Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Sakit
Ruangan serba putih, dengan tembok dan langit-langit ruangan yang juga serba putih, selang infus menggantung di sisi Mutia dengan jarum infus yang menempel pada tangannya.
Mutia terbangun dari mimpi buruknya, seperti drama laga hidupnya semalam. Mutia terduduk sembari memperhatikan seluruh tubuhnya, masih utuh kah, kulitnya ada yang tergores kah, bajunya masih lengkap kah.
"Alhamdulillah ya Allah...." Semua baik-baik saja syukur Mutia.
Langkah kaki terdengar terburu-buru masuk ke dalam ruangan tempat Mutia berbaring, lalu pintu terbuka memperlihatkan sosok tegap dengan dan gagah yang seperti pernah di lihatnya.
"Assalamualaikum... " Sapa orang itu saat masuk ke dalam ruangan Mutia.
"Wa'alaikumsalam..." Jawab Mutia.
"Syukurlah kamu sudah siuman Tia..." Kata Orang itu, seolah mengenalinya.
"Alhamdulillah... Apakah anda yang menolong saya?" Tanya Mutia bingung.
"Yah... Aku sedang menuju perjalanan pulang dari tugas luar kota, kemudian mobil saya terhalang pohon, rupanya di tengah ada juga mobil yang terhalang, namun yang aneh mobil itu nampak di serang anak-anak muda, saya menghubungi polisi yang tengah berpatroli malam itu, pelakunya sudah kami ringkus bersama teman-teman..." Kata Orang itu lagi sambil terenyuh memandang Mutia.
"Sangat di sayangkan, pelaku-pelakunya masih seumuran anak sekolah... Sungguh klitih sangat meresahkan, mereka berulah membuat kekacauan dengan tujuan yang tidak jelas, hanya mengacaukan perasaan Masyarakat..." Kata Orang itu lagi.
Hening.
Mutia masih setengah bingung, jadi semalam benar-benar klitih, atau ada orang yang sengaja mengirim mereka untuk mencelakainya atau menakutinya, sejenak pikirannya melayang kepada Kiara yang sempat bertengkar dengan Oma Nani dan Haris yang sempat di tampar Oma Nani.
"Apa Kamu lupa sama aku Mut??" Tanya Orang itu.
"Hah...??" Mutia terkejut dari lamunannya.
"Kenalkan Aku Arsya pengacara yang akan membantu menangani kasus mu, juga kita satu kampus dulu, Aku ketua Lembaga Dakwah Kampus dan kamu sekertaris ku jika kamu tidak lupa..." Jelas orang itu yang ternyata bernama Arsya seorang pengacara.
Mutia mulai mengingat jaman berapa tahun yang lalu, yah saat dirinya masih kuliah awal-awal sebelum kenal dengan Haris dirinya memang aktif di lembaga dakwah kampusnya.
"Bang Arsya?? Yang dulu gendut itu? Terus pakai kaca mata?" Tanya Mutia tidak percaya, namun ternyata benar terbukti dengan anggukan dari orang yang di depannya.
Brakkkkk
Suara pintu terbuka dengan terburu-buru juga dengan langkah kaki yang diiringi suara hak tinggi mengagetkan keduanya yang tengah mengobrol.
"Bun.... Kamu Tidak papakan????" Haris tergesa berlari dan membuka pintu dengan kasarnya karena terkejut mendengar berita pagi ini. Haris memeluk Mutia dengan penuh rasa khawatirnya lalu menghujani kecupan di kepala Mutia karena rasa Syukurnya. Mutia memundurkan tubuhnya dan melepas pelukan Haris dari tubuhnya karena tidak nyaman dan jujur tubuhnya risih di sentuh oleh suami yang akan menjadi masa lalunya itu.
Mutia melihat Haris yang khawatir penuh dengan rasa tidak percaya, di belakangnya nampak wanita cantik dan seksi berwajah cemberut, mungkin cemburu dengan sikap Haris barusan.
"Aku tidak papa." Jawab Mutia datar.
"Kenapa Bunda tidak menghubungi ku sih ...." Kata Haris tidak peduli dengan datarnya Mutia.
Mutia membisu, tidak mau menjawab memilih mengalihkan pandangan pada teman lamanya itu. Menganggap seolah-olah kedua orang yang barusan datang adalah angin lalu yang tak perlu di anggap ada.
" Terimakasih Ya Bang Arsya... Terimakasih jika tidak ada dirimu mungkin saat ini aku sudah tidak ada... " Kata Mutia berterima kasih dengan tulus.
"Sama-sama..." Kata Arsya sambil tersenyum penuh ketulusan pada Mutia.
Hening.
Semua orang membisu di tempatnya masing-masing, canggih yang di rasa semua orang yang ada di dalam ruangan itu.
"Terimakasih sudah menolong Istri saya..." Kata Haris pada Arsya dengan tulus namun ada penekanan pada kata istri saya untuk menunjukan posisi Mutia di sisinya.
"Sama-sama..." Jawab Arsya sambil tersenyum.
Lalu karena terasa membingungkan rasanya begitu canggung, Arsya pun keluar untuk mengurus prosedur yang lain ke kantor polisi, karena dirinya yang akan menangani kasus semalam.
Sementara Haris keluar untuk mengurus administrasi rumah sakit, sedang Kiara masih berada di ruangan tempat Mutia di rawat.
"Kenapa mbak tidak menghubungi Mas Haris sih??? Sampai kaya gini ceritanya... Mbak Mutia viral loh di media..." Kata Kiara sambil duduk di sofa kamar itu.
Mutia hanya diam tidak menjawab pertanyaan Kiara, hatinya terlampau kesal dan muak jika melihat perempuan yang berada di depannya ini.
"Mbak beruntung banget bisa selamat... Mbak tau tidak Mas Haris udah kayak pembalap pagi tadi... Saking khawatirnya padamu..." Kata Kiara lagi tak peduli dengan bisunya Mutia.
"Seenggaknya Mbak hargailah usaha Mas Haris... Jangan kayak tadi... udah capek-capek hampir celaka Mbak datar gitu sambutannya... Untung aja bayi dalam kandunganku tidak papa..." Kesal Kiara karena Mutia masih membisu saja.
Mutia meremas selimut, "Hamil... Berarti sudah tidak ada harapan lagi rumah tangga ini..." Batin Mutia memanas.
"Gimana Mas Haris bisa cinta banget sih sama kamu... Kamu aja udah kayak kulkas gitu... " Batin Kiara semakin kesal lalu berlalu meninggalkan Mutia tanpa permisi untuk menyusul Haris.
Mutia bernafas lega, rasanya udaranya kembali penuh di udara saat Kiara keluar dari ruangannya. Jika saja tidak bersabar sudah Mutia lempar gelas di mejanya saat melihat wajah Kiara yang menyebalkan di matanya itu.
Namun Mutia kembali beristighfar agar hatinya semakin tenang dan tubuhnya tidak kembali drop lagi, Mutia tidak ingin kesehatannya menurun karena kehadiran keduanya tadi.
****
Alhamdulillah senang bngttt
Semoga ada ke ajaiban dan Arsya bisa selamat