Kata orang, beda antara cinta dan benci itu sangat tipis. Kita bisa begitu mencintai dan sangat mudah berubah menjadi benci, begitu pula sebaliknya.
Begitupun kisah Cinta Arjuna, dimana benci mengalahkan logika. Namun, berubah menjadi cinta yang tidak terkira dan sangat pas rasanya disebut budak Cinta.
Zealia Cinta yang harus menderita dengan mengorbankan hidupnya menikah dengan Gavin Mahendra agar perusahaan yang dirintis oleh Omar Hasan (ayahnya) tetap stabil. Hidupnya semakin kacau saat dia menggugat cerai Gavin dan menjadi kandidat pengganti CEO di perusahaan tempatnya bekerja.
Arjuna Kamil, putra pemilik perusahaan menuduh Zea ada main dengan Papanya. Berusaha mendekati Zea untuk membuktikan dugaannya.
Siapa dan bagaimana rasa benci dan cinta mereka akhirnya berbalik arah? Simak terus kelanjutan kisah Zea, Arjuna dan Gavin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Kabar, Sayang?
“Tidurlah!”
“Tapi ....”
Bukannya menghindar Arjuna malah semakin mengeratkan pelukannya. Entah apa yang terjadi dengan Arjuna, yang jelas Zea menduga kalau pria itu sedang mengalami masalah dan sepertinya berat. Perlahan, akhirnya Zea kembali terlelap.
Keduanya mengayuh mimpi di atas ranjang yang sama bahkan dalam dekapan hangat. Sampai akhirnya pagi menyapa, Zea mulai terjaga. Sudah terbiasa bangun lebih awal, termasuk hari ini. Sempat terkejut saat membuka matanya, ada wajah Arjuna yang masih terlelap dan mendengkur halus.
Zea ingin sekali mendaratkan jarinya menelusuri wajah Arjuna, tapi hubungan mereka dan statusnya membuat Zea sadar diri untuk tidak hanyut terlalu dalam dengan perasaannya. Perlahan Zea memutuskan beranjak dari ranjang dan menuju dapur.
Memeriksa isi lemari es, mencari bahan makanan yang bisa dia masak untuk sarapan. Dengan bahan seadanya, Zea memasak dan fokus pada panci dihadapannya. Sampai ....
“Juna, lepaskan tanganmu!
“Hm, tubuhmu nyaman,” jawab Arjuna yang kembali memeluk Zea dari belakang bahkan membenamkan wajahnya pada bahu Zea.
“Aku sedang masak, menyingkirlah!”
“Ck, seharusnya setelah ini kita bisa membuat adegan romantis. Kamu berbalik lalu kita bercium*n dan melakukan percintaan di atas meja makan.”
“Gila, ternyata otakmu mesum juga. Menyingkirlah atau kena cipratan air panas.”
Arjuna pun melepaskan pelukannya bahkan mencium pipi Zea sebelum dia meninggalkan dapur dan menunggu di meja makan.
“Juna, kamu sudah mulai kurang ajar. Berani menyentuhku bahkan dengan asal menciumku,” pekik Zea dari dapur.
Arjuna tidak peduli di sudah duduk nyaman di salah satu kursi meja makan. Menuangkan air ke dalam gelas yang sudah tersedia lalu meminumnya. Kembali terbayang masalahnya kemarin bahkan sampai membuatnya meninggalkan kantor termasuk janjinya pada Zea. Dia tidak bisa membayangkan kalau harus menikah dengan Mauren.
Ide Leo untuk menyuruhnya segera menikah sebelum Pak Abraham menjawab usulan keluarga Mahendra, sepertinya bisa dilakukan oleh Arjuna. Tapi dengan siapa dia harus menikah, kalau hatinya sudah mulai tertarik dengan wanita yang sedang berada di dapur dan mengoceh karena ulah Arjuna. Menikahi Zea tidak mungkin karena status wanita itu saat ini masih dalam proses perceraian.
“Zea, i need coffee.”
“Ada lagi yang kamu butuhkan?” tanya Zea ketika membawa mangkuk berisi sup ayam jamur dan kentang goreng. Sungguh perpaduan yang aneh, karena Zea memasak hanya yang ada di kulkas. Tidak ada nasi apalagi buah sebagai pelengkap menu. “Seperti obat pencahar atau obat sakit kepala,” ejek Zea pada Arjuna.
“Kopi Zea, aku butuh kopi.”
“Kamu tidak takut aku akan berikan sianida di kopi mu,” sahut Zea dari dapur meracik kopi untuk Arjuna.
“Jangan sianida sayang, lebih baik kamu berikan afrodisiak agar kita bisa membuat adegan romantis dan vulgar setelah ini.”
Plak.
“Auw,” pekik Arjuna yang mengusap tangannya karena dipukul Zea. “Ini kekerasan dalam rumah tangga tahu.”
Zea meletakan cangkir berisi kopi ke hadapan Arjuna.
“Jaga bicaramu, siapa yang ingin membuat adegan romantis. Sana buat dengan Mery,” ejek Zea lagi.
“Cemburu nggak ada habis-habisnya.”
