NovelToon NovelToon
BANGSAL 13

BANGSAL 13

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: bobafc

Di malam satu Suro Sabtu Pahing, lahirlah Kusuma Magnolya, gadis istimewa yang terbungkus dalam kantong plasenta, seolah telah ditakdirkan untuk membawa nasibnya sendiri. Aroma darahnya, manis sekaligus menakutkan, bagaikan lilin yang menyala di kegelapan, menarik perhatian arwah jahat yang ingin memanfaatkan keistimewaannya untuk tujuan kelam.
Kejadian aneh dan menakutkan terus bermunculan di bangsal 13, tempat di mana Kusuma terperangkap dalam petualangan yang tidak ia pilih, seolah bangsal itu dipenuhi bisikan hantu-hantu yang tak ingin pergi. Kusuma, dengan jiwa penasaran yang tak terpadamkan, mencoba mengungkap setiap jejak yang mengantarkannya pada kebenaran.
Di tengah kegelisahan dan rasa takut, ia menyadari bahwa sahabatnya yang ia kira setia ternyata telah menumbalkan darah bayi, menjadikan bangsal itu tempat yang terkutuk. Apa yang harus Kusuma lakukan? mampukah ia menyelamatkan nyawa teman-temannya yang terjebak dalam kegelapan bangsal 13?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bobafc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arwah Yang Menggoda

Sebelum Shaka sempat berkata lebih banyak, Shela sudah berlalu, meninggalkannya demi panggilan telepon. Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Shaka tak bisa mengalihkan pikirannya dari Shela. Di tengah langkahnya, matanya menangkap sebuah toko bunga yang baru saja buka, menyebarkan wangi semerbak yang menggoda setiap hidung untuk mencium dan memejamkan mata. Shaka tersenyum kecil, hatinya bagai bunga yang perlahan merekah, terbius oleh aroma memikat yang seolah mengisyaratkan sesuatu yang baru.

"Permisi, Bu. Saya mau pesan yang ini, tolong bungkus secantik mungkin ya, Bu," ucap Shaka sambil tersenyum hangat pada wanita paruh baya di toko bunga.

"Buat pacarnya, ya, Mas?" tanya wanita penjual bunga itu sambil tersenyum nakal.

Shaka menggeleng, pipinya sedikit memerah.

"Bukan, Bu. Ini untuk wanita yang aku sukai." Ia meraih bunga itu, mendekatkan kelopaknya yang lembut ke wajah, menghirup aromanya berkali-kali, seolah meresapi harapan dan keberanian di setiap helaian.

"Dasar bucin," gumam wanita itu sambil terkekeh dan membungkus bunga dengan sentuhan penuh keindahan. Setelah membayar, Shaka segera menuju rumah sakit tempat Shela bekerja.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba muncul seorang wanita berpakaian putih di depan mobilnya, berteriak, “Tolong aku!”

Shaka sontak menginjak rem, jantungnya berdebar seakan berdetak di tenggorokan. Namun, dalam sekejap, sosok itu menghilang, meninggalkan perasaan dingin di udara dan kebingungan yang membekukan.

"Apa yang terjadi padaku? Siapa wanita itu? Kenapa dia selalu mengikutiku?" ucap Shaka yang mulai menjambak rambutnya sendiri, membuatnya terlihat kusut tak karuan, seolah pikirannya dililit oleh bayangan kelam yang enggan pergi.

Sesampainya di rumah sakit, Shaka melangkah terseok-seok melewati lorong demi lorong. Para perawat saling pandang, bisik-bisik melihat penampilannya yang berantakan dengan rambut acak-acakan, buket bunga di tangan, dan tatapan kosong di matanya. Gosip mulai bergulir, seakan rumah sakit kedatangan pasien jiwa baru.

Shela, yang sedang menangani pasien, melirik Shaka dengan alis terangkat tajam. Tiba-tiba, pasien perempuan dengan tatapan liar berlari ke arah Shaka, tangan terulur seperti menemukan penyelamatnya.

"Jangan mendekat!" seru Shaka, seakan tiap kata adalah tameng yang melindunginya. Namun, pasien itu menangis tersedu-sedu, memeluk Shaka erat, mencengkram seperti jangkar di laut yang bergelora.

“Aku mencintaimu, Mas. Jangan tinggalkan aku, kumohon,” rintih pasien itu, membuat Shela menahan tawa di balik masker.

Shaka, yang sudah terjebak di tengah situasi konyol, menyerahkan bunga kepada Shela, berharap momen ini bisa kembali ke jalurnya. "Dokter Shela, ini untukmu! Bantu aku!”

