"Punya mata nggak?" mengabaikan permintaan maafnya, orang itu malah membentak. Ia menatap Rahma benci. "Kalo punya tuh dipake baik-baik, jangan asal nabrak aja." Pemuda berwajah rupawan itu mendengkus keras, kesal tentunya. "Dasar aneh," ucapnya lagi.
Ridho Ahmad Wibowo dari awal sekolah sangat tidak suka dengan gadis bernama Rahma. Bahkan tak segan-segan membully walaupun gadis itu tidak salah apa-apa.
Namun, takdir berkata lain dimasa depan ia malah menikahi gadis itu dengan perjuangan yang tak mudah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WidiaWati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebahagian tak terduga
Flashback off
Ridho masih pasrah dengan keadaannya, ia tak melawan Doni sama sekali.
Pemuda itu menatap Rahma yang terus saja menangis.
"Ya allah apa mungkin hidup ku hanya sampai di sini. Aku ikhlas jika itu memang takdir ku, tapi ku mohon jangan biarkan dia menangis**," batin Ridho yang menahan sakit di sekujur badannya.
"Aku mohon ... sudah hentikan jangan pukuli dia lagi. Ridho jangan diam saja, jangan biarkan dia terus menyakitimu. Jangan pedulikan aku," teriak Rahma di isak tangisnya.
"Diam lo," bentak Doni yang tampak pusing melihat Rahma yang terus saja berteriak dan menangis.
Ia menghampiri Rahma yang masih terikat dan terduduk. Salah satu anak geng Ranjes yang juga teman Doni masih mengarahkan pisau ke arah Rahma.
Doni mengcengkramkan satu tangannya ke pipi Rahma. Sehingga membuat gadis itu mendongak. Lalu menampar gadis itu dengar sangat keras. Ada darah keluar dari sudut bibir gadis itu akibat tamparan Doni.
Ridho yang menyaksikan itu langsung bangkit. Ia berdiri perlahan mendekat ke arah Doni. Kakinya berhasil menendang kepala Doni lalu menendang tangan teman Doni hingga pisau di tangannya itu terpelanting jauh.
Dengan membabi buta ia terus menghajar Doni hingga kewalahan dan langsung pingsan.
Lalu berpindah pada teman Doni yang memegang pisau tadi. Serangan yang sama ia lakukan kepada teman Doni itu. Dengan waktu singkat teman Doni itu ambruk dan terkapar di lantai.
Ridho mendekati Rahma lalu membuka ikatan di tangannya dan di kakinya. "Lo nggak apa-apa?" tanyanya.
Gadis itu menggeleng dengan tangis yang masih terisak.
"Ayo kita pulang," ajak Ridho.
"Maafin aku," ucap Rahma yang masih menangis.
"Udah jangan minta maaf. Ini semua bukan salah lo. Ini terjadi karna kesalahan gue di masa lalu. Seharusnya gue yang minta maaf sama lo. Karna kesalahan gue lo juga ikut kena imbasnya," ujar Ridho yang merasa bersalah.
Ridho menyodorkan sapu tangan kepada Rahma. "Hapus air mata lo, gue akan lebih sakit lagi kalo liat lo nangis."
Rahma mengambil sapu tangan itu dan menghapus air matanya dengan sapu tangan itu.
"Ayo kita pulang," ajak Ridho lagi.
Rahma mengangguk dan akhirnya mereka pun pulang meninggalkan rumah tua itu.
Saat sampai di rumah Rahma mobil Ridho berhenti melaju.
"Rahma," panggil Ridho saat gadis itu hendak keluar dari mobil.
"Iya ada apa?" tanya Rahma.
"Apa itu sakit?" tanya Ridho menunjuk sudut bibir Rahma yang berdarah.
"Ini nggak sesakit apa yang kamu rasakan," ucap Rahma.
"Rahma apa lo menyukai gue?" tanya Ridho dengan penuh harap.
Rahma hanya diam, ia tak menjawab pertanyaan pemuda itu.
Ridho menyodorkan sebuah kotak kecil berisi cincin.
"Apa ini?" tanya Rahma bingung.
"Gue ingin melamar lo. Apa lo mau terima lamaran gue?" Ridho menatap gadis yang berada di sampingnya itu.
Rahma terlihat kaget. "Lamar?" tanyanya tak percaya.
"Hmmm." Ridho menganggukan kepalanya
"Ta-tapi." Rahma masih terlihat kurang percaya.
"Kenapa? Lo nggak mau ya? Gue tau kok gue bukan orang yang baik," ujar Ridho terlihat kecewa.
"Bu-kan itu."
"Lalu apa?"
"Kita kan masih sekolah," ucap Rahma.
