Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*17
"Pak tua. Tuan muda ke mana? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?"
"Dokter Resta, tuan muda pergi ke kantor beberapa menit yang lalu."
"Apa?"
"Lah, kok dibiarkan sih, pak tua? Kondisi tubuh tuan muda masih tidak baik-baik saja. Masih belum bisa pergi ke mana-mana."
"Hm, dokter Resta juga tahu seperti apa keras kepalanya tuan muda, bukan? Mana bisa kami cegah saat tuan muda sudah mengambil keputusan."
"Aduh .... "
Resta terlihat sangat cemas. Pak tua pun langsung terpikirkan satu ide yang baginya cukup baik untuk Ricky.
"Dokter Resta. Bagaimana kalau dokter nyusul tuan muda ke kantor? Mungkin, dokter bisa menjaganya di sana."
Resta terdiam beberapa saat sambil melihat ke arah pak tua. Beberapa saat kemudian, dia langsung menyetujui perkataan pak tua dengan hati yang sangat bahagia. Namun, tentu saja wanita itu tidak akan memperlihatkan apa yang saat ini sedang dia rasakan secara langsung.
"Apa ... gak papa kalau aku datang ke sana, pak tua? Apa tuan muda tidak akan keberatan?"
"Saya rasa tidak, dokter. Karena dokter Resta datang semata-mata karena mencemaskan keadaan tuan muda, bukan?"
Resta mengangguk pelan.
"Baiklah. Aku ke sana sekarang, pak tua."
"Iya, dokter. Hati-hati di jalan."
Si dokter melengang dengan sangat bahagia. Tujuannya adalah ke kantor Amerta grup untuk bertemu Ricky. Dia ke sana bukan hanya untuk merawat Ricky dengan baik. Tapi, juga untuk tetap berada di samping Ricky. Karena hatinya yang sangat ingin memiliki pria tersebut sangat tidak ingin berjauhan dengan si pria.
"Satu persatu orang yang ada di sekitar Ricky akan aku buat mendukung diriku untuk bersama dengan Ricky. Dengan cara ini, usaha ku untuk menjadi istri tuan muda Amerta akan berjalan dengan lancar," ucap Resta sesat setelah mobil dia jalankan.
Sementara itu, di sisi lain, Ricky sedang menahan rasa tidak nyaman pada ulu hatinya. Bekas pukulan Melia terasa kembali nyeri. Barusan, dia terlalu bersemangat untuk menyelesaikan masalah. Tanpa dia pikirkan bagaimana kondisi tubuhnya saat ini. Jadinya, sekarang, barulah dia merasakan rasa sakit yang terlalu kuat pada bagian tubuhnya yang sudah terluka.
"Tuan muda."
Lagi, Fendi datang tanpa mengetuk pintu. Agaknya, hal itu adalah kebiasan baru buat Fendi. Datang dengan tergesa-gesa, lalu, tidak lagi mengetuk pintu saat ingin masuk ke ruang kerja Ricky. Hal itu tentu membuat Ricky gusar.
"Ada apa lagi, Fendi?"
"Ya Tuhan apakah kamu lupa untuk mengetuk pintu terlebih dahulu? Bisakah kamu hargai aku yang ada di dalam ruangan ini sedikit saja?"
"Anu, maaf tuan muda. Saya ... lupa. Habisnya, buru-buru."
"Hm. Katakan, apa yang ingin kamu sampaikan."
"Ini soal-- "
"Tuan muda, wajah anda sangat pucat. Apa anda sakit sekarang?"
"Tidak. Aku baik-baik saja."
"Bagaimana mungkin? Wajah anda sangat pucat, tuan muda. Pasti ini karena luka dalam yang anda derita."
"Ayo ke rumah sakit sekarang juga, tuan muda."
Panik Fendi.
Tangan kanan itu memang sangat perhatian. Selalu sigap dalam menanggapi apapun yang terjadi pada Ricky. Karenanya, Ricky sangat mempercayai juga menghargai Fendi sebagai asisten pribadi.
"Aku baik-baik saja, Fendi. Tidak perlu ke rumah sakit."
"Bagaimana kalau pulang saja, tuan muda. Anda harus istirahat dengan baik di rumah."
"Aku-- "
Belum sempat Ricky menyelesaikan ucapannya, pintu ruang kerja itu langsung terdengar ketukan. Dua kali ketukan, Fendi langsung membukanya. Resta pun langsung terlihat dari pintu yang baru saja Fendi buka.
"Dokter Resta. Kebetulan sekali, tuan muda sedang tidak baik-baik saja. Anda datang tepat waktu, Dok."
