Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.
•
Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.
•
Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.
•
•
•
Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Pada akhirnya, Melati tidak bisa mengejar Soraya yang lari karena rasa takut pada kehidupan.
Meski hari sudah menjelang malam, Soraya memutuskan kembali ke tempat sebelumnya. Sebuah gubuk di pinggir jembatan, tempat yang menjadi saksi ramalan sialnya.
Dengan tergesa-gesa dia turun dari motor. Tanpa salam atau sepatah katapun, dia menerobos masuk ke tempat itu.
“Eiii gadis muda, akhirnya kau kembali.”
Soraya belum mengatakan apapun, meski sudah melihat nenek itu duduk dengan lilin besar di depannya. Dia berusaha keras mengatur pernapasannya yang sudah seperti kuda saat ini.
“Kemari dan duduklah,” ujar nenek tua itu lagi. Ada senyum kemenangan di sudut bibirnya yang keriput, melihat Soraya yang kembali.
Sementara Soraya yang akhirnya berhasil menenangkan diri, mengambil langkah untuk mendekat. Meskipun dia sedikit gugup terhadap kenyataan, tapi masih tidak melewatkan kesempatan untuk mengkritik. “Baru juga mau gelap, sudah di depan lilin. Melihara babi ngepet ya nek!”
Senyum di wajah sang nenek luntur dengan gemetar. Setelah dipikir-pikir, dia menyesal karena memutuskan menegur Soraya sewaktu di jembatan tadi. “Gadis muda, dirimu harus berubah secepatnya. Lagipula, jika aku ngepet, maka—”
“Maka pasti sudah kaya! benar begitu bukan?” sambung Soraya tanpa perasaan. Membuat wanita tua di depannya bertambah kesal.
“Semiskin-miskin diriku, aku masih memiliki kemampuan untuk menghasilkan uang. Tidak seperti dirimu yang malang.”
“Hihiihiii ….” Tawa Soraya pecah mendengar hal ini. Membuat sang nenek peramal heran, mencari letak lucunya.
“Oh gosh, baiklah, baiklah, rileks nek. Hah … ternyata benar kata Kakakku, tidak boleh bicara uang pada orang yang tidak punya.” Ucap Soraya tanpa beban. Membuat sang Nenek meniup lilinnya.
“Aduh, kok gelap?” Kaget Soraya yang sedikit terlonjak.
Merasakan kecemasan Soraya, sang Nenek peramal akhirnya menyalakan lilin. Membawa kembali penerangan. “Sekarang aku tahu kenapa nasibmu begitu buruk gadis muda. Kebodohanmu benar-benar tidak tertolong, kamu bahkan tidak tahu fungsi lilin, tapi masih begitu lancang saat bicara.”
Bahkan dengan sindiran secara terbuka seperti ini, Soraya masih membutuhkan beberapa detik, untuk mengerti. “Oh, hihi-hihi ….” Tak, Tak, Tak.
Tawa Soraya kali ini diikuti dengan tepuk tangan. Membuat sang nenek mengerutkan dahi, karena terdengar seperti tawa setan sedari tadi.
Soraya yang meskipun malu karena salah, tetap memilih untuk tidak meminta maaf. Dengan wajah tembok, dia mengeluarkan uang yang sempat diambilnya dari sang nenek, dan menaruh di depan wanita tua itu.
“Maaf Nona, tapi—”
“Shutt! … jangan menolak terlalu cepat nenek tua, aku bahkan belum selesai keluarkan uangnya.” Ujarnya, dengan sebelah kedipan mata.
Dia adalah jenis orang yang percaya, terhadap the power of uang. Jadi dia mengeluarkan beberapa lembar lagi dan menyusun di atas uang pertama.
“Aku masih akan tambahkan lagi, jika Nenek mau menambahkan beberapa detail dalam ramalan. Bagaimana nek? harus mau yah.” Bujuk Soraya.
