Vivian, kelinci percobaan dari sebuah lembaga penelitian, kembali pada satu bulan sebelum terjadinya bencana akhir zaman.
selama 8 tahun berada di akhir zaman.
Vivian sudah puas melihat kebusukan sifat manusia yang terkadang lebih buas dari binatang buas itu sendiri.
setidaknya, binatang buas tidak akan memakan anak-anak mereka sendiri.
.
.
bagaimana kisah Vivian memulai perjalanan akhir zaman sambil membalaskan dendamnya?
.
jika suka yuk ikuti terus kisah ini.
terimakasih... 🙏🙏☺️😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roditya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34.
"Vivi ..." Kris dengan semangat berlari menuju ke arah kamar Vivian.
Cklek
Vivian keluar dari kamarnya dengan pakaian lengkap.
Kecewa. "Aku kira, kamu belum bangun ..." Kris menurunkan kedua bahunya ke bawah dengan lesu. Ia gagal lagi membangunkan Vivian.
Vivian mengangkat sebelah alisnya ke atas dengan heran. "Ada apa denganmu?."
"Tak apa." Jawab Kris lesu.
.
"Kalian sudah datang?" Peter meletakkan hidangan terakhir di atas meja.
Melepaskan apron dan menaruhnya di gantungan. "Cobalah. Aku sengaja memasakkan makanan kesukaanmu." Peter mendorong piring berisi tumis kentang parut di hadapan Vivian.
"Aku juga mau!" Kris mengambil kentang parut yang disuguhkan Peter ke arah Vivian.
Hup.
Kris mengernyitkan dahi kala sesendok kentang tumis mendarat di mulutnya.
"Kris, seingat ku, kamu tidak menyukai kentang, kan?" Peter bertanya dengan curiga. Ia selalu merasa, Kris selalu mencari gara-gara kepadanya.
"Kapan aku bilang tidak menyukai kentang." Kris tetap kukuh menolak untuk mengakuinya.
Pfff
Vivian menahan tawa kala melihat raut wajah Kris yang sengsara akibat memakan makanan yang tidak ia sukai.
"Minumlah," mendorong minuman ke arah Kris. "Jangan memaksakan diri untuk sesuatu yang tidak kamu sukai." Vivian menggelengkan kepalanya merasa lucu.
"Aku menyukainya, sungguh." Kris berusaha memasang ekspresi yang sangat meyakinkan. Tapi tentu saja usahanya tersebut gagal. Dikhianati oleh ekspresinya sendiri.
Menarik kentang kembali ke hadapannya, "Sudahlah, kamu makan ikan saja. Kentang ini, untukku." Vivian lalu menyendok kan kentang ke dalam mulutnya.
Sementara itu, suasana di apartemen William tidak terlalu bagus.
"Will. Tolong terimalah aku tinggal di dalam apartemen mu. Saudara dan sepupu mengusirku dari rumah, aku tidak tahu lagi harus pergi ke mana. Hanya Kamu satu-satunya pria baik yang aku kenal di apartemen ini." Rose memohon kepada William agar memperbolehkannya tinggal di apartemen pria tersebut.
"Bukannya aku tidak ingin menampung mu, hanya saja ..." Peter memandang ke arah janda dan anaknya yang tengah menatap dirinya sendiri dengan tatapan memohon.
"Tapi ... aku ... aku mengerti. Maaf, karena sudah merepotkan mu dengan permintaanku yang tidak masuk akal." Rose beranjak keluar dari apartemen William dengan ekspresi sedih. Saat ini, ia benar-benar diusir oleh keluarganya sendiri karena pertemuannya dengan suami jahatnya di markas milik Tiger dan keengganan Vivian mengajaknya keluar untuk mencari makanan.
"Tunggu!" merasa kasihan, William akhirnya tidak tega membiarkan Rose pergi keluar sendirian di tengah cuaca ekstrem seperti saat ini.
"Aku bisa membiarkanmu tinggal bersama mereka. Dengan syarat, kamu juga melakukan pekerjaan di dalam rumah ini, bagaimana, apakah kamu mau?"
"Benarkah?" Rose memandang William dengan tatapan berbinar. "Terimakasih, Will. Aku sangat senang kamu masih bersedia menerima orang sepertiku." sangking senangnya, Rose memberikan pelukan kepada William untuk mengungkapkan rasa bahagianya.
"Aku tidak setuju!!" janda dengan satu anak tersebut meraih William dari pelukan Rose dengan kasar.
"Siapa kamu, tiba-tiba datang dan ingin mengungsi di sini. Aku yang lebih dulu tinggal bersama pria ini. Berhentilah bermimpi untuk memanfaatkan orang lain." Janda itu marah dengan Rose yang kemungkinan akan mengancam keberadaannya di dalam rumah William.
"Berhentilah bertengkar! Kalian berdua bisa tinggal disini asal membantuku dalam pekerjaan rumah yang tidak bisa aku dan ayahku lakukan. Jika ada salah satu di antara kalian yang tidak setuju dengan peraturanku, kalian bisa angkat kaki dari sini!" Perkataan final William, akhirnya dapat menenangkan kedua perempuan itu.
.
"Biar aku yang mencuci piring," Kris berjalan menuju wastafel dengan setumpuk piring kotor di tangannya.
"Ingin aku bantu?" Peter menawarkan diri untuk membantu Kris yang langsung ditolak oleh pria tersebut dengan alasan kesehatan.
"Biarkan saja dia mencuci piring. Sebagai laki-laki, dia mesti harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah juga." Vivian berdiri dari kursi makan dan berjalan perlahan menuju ruang tamu.
"Jadi, apa yang ingin kamu katakan kepada kami." Peter duduk di sebrang Vivian karena kursi yang ada di sebelah wanita itu sudah dipesan oleh Kris yang sedang mencuci piring.
"Kita akan pergi dari sini dalam satu Minggu." Ucap Vivian dengan tegas.
"Satu minggu, tapi ... Cuacanya." Peter memandang Vivian, ragu.
"Dalam dua hari, salju akan mencair. Tiga hari kemudian, kita sudah bisa melewati jalanan yang terendam oleh banjir sebelumnya." Vivian keceplosan membocorkan berita tersebut kepada Peter.
"Dari mana kamu tahu bahwa dalam 5 hari jalanan sudah bisa digunakan kembali. Banjir sebelumnya bahkan sudah dibekukan oleh salju dan merendam 15 lantai, apakah akan bersih hanya dalam waktu 5 hari?." Peter menatap Vivian dengan curiga. Pasalnya, dari mana perempuan itu tahu bahwa semua itu akan terjadi hanya dalam waktu 5 hari.
Seolah, ia telah mengalami hal tersebut sendiri sehingga membuatnya sangat yakin akan hal tersebut.
"Bukankah Vivi memiliki kekuatan es. Tentu saja dia dapat merasakan perubahan suhu yang semakin hari semakin memanas. Sekarang, Aku bahkan mulai merasa sedikit nyaman." Kris buru-buru memberikan alasan agar Peter tidak mencurigai Vivian yang notabenya memiliki mimpi tentang bencana yang tengah terjadi saat ini.
Namun, pembelaan Kris yang terasa seperti dipaksakan justru membuat Peter semakin curiga dengan keduanya.
"Lupakan. Aku tidak akan menanyakan dari mana kamu mengetahui hal tersebut. Jika memang apa yang kamu katakan benar, maka, pemerintah pasti akan segera membentuk pangkalan untuk menampung para korban yang selamat. Jika hal itu terjadi, apa yang akan kalian lakukan selanjutnya." ucap Peter sambil memandang Vivian dan Kris
"Pertama, aku akan memasuki pangkalan yang ada di kota ini. Kamu sendiri, apa rencanamu."
"Vivi, apakah kamu tidak akan mengikuti ku ke pangkalan Utara?" Tanya Kris ketika mendengar bahwa Vivian tidak akan pergi ke pangkalan Utara.
Memandang ke arah Kris, "Ada yang ingin Aku selesaikan sebelum menuju pangkalan Utara." ucap Vivian.
"Kalian akan menuju Utara?"
"Benar. Kamu sendiri, apa yang kamu rencanakan." Tanya Vivian.
"Aku akan mencari rekan-rekanku ke arah barat daya. Kemarin, saat kita bertemu dengan paman Andi, dia memberitahuku bahwa semua rekan seperjuangan ku sekarang juga sudah mengundurkan diri dari militer dan menetap di barat daya." Peter merebahkan dirinya di sofa mencari posisi yang lebih nyaman untuk tidur.
"Pergilah ke kamar tamu. Kamu bisa menggunakannya hingga kondisimu benar-benar pulih." Ucap Kris sambil berdiri dan bersiap menuju kamarnya untuk beristirahat.
Cuaca saat ini memang sangat enak untuk bergumul dengan selimut tebal.
Nanti repot bawa pulangnya Nek
aku juga pengen hehe...
pengen juga punya ruang hehe
author juga terimakasih atas dukungannya 😊