Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 FOTO DUA SAUDARA
"Apa aku boleh duduk," kata Aria lembut.
Keira membalas dengan bersemangat, "Ya-ya silahkan. Apa kamu tidak masalah duduk di sisi dalam. Aku bisa pindah jika kamu mau."
"Tidak perlu, aku akan duduk di dalam."
"Em, baiklah," balas Keira langsung berdiri membiarkan Aria duduk.
Guru Alin di depan sudah mulai membuka kelas, dan bersiap untuk mengabsen. Waktu itu dimanfaatkan Keira untuk bicara pada teman sebangku barunya.
"Namaku Keira Mareta Argadana, salam kenal," kata Keira memperkenalkan diri.
"Aria," balas Aria singkat.
Keira sedikit menyerngit, "Hanya Aria? Jarang sekali aku menemui nama sependek itu," Usai mengatakan itu, Keira sadar kata-katanya tidak benar.
"Eh, jangan salah paham, bukan berarti buruk, kok. Malah bagus, aku iri sekali, dengan nama pendek begitu, waktu ujian tidak akan memakan waktu hanya untuk mengisi nama. Namaku terlalu panjang, sampai butuh waktu lama... Em, apa aku terlalu banyak bicara."
"Tidak," balas Aria.
"Hehehe, baguslah. Aku senang sekali, akhirnya bisa memiliki teman sebangku. Ku Pikir aku tidak akan memilikinya untuk tiga tahun kedepan. Entah apa yang salah dengan sekolah ini. Membiarkan kelas A2 berjumlah ganjil," curhat Keira.
Aira yang mendengarnya, menjadi sedikit tertarik, selalu ada alasan setiap tingkah tidak biasa, tapi Dia tidak menunjukkan ketertarikannya, Dia hanya membalas singkat, "Hemm, mohon bantuannya."
"Ah, kamu sopan sekali. Jangan khawatir aku akan membantumu untuk segera terbiasa disini."
Guru Alin yang berada di depan telah selesai mengabsen. Matanya kembali melirik pada bangku Aria. Melihat Aria sudah akrab dengan teman sebangkunya. Guru Alin menjadi lega. Untung saja Keira adalah siswa yang ceria. Sangat cocok dengan kepribadian diam Aria.
"Baiklah, anak-anak, kita mulai pelajaran hari ini. Melanjutkan dari bab minggu kemarin...."
...----------------...
Jam istirahat pertama di NUSANTARA HIGH SCHOOL, adalah pukul 09.00, waktunya 15 menit. Sekolah menetapkan waktu yang tidak begitu lama untuk istirahat pertama. Karena sekolah hanya mengantisipasi siswa siswi yang tidak sempat sarapan. Sedangkan untuk jam makan siang, waktu istirahat adalah 2 jam. Kemudian dilanjutkan pelajaran selanjutnya hingga sore hari. Dan kelas belajar mandiri di malam harinya. Jadwal yang nampak sibuk. Tidak heran banyak murid yang mengalami stres.
Aria baru saja keluar dari koperasi sekolah untuk mendapatkan baju seragam dan buku materi. Dia tidak sendiri, Keira menemaninya.
Bersama dengan Keira, sepanjang jalan tidak pernah sepi, gadis itu selalu saja membuat topik baru.
"Aria dimana kamu tinggal? Apa kamu punya rumah di dekat sini. Rumahku cukup jauh, agar tidak telat orangtuaku mengatur untuk tinggal di asrama."
"Aku kos di dekat sini," jawab Aria jujur.
"Ah! Apa ada kosan di dekat sini," seru Keira terkejut. Setahunya hanya ada apartemen di daerah sini. Orang tuanya bahkan sudah menyiapkan satu unit untuknya. Tapi karena Dia takut tinggal sendiri. Dia memilih tinggal di asrama. Tapi Keira tidak akan mengatakan hal itu. Teman sebangku barunya, nampak seperti kalangan biasa. Keira tidak ingin menyakiti hatinya dengan pamer kekayaan.
"Yah, di belakang sekolah ini," kata Aria sama sekali tidak menyembunyikan.
Keira semakin terkejut, "Ada rumah di belakang sekolah, kenapa aku baru tahu."
"Perkampungan kecil. Wajar jika tidak ada yang tahu."
"Apa aku boleh main, tidak harus hari ini kok, ya-ya boleh ya, aku penasaran sekali," Keira menggonya lengat Aria dengan manja.
Diperlakukan begitu membuat Aria tidak terbiasa, hampir saja Dia akan menghempaskan tangan Keira, Tapi dia menahannya.
"Ya," katanya singkat.
"Kamu baik sekali, Aria," balas Keira bahagia.
Saat keduanya asik mengobrol, sekelompok pemuda berjalan ke arah mereka.