Mendengar ini, Nenek peramal tiba-tiba tersenyum aneh. Dia dengan sangat cepat, langsung menyambar uang di depannya. Kali ini dia langsung menyimpan di dalam kantong, takut-takut akan diambil Soraya seperti sebelumnya.
“Eiii maaf, tapi tidak akan bisa gadis muda. Aku sudah katakan semua detail sebelumnya. Lagi pula, sebagai peramal kemampuanku terbatas. Orang-orang seperti kami, hanya bisa membacakan nasib, menurut auramu hari ini. Jika auramu berubah, bisa saja garis nasibmu ikut berubah.”
Mendengar ini, Soraya semakin tidak mengerti. Kapasitas otaknya yang rendah, membuatnya terbatas mencerna hal-hal seperti ini.
“Eiiiii Dewa.” Seru sang nenek, yang terperanjat. Dia memegang dadanya, yang sedikit sakit sekarang. Bagaimana tidak terperanjat, Soraya memajukan kepalanya tiba-tiba, membuat wajah mereka hampir berbenturan.
“Nenek, beri aku detail tadi lagi secara lengkap, aku tidak dengar sebelumnya karena tidak percaya. Tapi sekarang aku percaya. Aku benar-benar padamu Nek, aku sudah melihat si gadis bernama Tai itu. Ya, aku sudah melihatnya.” Ujar Soraya, yang bola matanya seolah mau melompat keluar, karena keinginan untuk memaksa.
Dia kemudian mulai menceritakan, bagaimana dia bertemu gadis bernama Taira itu sebelum berlari kemari seperti orang gila. Bagaimana semua detail tentang gadis itu, benar-benar sesuai yang dikatakan sang Nenek peramal.
Di bawah paksaan Soraya, sang Nenek akhirnya mengatakan kembali apa yang menjadi dasar nasib sial Soraya. Kali ini dia menjelaskan lebih detail, bagaimana garis besar takdir berjalan. Dan kali ini, Soraya mendengarkan dengan seksama.
Dimana kehancuran dirinya, bukan hanya akibat kebodohan dan ketidakmampuannya, tapi juga ada garis hitam lain. Meskipun semua berawal dari kebangkrutan keluarganya, Soraya yang bodoh, sebenarnya masih bisa bergantung pada sang Kakak disaat sulit seperti ini. Tapi karena perseteruan Kakaknya dengan sang sahabat akibat seorang wanita bernama Taira, membuat kekacauan dan kerusakan pada persahabatan mereka, yang berakhir dengan saling menghancurkan. Dalam takdir ini, Kakaknya akan kalah, dan kekalahan Kakaknya, akan menjadi akhir riwayat Soraya juga.
“Ke-pa-rat!” Maki Soraya mendengar semua cerita itu. Dia yang saat ini percaya, mengembangkan kebencian yang lebih dalam pada Sean, selaku penjahat dalam kehidupan sang Kakak.
Tapi seolah bisa membaca pikiran Soraya, nenek peramal tiba-tiba menambahkan. “Sahabat Kakakmu hanya membalas, Kakakmu lah yang memulainya.”
“Wait what?” kemarahan Soraya berubah menjadi kekagetan mendengar hal ini.
Nenek peramal mengangguk memberi kepastian, dengan tambahan beberapa hal lagi. Berdasarkan yang dijelaskan, Soraya menyipitkan matanya. “Sudah kuduga, selera Kakakku benar-benar buruk terhadap wanita. Bagaimana dia bisa menyukai seseorang yang tidak lebih cantik dari adiknya? Dih!”
Mendengar ini di tengah keseriusan pembicaraan mereka, sang nenek peramal hanya bisa menggeleng kepala. “Tapi itu bukanlah garis hitam utama. Alasan kenapa dirimu memiliki nasib paling tragis, karena sahabat Kakakmu itu, juga membenci dirimu dengan sangat.”
“Eh buset, kok gitu?” Takut Soraya.
