Lara telah menghabiskan tiga belas tahun hidupnya sebagai wanita simpanan, terperangkap dalam cinta yang terlarang dengan kekasihnya, seorang pria yang telah menikah dengan wanita lain. Meski hatinya terluka, Lara tetap bertahan dalam hubungan penuh rahasia dan ketidakpastian itu. Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Firman, seorang pria yang berbeda. Di tengah kehampaan dan kerapuhan emosinya, Lara menemukan kenyamanan dalam kebersamaan mereka.
Kisahnya berubah menjadi lebih rumit saat Lara mengandung anak Firman, tanpa ada ikatan pernikahan yang mengesahkan hubungan mereka. Dalam pergolakan batin, Lara harus menghadapi keputusan-keputusan berat, tentang masa depannya, anaknya, dan cinta yang selama ini ia perjuangkan. Apakah ia akan terus terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya, atau memilih lembaran baru bersama Firman dan anak mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah🖤, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
Jangan lupa like komen dan votenya yah
Terimakasih
_
Setelah menghabiskan waktu cukup lama di pantai, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sepanjang tepi laut sambil berbicara tentang rencana masa depan mereka sebagai orang tua. Lara, yang biasanya penuh energi, mulai sedikit kelelahan setelah bermain-main di air. Firman, selalu peka terhadap kondisi Lara, mengajak istrinya untuk duduk di bawah pohon kelapa yang rindang dan menikmati minuman kelapa segar yang mereka beli dari pedagang lokal.
“Gimana kalau kita perpanjang waktu bulan madu kita terus sewa vila yang lebih dekat ke pantai untuk sisa bulan madu kita?” usul Firman sambil menyeruput air kelapanya. “Biar kamu bisa menikmati pantai setiap hari.”
Lara mengangguk antusias. “Itu ide bagus, sayang! Aku memang pengen menikmati suasana pantai lebih lama. Mungkin kita bisa cari vila yang punya akses langsung ke pantai.”
Mereka kemudian menghabiskan sisa sore itu dengan bersantai dan berbicara tentang hal-hal kecil, seperti nama-nama yang mungkin akan mereka pilih untuk bayi mereka, rencana masa depan, dan bagaimana mereka ingin mendidik anak mereka nanti. Meski bulan madu ini adalah waktu untuk bersantai dan menikmati kebersamaan, mereka juga tak bisa lepas dari kenyataan bahwa dalam beberapa bulan, hidup mereka akan berubah dengan hadirnya seorang bayi.
Saat matahari mulai tenggelam di balik cakrawala, langit Bali berubah menjadi perpaduan warna oranye dan merah jambu yang memukau. Lara dan Firman duduk berdua, menikmati keindahan alam yang mereka saksikan bersama. Firman memeluk Lara erat, merasakan kehangatan tubuh istrinya yang bersandar padanya.
“Bulan madu ini benar-benar luar biasa, ya,” bisik Lara dengan suara pelan.
“Iya, sayang, Ini momen yang nggak akan pernah aku lupakan,” jawab Firman.
Mereka menghabiskan malam itu dengan perasaan damai, mengetahui bahwa apa pun yang akan terjadi di masa depan, mereka akan selalu memiliki momen-momen indah seperti ini—saling mencintai, mendukung, dan berusaha menjaga kebahagiaan satu sama lain.
***
Setelah perjalanan bulan madu yang penuh dengan kenangan indah, Lara dan Firman kembali ke Jakarta dengan hati yang masih dipenuhi cinta dan kegembiraan. Mereka turun dari pesawat dengan perasaan campur aduk—senang bisa kembali ke rumah, tetapi juga sedikit sedih karena bulan madu mereka telah berakhir. Begitu sampai di apartemen mereka yang nyaman di pusat kota, Lara melepaskan sepatunya dan langsung duduk di sofa, merasakan kehangatan rumah setelah beberapa minggu jauh di Bali.
“Apartemen ini terasa lebih kecil setelah kita tinggal di vila-vila besar di Bali,” candanya sambil tersenyum ke arah Firman.
Firman tertawa kecil, meletakkan koper mereka di sudut ruangan. “Iya, tapi ini rumah kita. Tempat kita memulai kehidupan baru sebagai suami-istri, dan sebentar lagi, sebagai orang tua.” Dia mendekati Lara, duduk di sebelahnya dan merangkulnya dengan penuh kasih.
Lara tersenyum lelah tetapi bahagia. Perjalanan bulan madu mereka memang telah berakhir, tetapi petualangan baru menunggu di depan mata—kehamilan yang terus berlanjut, dan hidup mereka yang akan segera berubah dengan kehadiran seorang bayi. Namun, kembali ke Jakarta juga berarti kembali ke rutinitas harian. Firman, yang bekerja sebagai dokter di rumah sakit milik keluarganya, harus segera kembali bekerja setelah cuti panjang. Sementara itu, Lara memutuskan untuk lebih banyak beristirahat di apartemen, mengingat kehamilannya yang mulai memasuki bukan ke 4.