Namun, saat ia mencoba menciptakan suasana romantis, bayangan itu pupus seketika ketika pasien tak waras tersebut memeluknya lebih erat hingga napasnya tercekat.

"Lepasin! Jangan sentuh aku! Aku masih waras! Tolong, aku masih normal!” seru Shaka panik, menepis tangan pasien yang terjerembap jatuh di lantai, mengundang tatapan heran dari seluruh penjuru ruangan.

Bruk!

"Dokter Shaka! Sikap Anda terlalu keras, Dok. Dia hanya butuh teman," kata Dokter Shela dengan tegas sambil menolong pasien yang terhuyung berdiri.

"Lantas, apa yang harus aku lakukan?" Shaka merespons, nadanya setengah bingung setengah enggan.

"Aku ada tugas, saya mohon Dokter Shaka mau menjaganya sebentar," jawab Shela cepat sambil berlalu, meninggalkan Shaka sendirian bersama pasiennya.

Shaka mencoba menenangkan diri, meredakan ketegangan yang seakan menyelimuti dirinya. Namun, tak lama kemudian tanpa peringatan apa pun sebuah kekuatan tak terlihat seolah mencengkeramnya, melempar tubuhnya hingga membentur dinding. Tubuhnya terasa lumpuh, ruangan seketika ditelan gelap, membungkus segala yang tampak dan menyesakkan udara.

Samar-samar, dia mendengar tawa yang menguar dari bayang-bayang di sudut ruangan. Darah terasa lengket di mana-mana, sementara teriakan-teriakan menggema, memukul gendang telinganya hingga pecah dan mengucurkan darah.

"Dokter Shaka, sadar, Dok!" Teriakan Shela tiba-tiba mengoyak kekosongan itu. Shaka tersentak bangun dan mendapati dirinya terbaring di kamar mayat, disaksikan oleh seluruh staf rumah sakit dengan ekspresi cemas.

"Apa yang terjadi denganku?" Shaka tergagap, masih setengah bingung.

"Justru saya yang bertanya, mengapa Anda di sini, Dok?" sahut Shela, mengangkat alis.

"Tadi aku… aku ada di ruanganmu. Terus kamu pergi dan meninggalkan aku dengan pasienmu yang… yang," Shaka tersendat, masih gemetar.

"Itu hanya perasaan Dokter saja. Sedari tadi saya tidak ada di ruangan," jelas Shela, meraih lengannya dengan lembut.

"Ikutlah ke ruanganku, di sana Anda bisa lebih leluasa menceritakannya."

Shaka menuruti ajakannya, masih menggigil saat Shela menyodorkan segelas air hangat. Setelah menyesapnya, ia mulai bercerita. Seluruh kejadian yang membebaninya, mimpi buruk yang menghantuinya sejak ia meninggalkan rumah sakit Tirtonegoro, dan sosok-sosok misterius yang seperti bayangan selalu mengekor.

"Berbaringlah," ucap Shela akhirnya. "Aku akan mencoba membantu anda mengingatnya."

Shaka pun berbaring, dan perlahan menutup mata.

"Pejamkan matamu. Fokuskan pikiranmu pada apa yang terus menghantuimu," bisik Shela, nadanya begitu menenangkan.

Bayangan itu kembali. Samar-samar, Shaka mulai mengingat detailnya.

"Aku menabrak seorang wanita yang melintas di depan mobilku… lalu aku pergi begitu saja… tanpa memikirkan dia."

"Apakah aku boleh menemanimu mencarinya?" suara Shela lembut, penuh empati. Shaka menoleh, hatinya tersentuh oleh kehangatan yang terpancar dari Shela.

"Sudah kubilang, aku sahabatmu. Apa pun keadaannya, kita akan tetap bersama," ucap Shela, jemarinya menggenggam erat tangan Shaka, menjadi jangkar yang menguatkan di tengah lautan gelisah yang mengombang-ambingkannya.

Malam harinya, Shaka dan Shela memutuskan untuk berada di jalan tersebut, sembari mencari sesuatu mengenai sosok wanita yang telah ditabrak.

Langit gelap menjadi saksi bisu langkah kaki mereka yang penuh keraguan, seperti detak jantung yang tak seirama. Keheningan malam pecah saat mata mereka menangkap pemandangan tak terduga: sesajen terhampar di sepanjang jalan, menyebarkan wangi kembang setaman yang berbaur dengan aroma malam. Di tengah-tengahnya, sebuah foto wanita cantik tampak melukis, senyumnya seolah ingin bercerita tentang sebuah kisah yang tak pernah usai.