"Gue cuma mau lamar lo aja sekarang. Kalo lo terima kita akan nikah setelah lulus," ungkap Ridho.
Rahma menghela nafasnya ia terlihat sangat gugup. Tangannya gemetar, tak menyangka juga kenapa harus secepat ini, pikirnya.
"A-aku terima," jawabnya kemudian.
"Benarkah?" tanya Ridho antusias, sudut bibirnya ia tarik membentuk sebuah senyum.
Rahma menganggukan kepalanya tanda mengiyakan pertanyaan pemuda itu.
"Terima kasih. Terima kasih banyak," ucap Ridho dengan mata yang berkaca-kaca. Ia terlihat sangat bahagia.
Rahma mengambil kontak cincin di tangan Ridho.
"Mau aku pakai kan di tangan mu?" tanya Ridho mengubah panggilannya terhadap gadis itu. Dia mencoba membiasakan diri untuk bicara lebih manis.
"Nggak usah. Lagian kita bukan muhrim kan. Aku saja yang memakainya sendiri." Rahma membuka kotak cincin itu dan memakai di jari manisnya.
Ridho tampak senang, akhirnya kebahagiannya akan datang sebentar lagi begitu pikirnya.
"Aku ke dalam dulu ya. Jangan lupa obati luka mu di rumah." Rahma membuka pintu mobil dan keluar dari mobil itu.
"Iya nanti aku obati di rumah," jawab Ridho tersenyum melihat gadis itu.
"Jangan lupa obati luka mu juga," sambung Ridho lagi lalu melajukan mobilnya menjauh dari rumah gadis itu.
Saat sampai di rumah Ridho masih terlihat senang. Ia telah mendapatkan sesuatu yang sangat berharga baginya. Kata alhamdulillah terus terucap di hatinya, tidak menyangka rencana allah sangat indah untuknya.
"Assalamu'alaikum," ucap Ridho saat masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikum salam." Bik Ira yang baru saja dari dapur menyaut.
"Aden itu muka Aden kenapa babak belur begitu?" tanya bik Ira menunjuk wajah anak majikannya itu.
"Oh ini. Nggak apa-apa kok, Bik. Tolong ambilkan kotak P3K ya, Bik," ucap Ridho.
"Baik Aden," jawab bik Ira. Ia pergi mencari kotak P3K.
Tak beberapa lama bik Ira kembali membawa kotak P3K yang diminta anak majikannya dan memberikannya kepada pemuda itu.
Ridho mengambil kontak itu lalu berkata, "Makasih, Bik. Aku ke atas dulu ya." Pemuda itu tampak tersenyum bahagia.
"Iya Aden."
"Si Aden atuh kenapa. Muka babak belur begitu kok malah senyum-senyum begitu," gumam bik Ira heran sambil menggeleng-geleng kepala.
Di kamar Ridho mencerminkan wajahnya lalu mengobati luka di wajahnya. Setelah itu mengobati luka di seluruh badannya.
"Luka ini nggak seberapa dibandingkan kebahagian gue hari ini," gumam Ridho sambil memperhatikan luka di seruluh tubuhnya. Terlihat banyak memar di sana.
"Ya allah terima kasih. Terima kasih untuk kebahagian yang engkau beri hari ini," ucap Ridho tersenyum.
"Mudah-mudahan gue bisa jadi orang yang lebih baik lagi," gumamnya lagi.
Lalu ia pergi ke kamar mandi dan setelah itu melaksanakan sholat magrib.
Di rumah Rahma ibunya terlihat kaget melihat sudut bibir sang putri ada darah yang sudah mengering.
"Rahma bibir kamu kenapa?" tanya bu Fatimah terlihat sangat khawatir.
"Dan kamu dari mana aja jam segini baru pulang?" tanya bu Fatimah lagi.
"Ini nggak apa-apa kok Bu." Rahma berlalu meninggalkan ibunya. Manghindari pertanyaan wanita paruh baya itu.
Di kamar Rahma juga mengobati luka di sudut bibirnya. Ia terlihat tersenyum di cermin.
"Terima kasih atas kebahagian hari ini ya allah," gumam Rahma menatap wajahnya di cermin kamarnya.
Kemudian ia menatap cincin pemberian Ridho. "Aku tak menyangka hal ini akan terjadi. Bagaimana mungkin orang yang dulu sangat membenci ku menyukai ku sekarang. Rasanya sangat mustahil, tapi mungkin tidak bagi allah."
Rahma berlalu pergi ke kamar mandi yang berada di dekat dapur. Membersihkan dirinya kemudian sholat magrib.
* * *
Jangan lupa like, komen, vote dan rate ya.
Terimakasih telah membaca😇