Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Malam itu, udara terasa berat. Langit kelabu, tanpa satu pun bintang yang terlihat. Angin dingin berhembus kencang, seolah membawa firasat buruk bersama gemuruh langkah musuh yang semakin dekat. Di depan gerbang Sekte Nusantara, Zekki berdiri dengan tubuh tegap, tangannya terkepal, tatapannya tak teralih dari sosok-sosok hitam yang mendekat. Di dalam hatinya, ada rasa gelisah yang ia coba tutupi, tapi… entahlah, ada yang membuat malam ini terasa berbeda.
Di belakangnya, Fei Rong dan Mei Lin berdiri berjajar bersama murid-murid lainnya, berusaha menutupi rasa takut dengan tatapan tegas. Tapi jelas, mereka sama-sama gugup. Fei Rong bahkan terus menelan ludah, berusaha menenangkan detak jantungnya yang terasa berdentum kencang di dadanya. Sementara Mei Lin, meski wajahnya terlihat tenang, tangannya gemetar halus.
“Apa kalian siap?” tanya Zekki pelan, menoleh sekilas ke belakang.
Fei Rong mengangguk cepat, meski jelas dari matanya kalau dia takut. “Y-ya, Tuan Zekki… siap.” Suaranya terdengar agak bergetar, tapi dia berusaha terlihat tegar. Entahlah, kadang keberanian itu muncul karena nggak ada pilihan lain. Kalau dia lari sekarang, dia tahu dia nggak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.
Mei Lin juga mengangguk, meski tanpa sepatah kata. Matanya fokus ke arah musuh, dan meskipun wajahnya masih tampak ragu, tapi ada tekad di sana. Ia menggenggam pedangnya erat-erat, merasakan dinginnya logam di telapak tangannya seolah memberinya sedikit kekuatan.
Yuna melangkah maju, berdiri di samping Zekki, tatapannya tenang tapi tajam. Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Zekki dan memberikan anggukan kecil, seakan berkata, “Aku di sini. Aku siap.” Itu saja cukup bagi Zekki, cukup untuk memberinya keyakinan bahwa mereka tidak sendirian.
Di hadapan mereka, pasukan Sekte Langit Timur berhenti, membentuk barisan dengan disiplin yang tampak menakutkan. Di depan mereka, berdiri seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, dengan mata tajam penuh kebencian. Tatapan pria itu terfokus pada Zekki, seakan menantangnya secara langsung.
“Kau pikir sekte kecilmu bisa bertahan malam ini, Han Zekki?” tanya pria itu dengan suara dingin, penuh ejekan. “Sekte Langit Timur tidak akan membiarkan serangga seperti kalian mengganggu kekuasaan kami.”
Zekki menatapnya tanpa gentar, meski di dalam hati ada percikan amarah yang mulai membara. “Kau datang ke sini dengan seluruh pasukanmu hanya untuk sekte kecil ini? Sepertinya Sekte Langit Timur tidak sekuat yang kalian banggakan kalau sampai merasa terancam oleh kami.”
Pria itu mendengus, jelas tersinggung. “Mulutmu memang tajam, tapi kita lihat apakah keberanianmu bertahan setelah ini.” Ia melambai kepada pasukannya, memberi isyarat untuk maju.
Dan dalam sekejap, pertarungan pun dimulai. Para kultivator dari Sekte Langit Timur melesat maju dengan cepat, serangan mereka langsung mengarah ke murid-murid Sekte Nusantara.
Fei Rong berusaha menahan satu serangan dengan pedangnya, tapi serangan itu terlalu kuat. Dia terdorong mundur, hampir terjatuh, tapi Mei Lin dengan cepat melompat ke depan, menangkis serangan itu dengan pedangnya sendiri. Mereka bertukar pandang sejenak, Fei Rong merasa lega tapi juga sedikit malu.
“Fei, hati-hati! Ini bukan latihan!” Mei Lin berseru, suaranya tegas namun terdengar cemas.
“Iya, aku tahu!” balas Fei Rong, meski nada suaranya sedikit ketakutan. Dia berusaha berdiri tegak lagi, memfokuskan dirinya, tapi jelas dia kesulitan. Di kepalanya, perasaan takut dan panik bercampur aduk. Tapi dia tahu… kalau dia jatuh, kalau dia kalah, itu artinya akhir untuk sekte ini.
Li Shen, yang berdiri di sisi lain, melawan dua orang sekaligus. Wajahnya serius, tapi ada senyum tipis yang muncul setiap kali dia berhasil menangkis atau menghindari serangan lawan. Sesekali, dia melontarkan cemoohan yang membuat musuhnya marah, meski di dalam hatinya dia tahu bahwa ini adalah pertarungan hidup dan mati.