Hari pertama mereka kembali, Firman bangun lebih awal dari biasanya. Dengan lembut ia meninggalkan Lara yang masih terlelap, lalu bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Meskipun hatinya masih berat meninggalkan Lara sendirian di apartemen, ia tahu tugasnya sebagai dokter tidak bisa ditunda lebih lama.
Firman berjalan ke dapur, menyiapkan sarapan sederhana—jus jeruk segar dan beberapa potong roti panggang—lalu meninggalkan catatan kecil untuk Lara di meja makan: “Sarapan untuk ibu dan si jabang bayi. Aku akan pulang sore ini, kalau ada apa-apa jangan ragu telepon aku ya. I love you.”
Lara bangun beberapa saat setelah Firman berangkat. Tubuhnya terasa sedikit lebih berat dari biasanya, efek dari kehamilannya yang semakin terasa. Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, ia duduk di meja makan dan tersenyum membaca catatan yang ditinggalkan Firman. Meskipun mereka baru menikah, perhatian Firman selalu membuatnya merasa istimewa.
Hari-hari pertama di Jakarta terasa tenang, tapi juga sedikit membosankan bagi Lara. Biasanya, ia cukup aktif dengan berbagai kegiatan, tetapi kehamilan membuatnya lebih banyak beristirahat. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di apartemen, membaca buku-buku tentang kehamilan, merencanakan dekorasi kamar bayi, dan sesekali menelepon temannya untuk berbagi cerita.
Meskipun Lara merasa bahagia dengan kehamilannya, ada saat-saat ketika ia merasa sedikit cemas dan kesepian. Firman, yang kini semakin sibuk di rumah sakit, sering kali pulang larut malam, dan mereka hanya punya sedikit waktu untuk berbincang. Lara tahu ini bukan salah Firman, tetapi perasaan rindu untuk selalu bersama suaminya mulai muncul.
Suatu malam, ketika Firman akhirnya pulang setelah jam kerja yang panjang, ia menemukan Lara duduk di balkon apartemen, memandangi langit malam dengan ekspresi melamun. Firman langsung tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran Lara.
“Kamu baik-baik saja, sayang?” tanya Firman sambil duduk di sampingnya, menyentuh tangan Lara dengan lembut.
Lara tersenyum tipis, tetapi ada kekhawatiran di matanya. “Aku baik-baik saja, Mas. Hanya merasa sedikit... sepi.” Ia menunduk, lalu melanjutkan, “Aku tahu kamu harus bekerja, dan aku bangga dengan apa yang kamu lakukan, tapi kadang-kadang aku merasa seperti sendirian di sini.”
Firman terdiam sesaat, merenungkan kata-kata Lara. Ia tahu pekerjaannya menyita banyak waktu, tapi dia tidak ingin Lara merasa diabaikan. “Aku minta maaf, Sayang. Aku tahu aku sering pulang terlambat, dan aku nggak ingin kamu merasa sendirian.” Ia menggenggam tangan Lara lebih erat. “Aku janji, kita akan lebih sering meluangkan waktu bersama, meskipun itu hanya untuk hal-hal sederhana. Aku akan mencoba pulang lebih awal, supaya kita bisa menikmati waktu bersama sebelum bayi kita lahir.”
Lara menatap Firman, merasa tersentuh oleh kesungguhannya. Ia tahu Firman selalu berusaha yang terbaik, tetapi mendengar janjinya malam itu membuatnya merasa lebih tenang. “Aku tahu kamu bekerja keras, dan aku nggak pernah ingin membuatmu merasa bersalah. Aku hanya rindu kita menghabiskan waktu lebih banyak bersama, terutama sekarang, saat aku hamil.”
Firman mengangguk, lalu memeluk Lara erat. “Aku akan lebih sering ada untukmu, Sayang. Kita akan jalani ini bersama.”
Malam itu, mereka berbicara panjang lebar tentang perasaan, harapan, dan kekhawatiran mereka sebagai calon orang tua. Firman berjanji akan mencari cara untuk menyeimbangkan pekerjaannya dengan kehidupan rumah tangga mereka. Lara, di sisi lain, berusaha lebih memahami jadwal Firman yang padat, tetapi juga meminta agar suaminya lebih sering hadir secara emosional.
~
Salam Author;)
Katanya perlu bicara ujung2nya perlu waktu lagi dan lagi baik sama lara juga sama arini beberapa bab muter itu2 aja, Maaf ya Thor kayak ceritanya hanya jalan di tempat aja 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