Keira yang melihat kelompok itu tiba-tiba menjadi diam. Tingkahnya yang berhati-hati nampak sangat mencurigakan.
Sesaat setelah kelompok itu lewat.
"Huftt, untung saja mereka tidak melihat kita," desah Keira lega.
"Ada apa?" tanya Aria.
Keira sedikit merendahkan kepalanya, "Apa kamu tidak tahu kelompok itu?"
Aria berpikir sejenak, Lalu menggeleng pelan.
Keira menepuk kepalanya, "Benar juga kamu murid baru," Dia menarik nafas, dan melanjutkan, "Mereka itu sekumpulan anak nakal, dari kelas 7C, senior kita tahun ketiga. Yang di depan tadi itu adalah pemimpinnya, Alok Dirgantara, ayahnya adalah kepala sekolah kita."
"Kamu takut pada mereka," tebak Aria.
"Tidak," Keira mengelak dengan cepat. "Aku tidak takut. Tapi berjaga-jaga. Aku dengar mereka suka berbuat onar. Lebih baik kita menjauh dari masalah kan."
"Um, ya," balas Aria tidak berniat membongkar kebohongan Keira. Jelas tangan yang memegangnya gemetar.
"Lupakan kelompok itu, lagipula mereka akan segera lulus."
Aria merasa terhibur dengan sifat gadis di sebelahnya. Tapi dia sedikit tidak menyangka, kepala sekolah yang telah dia temui, memiliki putra pembuat masalah. "Baiklah, ayo kita segera kembali ke kelas."
"Ayo-ayo."
...----------------...
Kling.
Bunyi pintu yang menyentuh lonceng terdengar nyaring. Tempat yang aneh untuk memasang benda macam itu. Karena perpustakaan identik dengan kesunyian.
Berdiri di salah satu rak buku, Aria akhirnya menemukan buku yang dia cari.
DAFTAR SISWA SISWI ANGKATAN 96-98
Aria membukanya, mencari nama kedua kakaknya, tangannya berhenti membalik saat menemukannya.
Adela Putri Tamara, Tanggal lahir 12 Desember 20××, predikat LULUS.
Aria tersenyum sinis, sekolah yang memang masih memiliki nurani, atau citra yang coba mereka bangun, dengan meluluskan siswi yang bunuh diri.
Aria kembali membalik lagi, dengan cepat Dia menemukan nama kakak keduanya.
Agistio Dwi Putra, Tanggal lahir 7 Agustus 20××, dikeluarkan dari sekolah.
Matanya memperhatikan foto kedua kakaknya. Jarinya mengelus halus permukaan foto. Aria tersenyum tipis, kali terakhir Dia mengingatnya, adalah saat usianya 6 Tahun. Dua foto ini, digabungkan dengan ingatan samar-samar wajah masa kecil mereka mulai menyatu. Membuat hati Aria terasa sakit.
Kedua kakaknya adalah yang paling memanjakannya. Saat ayah atau ibu menghukumnya karena kenakalannya. Mereka akan diam-diam menemaninya dalam hukuman. Bahkan kerap kali mereka yang melakukan hukuman itu.
Ayah memang sedikit keras dalam pendidikan anaknya. Sedangkan ibu tidak ikut campur dalam ajaran ayahnya.
Kakak pertamanya mirip ibu, yang kalem, anggun, juga cerdas dalam segala bidang. Dia adalah kebanggan keluarga sedari kecil. Terutama karena Dia adalah anak pertama. Dan memiliki kedua adik. Sifatnya adalah yang paling dewasa. Lalu kakak keduanya mirip ayah, yang tekun, pintar dan sedikit aktif. Sifatnya garang di luar tapi lembut didalam, hal itu yang sering dimanfaatkan Aria.
Aria yang memang paling nakal dari kedua kakaknya pun menjadi langganan dihukum.
Memanjat pohon tetangga untuk mengambil buahnya. Bermain bola sampai memecahkan kaca rumah. Jatuh di selokan hingga luka-luka. Banyak sekali kenakalan yang dilakukannya. Entah siapa yang dia contoh.
Sekarang jika keluarga melihatnya, mungkin mereka tidak akan percaya. Aria kecil yang biasa berbuat onar, hingga tetangga sering menuntut ke rumah, yang tidak pernah suka belajar, si manja yang selalu cengeng, tapi terus melakukan kenakalan. Sekarang saat sudah dewasa, bisa tenang dalam setiap situasi, bahkan akan membalaskan dendam seluruh keluarga sendiri.
Foto di samping kakak keduanya, membuat senyum Aria luntur, nama dan wajah yang familiar. Pria yang ditakuti oleh teman sebangku nya. Sebuah firasat menggerayangi hatinya. Kenapa kakak keduanya yang pintar sekelas dengan siswa nakal.
"Aria," sebuah suara menyadarkan Aria pada kenyataan.