Sang nenek peramal kemudian membuka kartu Soraya secara terang-terangan. Tentang bagaimana Soraya suka menghina pria itu, dan bahkan menghina keluarganya jika sang Kakak tidak ada di sekitar.
“Ba-bagaimana kau tau?” Tanya Soraya yang mulai ling-lung saat ini.
Melihat wajah Soraya yang mulai memucat, nenek peramal hanya tersenyum. “Gadis muda, dengar saja! takdir akan terus berjalan. Kamu tidak bisa mengubah garis takdir orang lain, tapi kamu bisa mengubah garis takdirmu. Mulai sekarang berubah lah. Sehingga apapun yang terjadi, kamu bisa bertahan meski sendirian. Atau lebih dari itu, siapa tahu kamu akan menjadi kaya oleh usahamu sendiri.”
Mata Soraya yang besar segera menyipit oleh ketidaksetujuan. Tidak pernah dalam hidup, dia berpikir bahwa dia akan berhasil berdiri sendiri. Dalam pengetahuan dan sudut pandangnya tentang kehidupan, dia hanya mengetahui satu jalan untuk tetap kaya, yakni menikahi pria kaya.
Jadi saat dia membayangkan kebencian Sean padanya, dia juga teringat nasib baik pria itu. “Tunggu Nek, apa kau bilang si miskin itu akan menjadi kaya?”
“Miskin?”
“Sahabat Kakakku. Dia kan lagi miskin melarat sekarang, tapi kata Nenek dia akan membalas Kakakku ketika dia berhasil. Jadi, apa itu artinya dia akan menjadi kaya?”
“Ya, dia adalah orang yang cerdas dan pekerja keras, dia memiliki takdir itu dalam hidupnya.”
Mata Soraya segera terbuka lebar mendengar hal ini, dia bahkan mendengus dengan keras. Namun itu tidak bertahan lama, ketika sebuah senyuman picik tiba-tiba muncul di wajahnya. Melihat hal ini, Nenek peramal merasa perlu bicara lagi.
“Gadis muda, biarkan aku memperjelas sesuatu dalam penglihatan ku. Kehancuranmu dan Kakakmu, bukan main-main. Kakakmu sangat menyayangimu, bahkan kamu adalah yang dipikirkannya disaat terakhir. Dia menyayangimu, meski kamu tidak mau menyayangi nya.”
DEG. Jantung Soraya seolah dipukul palu dengan kuat. Kalimat terakhir Nenek peramal, membuktikan seberapa luar biasa kemampuan meramalnya. Karena dalam hidup, ada sesuatu yang menjadi jarak baginya dan Rafael, lebih dari sekedar perbandingan diantara mereka. Ada kekecewaan yang dalam, yang membuat Soraya kesulitan menyayangi Kakaknya itu. Hal yang selalu disimpannya rapat-rapat.
“Mau tahu tambahan lainnya?”
Soraya mengangguk cepat di tengah kepahitan hati dan lehernya.
“Sebenarnya yang membuat saat terakhirnya mengenaskan, itu karena dia melindungimu. Hal yang selalu dia lakukan.”
Mendengar ini, bahu tegak Soraya menjadi luruh seketika. Dia ingin menemukan sedikit saja kesalahan dari perkataan sang Nenek peramal, agar bisa tidak percaya. Namun dari semua yang wanita tua itu katakan, hampir tidak ada celah disana. Jadi sulit untuk Soraya, untuk tidak percaya apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Kini membayangkan Kakaknya akan mati karena melindunginya dari orang itu, Soraya merasa tidak rela. Berpikir, itu lebih baik dirinya sendiri.
“Aku selesai! riwayatku sudah tamat.” Gumam Soraya putus asa. Kini setelah mendengar takdir dan alasannya, dia tidak merasa ingin melihat hari esok.
Sang nenek peramal yang mendengar ini menggeleng kepalanya heran. Belum pernah dilihatnya seseorang dengan pemikiran begitu sempit seperti Soraya.