"Apa dia wanita yang kamu tabrak itu?" tanya Shela, suaranya bergetar seperti daun yang tertiup angin.

"Benar. Di-dia wanita itu, lalu bagaimana dia bisa meninggal?" kata Shaka, suara lirihnya seperti seruan hantu dari masa lalu. Tanpa diduga, seorang nenek muncul bagaikan bayangan, menjawab pertanyaan Shaka dengan nada penuh kepedihan.

"Dia sudah mati dari dulu, arwahnya gentayangan akibat jasadnya dikuburkan tidak layak," ungkap Nenek itu, suaranya bergetar, membawa angin dingin yang merasuk ke dalam tulang.

"Bagaimana Nenek tahu?" tanya Shela, matanya berbinar dengan rasa ingin tahu.

"Dia sudah lama pergi meninggalkan desa kami. Dulu, dia seorang gadis desa yang amat cantik dan anggun. Namun, ia hilang ketika kecelakaan menimpanya dan sebuah mobil membawanya pergi.."

"… hingga sekarang tak ada yang tahu di mana jasadnya. Nama gadis itu Ratih," lanjut Nenek, setiap kata yang terucap seperti mengikat mereka dalam jaring misteri yang menyesakkan.

Shaka mengangguk, hawa dingin menyelimuti mereka, seperti kabut tebal yang menghalangi cahaya bulan. Dengan cepat, ia melepaskan jaketnya dan mengenakannya kepada Shela, berusaha menghangatkan suasana yang kian mencekam. "Jadi, yang kutabrak hantu," batin Shaka, hatinya bergetar seperti daun kering tertiup angin.

"Mas sama Mbak ini, sepasang suami istri, ya?" tanya Nenek itu, dengan senyum polos yang menggelitik.

"Tidak!" seru mereka berdua berbarengan, terkejut seperti anak-anak yang ditangkap basah saat bermain petak umpet.

"Saya kira sudah menikah," ucap Nenek itu sambil manggut-manggut, seakan memperkuat bayang-bayang yang melingkupi mereka.

Shaka terdiam, sementara Shela meliriknya dengan tatapan penuh pertanyaan. Keduanya memutuskan untuk pulang, namun mobil mereka terhenti di sebuah restoran bintang lima, menanti untuk mengakhiri peperangan yang berkecamuk di perut mereka.

"Pergi!" teriak Shaka saat wajah Shela tiba-tiba berubah menjadi sosok menakutkan, seolah cahaya bulan menyelimuti wajahnya dengan bayangan gelap. Teriakannya mengguncang pengunjung restoran, menoleh penuh rasa ingin tahu.

"Dokter Shaka! Apa yang anda lakukan?" seru Shela, wajahnya berantakan dengan sisa-sisa makanan, seperti pelukis yang keasyikan mengecat hingga mengecap kanvasnya.

"She-Shela? Maaf, aku tidak bermaksud—"

"Sudahlah! Aku mau pulang!" ketus Shela, seperti petir menyambar di tengah malam, membuat Shaka hanya bisa pasrah dan mengikutinya pulang, rasa malunya menggantung di udara.

Sesampainya di depan rumah, Shaka melambaikan tangan kepada dokter muda yang akan menangani masalah kejiwaannya, seolah berharap bisa menghilangkan rasa bersalah yang melingkupi hatinya.

Namun, lambaian tersebut tak dihiraukan Shela. Matanya membesar seperti bulan purnama ketika melihat Shaka berjalan mundur ke belakang, tanpa menyadari bahaya yang mengintai.

"Awas!" teriak Shela, namun sayangnya Shaka sudah tercebur ke dalam got yang amat berbau busuk, seperti lubang hitam yang menghisap semua harapan.

"Dasar teledor," gumam Shela, suara kecilnya seperti bisikan angin di malam sunyi.

Beberapa waktu kemudian, Shaka berdiri dengan aroma got yang menyeruak dari bajunya, bak tanda pengingat akan kejadian memalukan yang baru saja dialaminya. Merasa malu, ia berlari terbirit-birit, meninggalkan Shela yang tertawa di ambang pintu rumahnya, tawa yang seakan menghapus semua ketegangan, menambah warna cerah dalam malam yang kelam.

1
marshmello
wagelaseh!
Kayla Callista
keren Thor
Wina Yuliani
kerennnnn bikin tegàng & bikin ikutan ngeden berasa mau lahiran lagi 🤗
Beatrix
cerita favoritku, cuma pengen terus membacanya thor!
Shinichi Kudo
Buatku melek sepanjang malam.
Desi Natalia
Pokoknya 10 of 10 banget deh, mantap author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!