Kejadian di toko bunga sore itu menorehkan luka yang dalam di hati Alisa.
Erwin, duda kaya raya yang merupakan pelanggan setianya, tega merenggut mahkota kebanggaannya dengan paksa.
Dendam dan kebencian meliputi Alisa.
Berbeda dengan Erwin, dia justru menyesali perbuatannya.
Berawal dari rasa frustasi karena di vonis mandul oleh dokter. dia khilaf dan ingin membuktikan pada dunia kalau hal itu tidaklah benar.
Sayangnya.. pembuktian itu dia lakukan pada Alisa, gadis belia yang sepantasnya menjadi putrinya.Penyesalannya berubah simpati saat mengetahui Alisa bisa hamil karena perbuatannya. dia meminta Alisa mempertahankan benihnya itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk mendapatkan maaf Alisa, ibu dari calon anaknya. Mampukah Erwin mendapatkan maaf dari Alisa? kita ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Alisa menceritakan semua yang telah terjadi kepada Adit.
"Dengan sangat terpaksa aku harus meninggalkan rumah itu termasuk Om Erwin.
Adit menatap iba pada gadis itu.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa, sayang. tapi aku janji akan selalu ada kapanpun kau butuh bantuanku. Aku akan selalu mendukungmu. Jangan takut, kau tidak sendiri lagi." ucap Adit dengan tatapan tulus.
Alisa berterimakasih karena Adit sudah ada di saat yang dia butuhkan.
Setelah itu mereka masuk dan menanyakan perkembangan pencarian Langit kepada seorang anggota polisi.
Sudah lewat dari 12 jam sejak Langit menghilang. tapi pencarian belum juga menghasilkan petunjuk apapun. Alisa kesal karena melihat para polisi itu terkesan santai.
Walaupun dia tau prosedur polisi akan menanggapi laporan kehilangan setelah dua puluh empat jam. tak urung ia menggerutu juga. Hanya karena pengaruh Erwin lah maka mereka mau bergerak.
Mungkin karena itulah pula pencarian tidak optimal.
"Tenang lah, Langit pasti di temukan kok..." Adit menggenggam tangannya erat saat melihat wajah Alisa yang gelisah.
Sebenarnya Alisa sedikit risih, tapi ia juga tidak mau ribut dengan mempermasalahkan perlakuan Adit kepadanya.
Tanpa di duga, Erwin keluar dari salah satu ruangan sambil memegang sebuah berkas.
wajahnya terlihat serius. Dia melangkah cepat seperti sedang buru-buru.
Hal itu mengundang tanya dalam benak Alisa. "Ada apa sebenarnya, apakah ada hubungan nya dengan Langit?" ucapnya dalam hati.
Alisa menghela nafas panjang.
Alamat akan perang besar kalau Erwin sampai melihat Adit bersamanya.
Terlambat, semula dia ingin membawa Adit. menghindar agar tidak ada kesalah pahaman di antara mereka. tapi Erwin keburu melihat kearah mereka.
Rahangnya menegang saat melihat Alisa bersama Adit disana. Ia menghentikan langkahnya.
Tak ada satu katapun yang keluar dari mulutnya, Hanya tatapan datar dari pria itu cukup menjelaskan gambaran perasaannya saat itu.
Bukannya membuat keadaannya tenang, Adit justru membuat suasana makin tegang dengan lebih erat menggenggam tangannya sambil berkata,
"Tenanglah, kau jangan takut.. Ada aku bersamamu."
Tak ayal Erwin mendengus kesal.
"Apa kau tidak bisa lebih bersabar sedikit? Langit belum ada kabarnya, apa naluri ke ibu-anmu sudah hilang?"
Erwin berkata sambil menatap Alisa. Setelah itu dia langsung melangkah tanpa menoleh lagi.
Wajah Alisa seketika memerah, ia merasa tertampar oleh sindiran Erwin.
"Semua juga tau kalau Langit belum di temukan, memangnya apa yang aku lakukan?" sungutnya gusar.
Tapi sesaat dia menyadari sesuatu yang salah yang mungkin penyebab Erwin mengatakan itu.
Tangan Adit masih memegang nya dengan erat. Sontak dia melepaskannya.
"Maaf....!" ucap Adit pelan.
"Sebentar, ya Dit." Alisa berlari mengejar Erwin tanpa perduli teriakan Adit yang mencegahnya.
'Om, tunggu dulu..!"
Saat itu Erwin hendak masuk kedalam mobilnya dengan tergesa.
"Ada apa? aku sarankan kalau mau mengumbar kemesraan jangan disini. Malu..!" sindir Erwin.
Tapi Alisa tidak menggubrisnya sama sekali.
"Ada perkembangan, Kenapa tergesa-gesa? Ada kaitannya dengan Langit, kan?" ia bertanya dengan mengesampingkan rasa malunya karena di cuekin Erwin.
"Apa masih penting buatmu?"
'Tentu saja, ingat, ya.. Langit bukan hanya anakmu tapi anak ku juga." tegas Alisa.
"Sudahlah, Langit biar aku yang urus. kau santai saja di pelukan cowok berondong mu itu." Erwin benar-benar masuk mobil dan menutup pintu. Tapi Alisa tidak tinggal diam. Secepat kilat dia masuk lewat pintu sebelah kiri. sekarang dia sudah duduk di samping Erwin.
