Biduk rumah tangga yang dijalani Adelia bersama Wisnu selama sepuluh tahun terakhir ini, semakin hari semakin terasa hambar, tatkala kehadiran seorang bayi mungil yang mereka idam-idamkan tak kunjung datang.
Di tengah-tengah keterpurukan akan perlakuan sang ibu mertua dan suaminya sendiri, tiba-tiba seorang wanita muda berusia 23 tahun datang untuk menuntut pertanggungjawaban Wisnu karena telah menghamilinya.
Apa yang harus akan terjadi pada kehidupan rumah tangga Adelian? Akankah Adelia mundur dari hidup Wisnu, atau tetap bertahan dan berbagi suami dengan wanita itu?
Lalu, apa yang akan Wisnu lakukan setelah dia mengetahui beberapa fakta mengejutkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim O, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Keadaan rumah.
Dua minggu kemudian.
Intan tiba di rumah keluarga Kencana satu minggu yang lalu. Kepulangan wanita itu sama sekali tidak disambut dengan hangat oleh Hariadi. Pria itu bahkan jarang berada di rumah setelah mengetahui kepulangan Intan dan Wisnu ke sana.
Sementara Ratna yang tidak mau ambil pusing dengan tingkah suaminya memilih untuk fokus merawat sang menantu kesayangan di rumah.
Rumah yang semula terasa hangat, kini bagaikan padang gersang setelah kepergian Adelia. Setidaknya itu lah yang dirasakan para pekerja rumah tangga di sana.
Sehari-hari mereka hanya mendengar suara keras Ratna yang semakin semena-mena. Bahkan, kehadiran Mona menambah rasa buruk rumah tersebut.
Ya, Mona dengan dalih menemani sang keponakan memutuskan untuk tinggal sementara di tempat itu. Tingkahnya yang menyebalkan membuat para asisten rumah tangga menjadi tidak kerasan di sana. Mereka sebenarnya hendak mengadu pada sang tuan rumah, tetapi beliau selalu saja pulang larut malam.
Alhasil, mereka hanya bisa menahan perasaan agar dapat bertahan di sana.
...**********...
"Demikian yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya saya mohon maaf, dan terima kasih." Adelia membungkukkan badannya kepada seluruh peserta rapat di ruangan ini.
Wanita yang baru saja bekerja di sana selama hampir dua minggu itu, baru saja menunaikan tugasnya mempresentasikan laporan yang dia buat.
Tepuk tangan meriah pun segera bergema memenuhi ruangan semi formal tersebut.
Adelia terkejut, sebab sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan respon baik seperti ini. Semua kerisauannya hilang sudah. Pengorbanan mengerjakan proposal hingga tidak tidur nyaris dua hari, terbayar sudah.
Rapat pun berakhir baik, para peserta rapat mulai membubarkan diri, hingga hanya tersisa dirinya dan Alex, sang atasan.
Satu hal lagi yang harus Adelia syukuri adalah, bahwa Alex menginginkan wanita itu untuk menjadi sekretarisnya. Bukan staf seperti yang pernah Hariadi katakan.
Melihat bagaimana kepiawaian Adelia saat wawancara membuat Alex tertarik merekrutnya. Kebetulan sekretaris Alex memang sedang mengambil cuti hingga enam bulan ke depan.
"Selamat atas keberhasilan pertamanya, Del," ucap pria berusia 40 tahun tersebut sembari mengulurkan tangan besarnya ke hadapan Adelia.
"Ini semua karena bantuan Bapak. Jika Bapak tidak memberi saya dukungan, saya mungkin tidak akan mampu melakukannya." Adelia dengan senang hati meraih tangan Alex.
Alex memang memberikan Adelia kesempatan untuk memperbaiki hasil rapat sebelumnya karena dirasa kurang tepat di mata wanita itu, dan beruntung para peserta yang hadir dapat menerima perbaikan tersebut.
Keduanya sempat berbincang sesaat, sebelum kemudian keluar dari ruang rapat.
"Setelah ini kita akan pergi makan siang dengan Tuan Christiano di Sky Restaurant, Pak," ujar Adelia setelah memeriksa jadwal Alex selanjutnya di tablet yang dia bawa.
"Oke. Tolong siapkan file kontrak yang sudah disiapkan sebelumnya, dan ... tunggu!" Alex menghentikan langkahnya, tatkala mendengar suara ponsel di saku jasnya berdering.
Pria itu tampak mendecih saat membaca nama yang tertera di layar ponsel.
"Halo!" sapa Alex dingin.
"Apa lagi?"
"Uang untuk apa?" Alex mengerutkan keningnya dalam-dalam.
"Sudah kubilang, tidak ada uang untukmu, Steve! Kalau kau mau uang, maka kembali dan bekerja lah di kantor, bukannya malah hidup menggelandang seperti orang gila di jalan!"
Setelah berkata demikian, Alex bergegas menutup teleponnya dan kembali berjalan tanpa menghiraukan pembicaraan dengan Adelia yang sempat tertunda.
Adelia tentu saja tidak berani bertanya, tapi yang dia tahu dari beberapa karyawan lain, Alex memang memiliki adik laki-laki yang sangat berbeda dengannya.
"Del, kamu bisa menyetir mobil?" Alex yang menghentikan langkahnya tiba-tiba, membuat Adelia tanpa sengaja menubruk punggungnya.
"Maaf, Pak ... em, tidak, Pak," jawab Adelia sembari meringis malu.
"Belajar lah mulai sekarang!" kata Alex sembari mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya.
"Baik, Pak ... eh, Pak, ini ...." Adelia membelalakkan matanya, ketika tangannya dengan sigap menangkap kunci mobil yang dilemparkan Alex.