keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Makan berdua
Di tempat lain, Gus Zidan merasa cemas saat mendapat pesan dari dari pesantren yang memberitahukan bahwa Aza meminta izin keluar karena sakit. Beruntung pengurus pesantren tidak menyadari jika ia tengah berkirim pesan pada Gus Zidan karena gua Zidan mempunyai dua ponsel dengan nomor yang berbeda, satu untuk urusan pekerjaan dan satunya lagi khusus diketahui oleh orang-orang terdekatnya saja termasuk nomor yang diberikan kepada pesantren sebagai wali dari aza.
Ia segera bergegas menuju pintu, khawatir jika ada sesuatu yang tidak beres.
Ketika Gus Zidan membuka pintu, perasaan cemas yang tadi muncul sedikit hilang saat melihat Aza sudah berdiri di depan pintu.
"Aza!" serunya, tampak lega. "Kau baik-baik saja?"
Aza mengangguk, berusaha terlihat meyakinkan meski sebenarnya merasa sedikit bersalah. "Iya, Gus. Aku hanya ....."
"Kita ke dokter sekarang." sahut gua Zidan tanpa menunggu Aza menyelesiakan ucapanya. Tapi saat Aza hendak menjelaskan Gus Zidan sudah terlanjur bergegas.
Gus Zidan mengamati Aza setelah sampai di dalam mobil, "Seharusnya kalau sakit tidak usah jalan sendiri."
"Aku hanya..., tadi mau...,"
lagi-lagi belum sampai Aza menyelesiakan ucapannya m, Gus Zidan sudah lebih dulu memotongnya, "Kata ustadzah Fatimah kamu sakit perut? Sejak kapan?"
"Jadi ustadzah Fatimah menghubungi mu?" tanya Aza dengan cepat, rasa khawatir mulai menggelayut, ia khawatir jika ustadzah Fatimah mengetahui hubungan mereka.
"Jangan khawatir, tidak akan ada yang tahu kalau kita suami istri kalau tidak kamu sendiri yang mengatakannya."
Perasaan Aza seketika lega, ia berharap penghuni pesantren tidak tahu statusnya.
Tapi sekarang ia tengah bingung bagaimana menjelaskannya kada Gus Zidan jika dia tidak sakit, ia tidak mungkin ke rumah sakit, saat dokter memeriksanya ia pasti akan ketahuan. Aza menggigit bibir bawahnya merasa cemas.
Setelah mobil melaju beberapa menit, Aza dengan cepat meminta Gus Zidan untuk menghentikan mobil, ia tidak mau mereka sampai ke dokter.
Dengan nada sedikit ragu, ia berkata, "Gus, sebenarnya perutku hanya lapar." ucapnya beralasan.
Jika lapar juga sakit kan!? batinnya.
Gus Zidan mengerutkan keningnya tidak percaya, "Aza, kenapa tidak dari awal bilang kalau kau hanya lapar? Kamu sudah membuat orang lain cemas."
Senyum nakal muncul di wajah Aza, "Orang lain itu maksudnya Gus Zidan?" tanyanya sedikit menggoda, ia merasa menang.
Pertanyaan Aza membuat gua Zidan salah tingkah, "Kamu sudah membuat pada ustadzah cemas,"
"Ustadzah, atau ustadzah?" goda Aza lagi tapi kali ini Gus Zidan tidak mau menanggapi.
Tanpa banyak bicara lagi, Gus Zidan memutar balik mobil dan menghentikannya di sebuah kedai makan sederhana.
"Turunlah, kita bisa makan di sini," katanya sambil mengunci mobil.
Setelah masuk ke kedai, mereka duduk di meja yang dekat jendela. Aza langsung melihat-lihat menu, merasa senang bisa menikmati makanan yang tidak ada di pesantren.
"Boleh aku memilih lebih dari satu menu?" tanyanya dengan mata berbinar.
Gus Zidan tersenyum, "Pesan sesukamu, asalkan kamu habiskan."
"Siap!"
Akhirnya Aza memasang satu porsi nasi goreng lengkap dengan topingnya, satu porsi lalapan belut dan masih beberapa gorengan.
Setelah memesan, suasana mulai cair. Mereka berbincang ringan tentang kehidupan di pesantren, pengalaman Aza, dan rencana Gus Zidan untuk mengajar. Aza merasa lebih nyaman dan tenang, jauh dari beban hukuman dan tatapan santri lain.
Tak lama, makanan yang dipesan pun datang. Aza langsung mencicipi nasi goreng dengan lahap. "Ini enak sekali!" serunya dengan senyum lebar, membuat Gus Zidan ikut tersenyum melihat kebahagiaannya. "Ini jauh lebih baik dari makanan yang ada di hotel kemarin, porsinya lebih banyak, kalau begini kan aku bisa kenyang."
"Bicara setelah makan, jangan bicara sambil makan." ucap Gus Zidan menasehati membuat Aza terdiam dan mulai menikmati makanannya.
Gus Zidan sudah lebih dulu menghabiskan makanannya karena ia hanya memasang satu porsi nasi goreng, ia pun memilih menyadarkan punggungnya sambil mengamati Aza yang masih lahap makan, Aza tampak seperti beberapa hari tidak makan karena kadang masakan pesantren tidak sesuai dengan seleranya membuatnya lebih suka menahan lapar.
"Ingat, lain kali jangan berbohong soal kesehatanmu," Gus Zidan mengingatkan dengan nada tegas setelah Aza menyelesaikan makannya.
Aza hanya tertawa, merasa lucu dengan tingkahnya hari ini yang seperti kucing tengah mengintai ikan asin.
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....