"Alisa, aku capek dan sedang buru-buru. tolong jangan mengajak ku berdebat kali ini. Kalau nanti tidak apa-apa lah." keluh Erwin memohon.
"Aku mau ikut, titik..!" jawabnya keras kepala.
Saat itu Adit juga tiba di sana karena mengejarnya.
"Lisa, apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan tatapan tidak suka.
"Tuh, pacarmu sudah memanggil, turun sana..!" perintah Erwin ketus.
"Kau pulang saja, Dit. Maaf, ini masalah Langit." ucapnya menyembulkan kepala dari dalam mobil.
Adit terlihat sangat kecewa. dia menendang kerikil yang ada di hadapannya dengan gusar.
Namun Alisa sudah tidak perduli. Urusan Langit adalah yang utama baginya saat ini.
Dengan terpaksa Erwin membiarkan Alisa ikut.
Setelah cukup lama mereka terdiam karena canggung.
"Sebenarnya kita mau kemana?" Alisa memberanikan diri bertanya.
"Ada seorang informan polisi yang mencurigai suatu tempat dimana Langit berada saat ini."
Jawab Erwin masih dengan wajah tegang.
"Alhamdulillah.. Semoga ini awal untuk menemukan nya. Terima kasih ya Allah." ucap Alisa lega.
Ia berharap semua cepat berakhir termasuk kesalah pahaman di antara mereka.
"Kenapa kau lebih memilih ikut denganku, kau tidak lihat wajah kekasihmu yang seperti hendak menangis tadi?" sindir Erwin dengan wajah datar.
Alisa menghela nafas. Erwin mulai lagi mengajaknya berdebat.
"Dia bukan kekasih ataupun pacarku..! Kami tidak ada hubungan apapun lagi. Om tau itu."
Jawab Alisa kesal.
"Oh, ya? Aku tidak percaya." ucap Erwin lagi.
"Terserah kalau tidak percaya. yang jelas aku sudah mengatakan yang sebenarnya."
Alisa membuang pandangannya keluar jendela. Ia malas membahas hal yang tidak penting. Apalagi Erwin menolak sadar kebenaran yang dia jelaskan.
"Kalau bukan karena itu, kenapa kau memilih meninggalkan rumah setelah sebelumnya kau minta kita bersandiwara di depan Valery kalau kita sedang ada masalah? Lalau kenapa semua itu kau jadikan kenyataan?" serang Erwin beruntun
ia memang tidak bisa tenang sebelum tau alasan Alisa yang sebenarnya.
Alisa terdiam. Saat ini dia belum bisa mengungkapkan segalanya.
"Kau tidak bisa menjawab, kan? berarti benar dugaanku selama ini." gumam Erwin memancing reaksi Alisa.
"Tentang apa?"
"Tentang kau yang suka mempermainkan perasaan orang. sebelum aku, entah berapa pria yang sudah kau patahkan harapannya."
Alisa menoleh. dia menatap pria yang sedang fokus menyetir itu.
Dia tidak percaya kata-kata itu meluncur dari mulut Erwin. pria yang akhir-akhir ini telah merebut hatinya.
"Terserah apa tanggapan Om Erwin. Aku tidak bisa menjelaskan apa-apa lagi." ucapnya sambil menghapus air matanya. Sakit rasanya dituduh begitu kejam. Kenal dengan banyak pria saja tidak, hanya Adit seorang, malah di tuduh mematahkan hati banyak orang.
Dalam hatinya, Erwin merasa menyesal juga telah membuat gadis itu menangis.
Erwin tau, kehilangan Langit sangat mengguncang hatinya seperti yang dia rasakan saat ini.
Tanpa sadar tangan kirinya bergerak menghapus air mata Alisa.
"Maaf, kalau kata-kata ku barusan sudah menyinggung perasaanmu." ucapnya menyesal.
Alisa tidak menyangka, di tengah kebencian yang mendera pria itu, masih tersisa perhatian untuk dirinya.
Hening kembali mencekam sampai saat ponsel Erwin tiba-tiba berbunyi.
***
"Sasaran sudah kabur, pak. tapi kami menemukan sesuatu yang lebih meyakinkan kalau mereka belum jauh.
Alisa dan Erwin menerobos rumah kosong itu.
"Kami menemukan puntung rokok yang masih menyala dan mainan aja kecil." Erwin mengambil mainan itu.
"Iya, ini milik Langit. jelas ini milik Langit. " Erwin ingat saat itu membelikan mainan dinosaurus kecil untuk putranya itu. Dan Langit sangat menyukainya, dia tidak mau lepas dari mainan satu itu. Sampai saat mandi pun benda itu wajib di bawanya.
Erwin mendekap mainan itu di dadanya. Hati ya perih membayangkan perlakuan penculik itu pada putranya.
Alisa kalah shok nya. Dia terduduk di lantai ubin yang lembab itu. Bagaimana bisa Langit bertahan dengan keadaan itu. dia terbiasa hidup nyaman semenjak lahir.
💞dukunganmu adalah penyemangat ku🙏🙏🙏