"Apa? Apa yang terjadi dengan tuan muda?"
Tanpa menunggu Fendi menjelaskan, Resta langsung menerobos masuk. Sebagai dokter profesional, Resta langsung memeriksa Ricky dengan telaten.
"Apa yang terjadi, dokter?"
"Aku baik-baik saja," ucap Ricky cepat.
"Tidak. Luka dalamnya memburuk. Kita harus membawanya pulang sekarang juga."
"Setidaknya, di rumah aku punya banyak peralatan medis untuk meringankan rasa sakit yang tuan muda derita sekarang. Dan lagi, tuan muda memang butuh istirahat total sampai luka itu benar-benar pulih."
"Sudah aku katakan, aku baik-baik saja. Kalian tidak perlu cemas. Tubuhku, aku yang tahu."
"Jangan begitu, tuan muda. Jika anda sakit, dia yang membuat anda bahagia akan sedih."
"Dia?" Mata Ricky langsung berbinar. Meski dia tahu kalau Fendi hanya ingin menghiburnya. Tapi, hiburan itu cukup membuat hatinya merasa hangat. "Ah. Tapi aku yakin kalau dia tidak akan pernah merasa sedih kalau aku sakit. Bahkan mungkin, dia akan bahagia jika aku sakit, Fendi."
"Tuan muda tidak akan tahu apa yang dia rasakan, bukan? Ya ... meski, saya juga tidak tahu sih. Tapi setidaknya, perjuangan harus dilakukan, tuan muda. Anda harus baik-baik saja agar anda bisa berjuang untuk memperbaiki kesalahan."
Sadar akan kata-kata yang dia ucapkan mungkin salah. Bahkan sangat beresiko membuat amarah Ricky bangkit, Fendi langsung memperbaiki ucapannya dengan cepat.
"Anu, maksud saya .... "
Namun, tanggapan Ricky malah membuat Fendi tercengang. Bahkan, Resta langsung membulatkan matanya dengan sempurna. Fendi pikir, kata-katanya yang baru saja dia ucapkan itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Bagaimana bisa dia berucap kalau Ricky harus memperbaiki kesalahan? Padahal, dia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi dengan masa lalu Ricky.
Awalnya, Fendi pikir, dia akan kena amukan macam setelah dirinya mengatakan kalau Ricky harus berusaha memperbaiki kesalahan. Tapi ternyata, Ricky malah bersikap tenang. Bahkan, antusias menjawab kata-kata yang tadinya Fendi pikir itu adalah kesalahan besar.
"Kamu benar, Fendi." Ricky berucap sambil menganggukkan kepalanya pelan.
"Ya. Kamu sangat benar. Bicara mu tepat. Aku memang harus berusaha memperbaiki kesalahan."
"Hm, ayo pulang sekarang."
Itu dua manusia yang ada di ruangan tersebut tentu saja di serang perasaan bingung. Keduanya sama-sama terpaku dan melonggo. Tuan muda yang sulit di tegak, ternyata punya sifat dan sisi lain juga. Sisi aneh yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh mereka berdua.
"Apa lagi yang kalian tunggu? Ayo bergerak!"
"Ha? Iy-- iya, tuan muda. A-- ayo!" Fendi berucap gelagapan.
Sementara Resta hanya diam saja. Rasa terkejut dalam hatinya lebih kecil dari pada rasa gundah. Rasa penasaran dan sangat ingin tahu sedang memenuhi hati.
Dia. Siapa yang di maksud dengan kata dia? Manusia itu lelaki atau perempuan? Tapi, jika dilihat dari raut wajah Ricky, Resta bisa menyimpulkan kalau dia yang Fendi maksud adalah perempuan. Karena hanya seorang perempuan lah yang mungkin akan bisa meruntuhkan hati lawan jenisnya.
Ketika baru beranjak beberapa langkah, Resta langsung menarik tangan Fendi. Sontak, langkah kaki Fendi langsung tertahan dengan cepat.
"Ya, dokter. Ada apa?"
"Fendi. Apa yang terjadi dengan tuan muda sekarang? Kenapa dia mendadak bersikap berbeda dari yang biasanya?"
"Dia itu siapa?"
Fendi melihat Resta dengan tatapan lekat.
"Anu, sulit untuk saya jelaskan, dokter. Siapa dia itu, saya juga masih belum tahu sih siapa orang nya. Hanya saja, dia yang saya maksudkan pasti seseorang yang sangat berarti bagi tuan muda. Lihat saja ekspresinya tadi, bukan?"
🌹 dulu... nanti lanjut lagi