, kamu ada masalah apa dengan Vano?"
Notif dari Arion membuat Leya langsung melihat dan membalas nya, apakah Vano cerita pada Arion tentang hubungan nya?
"Leya putus."
"Aduh Leya, anak orang mabuk kamu buat:)"
Membaca pesan Arion semakin membuat Leya tak enak, apa yang harus dia lakukan. Leya memilih untuk tidur dan menemui pria itu besok.
Dwita langsung heboh menaiki anak tangga menuju kamar Xabian, dia sangat ingin marah rasanya!
"Tante, Vano lagi di kamar mandi bersihin tubuhnya." sahut Xabian.
Mereka semua mengangguk kompak, Dwita menghela nafas dan langsung turun kembali menemui Helen.
"Hui, cepetan keluar." ucap Arion.
Wajah dan rambut Vano tambak basah, dia melihat ke arah pintu ternyata mama nya sudaah tidak ada. Dia menghela nafas lega, dia sebenarnya sangat malas jika mendengar ocehan mama nya itu.
"Eh Lo semua turun sana, gue pen ngobrol berdua sama Vano." ucap Arion mendapat tatapan curiga dari teman nya.
"Lo pada masih normal kan?" tanya Darel.
"Gobl*k" ucap Cakra langsung menarik Xabian dan Darel untuk keluar.
"Lo putus ya sama Leya?"
"Siapa bilang?" tanya Vano.
"Leya."
Vano tersenyum kecil, ternyata gadis itu memang ingin mengakhiri hubungan nya. Leya terlalu cepat memberitahu orang lain tentang hubungan nya, apakah dia benar tidak ingin memperbaiki nya? Baiklah, Vano tidak akan memaksa gadis itu!
"Masalah apa?" tanya Arion.
"Kesabaran seseorang ada batasnya." sahut Vano.
Arion hanya mengangguk paham, mereka turun untuk menemui orang tua nya. Di sana mereka sudah berada di meja makan.
"Vano." panggil Setya.
"Bentar, mau makan." ucap Vano langsung memakan makanan nya.
"Papa ingin kamu menjalani perusahaan papa di London."
"Uhuk!"
Vano menatap serius papa nya, dia sedang makan tapi harus mendapatkan kabar buruk seperti ini.
"Vano, kita tidak memiliki siapa lagi selain kamu sayang. Jadi nurut ya kata mama dan papa, ini demi masa depan kamu." ucap Dwita lembut
Vano menatap Atmadja, dia berharap paman nya bisa membantu dirinya! Kabar ini benar benar terlalu cepat untuk dirinya.
"Setya, apa gak bisa di tunda dulu? Misal 2 tahun lagi atau 5 tahun lagi." ucap Atmadja mendapatkan anggukan dari istri dan anak nya.
"Bener, lagian baru S1 kan Vano? Mana bisa ngurus perusahaan sebesar itu." sahut Xabian.
"Ya, aku belum tau apa apa." sahut Vano cepat
"Vano, jangan kira mama gak tau ya? Kamu sudah sering mengurus perusahaan papa yang di sini kan?" celetuk Dwita membuat Vano tidak bisa berkata lagi.
"Kapan berangkat nya?" tanya Vano.