“Aku nggak cemburu. Cepat sarapan dan habiskan kopimu, lalu pulang,” titah Zea yang mulai menikmati sarapannya.
“Hah, pulang? Tapi kamu tempat aku pulang, kita main keluarga-keluargaan ya. Biar nanti saat berumah tangga beneran, sudah tidak canggung lagi,” canda Arjuna sambil mengerlingkan kedua matanya.
“Kamu mabuk ya?”
Arjuna menghela pelan menatap Zea lalu menyesap kopinya.
"Makan!"
"Makan kamu boleh?"
Zea meletakan sendoknya lalu melipat kedua tangan di dada sambil menatap tajam pada Arjuna.
"Berhenti bicara dan berbuat tidak sopan denganku."
"Ck, iya aku tahu, aku hanya OB nggak akan pantas untuk kamu."
"Juna! Maksud kamu apa sih, aku masih maklum kalau kamu mungkin sedang ada masalah dan membiarkan kamu menyusup ke kamarku. Tapi ini sudah keterlaluan."
"Keterlaluan gimana?" tanya Arjuna santai tanpa rasa bersalah.
"Aku perempuan normal Juna, bisa baper dengan ucapan atau rayuan kamu," tegas Zea.
Arjuna terkekeh. "Nggak usah baper, aku bukan sedang merayu tapi yang aku ucapkan serius Zea."
"Yang mana yang serius. Mau makan aku, belajar rumah tangga atau ...."
"Semua, semuanya serius."
Zea menarik nafasnya. "Juna."
"Apa, Cinta?"
"Argh, kamu tahu posisi aku saat ini sedang proses bercerai dan keadaan aku sedang rapuh. Jangan begini, ini bisa buat aku ...."
"Jatuh cinta? Nggak apa dong, artinya aku tidak bertepuk sebelah tangan." Arjuna tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.
"Gila .... kamu sudah gila."
"Karena kamu, sayang," sahut Arjuna.
Zea lalu beranjak dari kursinya.
"Mau kemana?"
"Mandi, aku masih harus menghadapi kenyataan hidup dengan mencari nafkah. Kamu, habiskan sarapan atau pulang, jangan berani ikuti aku," titah Zea saat Arjuna sudah dalam posisi berdiri.
"Aku hanya khawatir kamu butuh bantuan."
"Tidak, diam di tempatmu!" pekik Zea yang langsung membuat Arjuna bungkam dan kembali duduk.
...*** ...
"Ibu Zea, ini pesanan ibu," ujar Ucup sambil menyerahkan goodybag pada Zea.
"Pesanan saya?"
"Iya, tadi Juna yang kasihkan waktu ketemu di lift. Dia mau temui Pak Leo dulu, katanya laporan masalah kemarin."
Zea menerima goody bag yang diberikan oleh Ucup walaupun dia tidak pesan apapun pada Arjuna. Dia akan konfirmasi langsung saat pria itu sudah datang. Arjuna dan Zea berpisah di basement apartemen Zea, Arjuna akan pulang untuk berganti baju maka mereka tidak datang bersama di kantor.
Setelah Ucup meninggalkan ruang kerjanya, Zea mengirimkan pesan untuk Arjuna.
[Aku tidak pesan ini]
Tidak lama kemudian ada pesan balasan.
[Oh, sudah sampai di tangan kamu. Spesial dari aku, si manis untuk yang paling manis]
“Si manis,” ucap Zea lalu membuka goody bag dan mengeluarkan isinya. Ternyata isinya beberapa batang coklat. Ada kartu ucapan yang tersemat di pita yang menyatukan coklat-coklat tersebut.
Di makan ya, siapa tahu nggak rapuh lagi dan makin manis.
Dari jodoh masa depanmu.
“Juna so sweet banget sih. Apa pula ini artinya, jodoh masa depan.”
Zea membuka kemasan salah satu batang coklat dan memakannya. “Hm, enak ....”
Sudah hampir jam makan siang saat pesawat telepon di meja Zea berdering, ternyata informasi dari resepsionis kalau ada yang menunggu Zea di lobby.
“Siapa ya? Perasaan hari ini tidak ada janji temu dengan siapa pun.” Zea mengantongi ponselnya lalu bergegas menuju lift, tidak ingin membuat tamu menunggunya terlalu lama.
Arjuna baru saja melangkah masuk ke lobby melewati pintu arah parkiran, melihat Zea yang keluar dari lift. Berniat menggoda Zea dengan mengikuti langkah wanita itu.
Zea terlihat sedang mencari seseorang, senyum Arjuna hilang saat dia melihat sosok pria yang berada di belakang Zea. Arjuna melangkah menjauh, tidak ingin penyamarannya diketahui lebih awal apalagi dia sedang berusaha mendapatkan Zea.
“Zea.”
Zea pun menoleh, tidak menyangka jika pria yang mencarinya adalah Gavin.
“Mas Gavin!”
“Apa kabar, sayang?” tanya Gavin yang saat ini sudah berdiri berhadapan dengan Zea. Arjuna yang memang belum jauh menghentikan langkahnya mendengar Gavin memanggil sayang pada Zea.
kpn kira2 zea bisa bahagia thor...
angel wes..angel..
piye jun....
bersambung....