“Hei, kalian dari Sekte Langit Timur ini kurang makan, ya? Serangannya lembek banget!” cemooh Li Shen sambil tertawa kecil, meskipun dia hampir tersandung saat menghindari serangan berikutnya. Tapi itulah Li Shen—selalu mencoba membawa tawa, meskipun situasinya genting.
Di tengah-tengah pertarungan, Zekki berdiri melawan pemimpin pasukan Sekte Langit Timur. Tatapan mereka saling terkunci, penuh kebencian dan ketegangan yang hampir bisa dirasakan oleh siapa pun yang melihat. Pria itu mengeluarkan pedang panjang berwarna hitam dengan kilatan biru di tepinya, jelas merupakan senjata yang tidak biasa.
“Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan sekteku,” kata Zekki dengan nada rendah, penuh ancaman. Dia mengangkat tangannya, memfokuskan energi ke dalam telapak tangannya, siap menggunakan Void Slash.
Pria itu menyeringai, lalu maju dengan kecepatan tinggi, pedangnya terayun ke arah Zekki dengan kekuatan penuh. Zekki menghindar dengan lincah, lalu membalas dengan Void Slash, sebuah tebasan tak kasatmata yang melesat cepat ke arah pria itu. Tebasan itu hampir mengenainya, tapi pria itu berhasil menghindar di detik terakhir, meskipun tebasan itu menggores lengan bajunya.
“Hmph, tidak buruk,” gumam pria itu, sambil tersenyum sinis. “Tapi itu belum cukup untuk mengalahkanku.”
Pertarungan mereka berlanjut, sementara murid-murid Sekte Nusantara terus bertahan melawan pasukan musuh. Fei Rong dan Mei Lin kini bertarung berdampingan, saling melindungi punggung satu sama lain. Mereka sudah tak punya pilihan lain selain bertarung dengan segenap kemampuan yang mereka miliki.
Di tengah pertarungan, Fei Rong merasakan sesuatu yang tak biasa di dalam dirinya. Seakan ada energi yang terpendam, energi yang selama ini ia tidak sadari. Mungkin karena adrenalin atau keputusasaan, tapi dia bisa merasakannya… seperti kekuatan baru yang siap untuk ia gunakan.
“Apa ini…?” gumam Fei Rong pada dirinya sendiri, matanya melebar. Tangannya bergetar, tapi bukan karena takut. Ini… ini sesuatu yang lain. Dia merasa lebih kuat, lebih cepat, seolah seluruh tubuhnya penuh energi.
Mei Lin yang berada di sampingnya menoleh, menyadari perubahan pada ekspresi Fei Rong. “Fei… kamu nggak apa-apa?”
Fei Rong mengangguk, tersenyum penuh semangat. “Aku… aku nggak tahu, Mei. Tapi rasanya… rasanya aku lebih kuat sekarang!”
Tanpa menunggu jawaban, Fei Rong melompat maju, menghadapi musuh dengan keberanian yang baru. Dia melancarkan serangan demi serangan, lebih cepat dan lebih kuat dari sebelumnya, membuat lawannya kewalahan. Mei Lin, yang melihat perubahan itu, hanya bisa tertegun, tapi dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia mengikuti Fei Rong, menyerang musuh yang lain dengan kekuatan yang tersisa.
Di tempat lain, Yuna berjuang untuk mempertahankan dirinya dan beberapa murid yang lebih muda. Ia menggunakan kekuatan penyembuhannya untuk membantu mereka yang terluka, meskipun itu membuatnya rentan terhadap serangan.
Tiba-tiba, seorang kultivator dari Sekte Langit Timur menyerangnya dari samping, tapi Zekki melihatnya dari kejauhan. Dengan cepat, dia mengaktifkan Teleportasi, muncul tepat di depan Yuna dan menangkis serangan itu. Zekki mengerahkan seluruh kekuatannya, menendang musuh itu hingga terlempar jauh.
“Yuna, hati-hati!” seru Zekki, napasnya memburu. “Jangan terlalu fokus membantu yang lain sampai melupakan dirimu sendiri.”
Yuna tersenyum lemah, menunduk sedikit, merasa bersalah. “Maaf, Zekki… aku hanya tidak ingin mereka terluka lebih parah.”
Zekki menatap Yuna dengan lembut, lalu mengangguk. “Aku tahu, tapi kita harus tetap bertahan. Aku butuh kamu tetap kuat di sini.”
Yuna mengangguk, wajahnya kembali serius. “Aku akan lebih berhati-hati.”
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan