Samuel, pria berusia 38 tahun, memilih hidup melajang bertahun-tahun hanya demi satu tujuan—menjadikan Angelina, gadis 19 tahun yang selama ini ia nantikan, sebagai pendamping hidupnya. Setelah lama menunggu, kini waktu yang dinantikannya tiba. Namun, harapan Samuel hancur saat Angelina menolak cintanya mentah-mentah, merasa Samuel terlalu tua baginya. Tak terima dengan penolakan itu, Samuel mengambil jalan pintas. Diam-diam, ia menyogok orang tua Angelina untuk menikahkannya dengan paksa pada gadis itu. Kini, Angelina terperangkap dalam pernikahan yang tak diinginkannya, sementara Samuel terus berusaha memenangkan hatinya dengan segala cara. Tapi, dapatkah cinta tumbuh dari paksaaan, atau justru perasaan Angelina akan tetap beku terhadap Samuel selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Rinn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
siapa wanita itu?
Pagi itu, saat Samuel sedang berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba ia melihat seorang wanita paruh baya berdiri di depan rumah sambil membawa koper. Samuel menghentikan langkahnya, menatap wanita itu dengan sedikit bingung.
"Maaf? Anda siapa, ya?" tanyanya sopan.
Wanita itu tersenyum, lalu menjawab, "Tuan Samuel, apakah Anda yang memposting di media sosial tentang mencari seorang pembantu?"
Samuel sedikit terkejut mendengar pertanyaan wanita itu. Ia kemudian mengangguk, menyadari bahwa ia memang memposting lowongan untuk seorang pembantu kemarin sore. Namun, sebelum ia memberikan jawaban lebih lanjut, ia teringat bahwa istrinya, Angelina, sedang hamil.
"Oh, iya," kata Samuel dengan hati-hati. "Sebenarnya, istri saya sedang hamil muda, jadi saya ingin mencari pembantu yang bisa membantu meringankan tugas-tugas rumah tangga."
Wanita itu mengangguk paham. "Tentu, Tuan. Saya siap membantu."
Samuel berpikir sejenak, lalu melanjutkan, "Tapi sebelum Anda mulai bekerja, saya ingin memastikan semuanya nyaman bagi istri saya. Sebaiknya, saya bicarakan dulu dengan dia."
Wanita itu tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja, Tuan. Saya mengerti."
Samuel memberi isyarat untuk masuk, membiarkan wanita itu menunggu di samping rumah sementara ia masuk untuk memberi tahu Angelina.
"Angelina sayang, istriku," panggil Samuel lembut.
Angelina yang sedang sibuk di dapur segera mendekat, senyumnya terlihat manis. "Ada apa, Samuel?" tanyanya, penasaran dengan panggilan suaminya.
Samuel menghela napas pelan, lalu menatapnya dengan serius. "Ada yang ingin kutanyakan padamu, sayang."
Angelina mengerutkan dahi sedikit. "Apa itu?"
Samuel menatapnya dalam-dalam. "Kau tahu kan, sekarang kau hamil, aku ingin kau lebih banyak beristirahat. Jadi, aku berpikir untuk mencari pembantu agar kau tidak kelelahan."
Angelina sedikit terkejut, namun senyum terukir di wajahnya. "Terima kasih, Samuel. Itu perhatian yang sangat baik darimu."
"Tapi, aku ingin memastikan bahwa kau merasa nyaman dengan keputusan ini," Samuel melanjutkan, menggapai tangan Angelina. "Jadi, aku ingin mengenalkanmu pada pembantu yang kuundang ke rumah kita."
Angelina mengangguk pelan, merasa dihargai dengan perhatian Samuel yang begitu besar. "Tentu, aku akan bertemu dengannya."
Dengan itu, Samuel mengarahkan Angelina untuk bertemu dengan wanita paruh baya yang sedang menunggu di ruang tamu.
Wanita paruh baya itu berdiri dan tersenyum hangat begitu Angelina dan Samuel mendekat. Ia membungkuk sopan sebelum memperkenalkan dirinya.
"Selamat pagi, Tuan dan Nyonya. Nama saya Bu Ningsih," ucapnya dengan suara lembut. "Saya mendengar Tuan Samuel membutuhkan bantuan di rumah. Jika Nyonya berkenan, saya siap membantu menjaga kebersihan rumah dan memastikan semuanya berjalan lancar."
Angelina tersenyum, merasa nyaman dengan kerendahan hati dan keramahan wanita di depannya. "Senang bertemu dengan Ibu, Bu Ningsih," balasnya ramah. "Terima kasih sudah datang kemari. Kami memang membutuhkan sedikit bantuan, terutama karena saya sedang hamil muda."
Bu Ningsih mengangguk mengerti, wajahnya menampakkan simpati. "Oh, selamat, Nyonya. Jangan khawatir, saya akan berusaha sebaik mungkin agar Nyonya bisa beristirahat dengan tenang."
Samuel mengangguk puas melihat interaksi keduanya. "Baiklah, Bu Ningsih. Kami senang bisa bekerja sama dengan Anda. Kalau ada yang dibutuhkan, jangan ragu untuk memberi tahu."
Bu Ningsih mengangguk dengan senyum yang penuh pengertian. "Tentu, Tuan Samuel, Nyonya Angelina. Saya berterima kasih atas kepercayaan ini."
Angelina memandang Samuel, matanya penuh kehangatan. Ia merasa sangat dihargai dan diperhatikan. Dengan bantuan Bu Ningsih, ia yakin akan merasa lebih tenang menjalani kehamilannya.
"Kalau gitu, aku pergi bekerja dulu, ya sayangku," ucap Samuel mengecup dahi Angelina dengan lembut sebelum menatap Bu Ningsih dengan penuh harap.
"Tolong pastikan istriku tidak kelelahan dan jangan terlalu banyak bergerak. Dia butuh istirahat yang cukup."
Bu Ningsih mengangguk mantap. "Tenang saja, Tuan Samuel. Saya akan menjaga Nyonya dengan baik."
***
Aldrich sedang duduk di ruang kantornya, menatap keluar jendela gedung yang tinggi. Tiba-tiba, pintu terbuka dan sekretarisnya masuk dengan wajah serius.
"Maaf, Tuan, ada yang ingin bertemu dengan Anda."
Aldrich mengangkat alisnya, sedikit terkejut. "Siapa dia?"
"Seorang wanita, Tuan."
Aldrich merasa bingung dan sedikit penasaran. Ia tidak merasa pernah menjadwalkan pertemuan dengan wanita manapun hari ini. Namun, rasa ingin tahunya membuatnya menjawab, "Bawa dia masuk."
Sekretarisnya mengangguk dan keluar dari ruangan. Beberapa menit kemudian, seorang wanita dengan rambut coklat panjang dan gaun merah pendek yang seksi masuk ke dalam kantor. Suaranya yang familiar terdengar.
"Sudah lama tidak bertemu denganmu." ucap wanita tersebut.
Aldrich terbelalak, matanya membesar seketika saat mengenali wanita itu. "D-dia?"
***
Angelina kembali ke gudang dengan rasa penasaran yang menggelisahkan. Ia mencari-cari bingkai foto yang kemarin belum sempat ia lihat. Matanya tertuju pada beberapa barang yang berserakan, tetapi bingkai foto itu tetap tidak ditemukan.
"Dimana aku menyimpannya ya? Perasaan aku belum pernah membersihkan tempat ini," gumamnya dengan sedikit bingung.
Tiba-tiba, suara Ningsih terdengar di belakangnya, "Nyonya Angelina, Anda sedang apa?"
Angelina terkejut dan menoleh. "Oh, Bibi," jawabnya dengan senyum, merasa sedikit malu karena sedang terburu-buru mencari sesuatu. Saat itu, ia teringat bahwa ia baru saja memutuskan untuk memanggil Ningsih dengan sebutan 'Bibi' beberapa jam lalu.
"Aku... aku hanya mencari sesuatu," jawab Angelina sambil menghela napas. Lalu, dengan ragu, ia melanjutkan, "Apa kau melihat bingkai foto yang tampilannya sedikit usang? Aku merasa melihatnya kemarin di sini."
Ningsih mengerutkan kening sejenak sebelum menjawab, "Bingkai foto yang seperti itu? Aku rasa belum melihatnya, Nyonya. Mungkin bisa jadi terselip di antara barang-barang lain di sini."
Angelina menatap Ningsih dengan harapan. "Bisa jadi, apa kau bisa bantu aku carikan?"
Ningsih mengangguk dengan senyum kecil. "Tentu, Nyonya. Saya akan bantu mencarikannya."
Dengan cepat, Ningsih mulai memeriksa setiap sudut gudang, memindahkan beberapa barang yang terlihat menumpuk. Angelina mengikuti dari belakang, matanya tetap mencari-cari di antara tumpukan barang lama yang terlupakan.
"Terima kasih, Bibi," ujar Angelina dengan penuh rasa terima kasih, meski dalam hatinya ia masih merasa ada sesuatu yang ganjil mengenai bingkai foto itu.
Setelah beberapa menit mencari, Ningsih akhirnya menemukan bingkai foto yang dimaksud. Ia mengangkatnya dengan hati-hati dan melangkah mendekat kepada Angelina.
"Nyonya, apa ini yang anda maksud?" tanya Ningsih, sambil menyerahkan bingkai foto tersebut.
Angelina mengambil bingkai itu dengan tangan gemetar. Foto yang ada di dalamnya sedikit memudar, namun masih bisa terlihat jelas. Itu adalah foto lama Samuel, namun kali ini ia tidak sendirian. Di sampingnya, ada seorang wanita yang tampak akrab—wanita yang sepertinya sangat penting dalam hidup Samuel.
Angelina menatap foto itu, matanya melebar, perasaan campur aduk mulai menghampiri. "Siapa dia?" pikirnya dalam hati.