Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 Caca
"Kamu ngapain disini nak? Apa kamu sakit..."
"Gak kok Tante. Aku datang menjenguk temanku yang sakit."
"O gitu. Dimana ruangan temannya? Sakit apa dia?"
"Eee, dia demam Tante. Tapi ternyata udah pulang. Aku telat." kilahnya berbohong.
Azizah mengangguk paham sambil memandangi wajah gugup Aya.
"Kamu gak nanya Tante nih kenapa ada di rumah sakit?"
Kalimat itu mengingatkan Cahaya pada Kai yang juga selalu banyak tanya padanya saat dia tidak tertarik untuk bertanya. Mengingat itu membuat Aya tersenyum samar.
"Tante kenapa di rumah sakit? Atau mungkin Tante sakit..."
"Bukan Tante, tapi anak Tante yang sakit. Dia demam dan masih dirawat."
"Hmm, semoga anak Tante cepat sembuh."
"Aamiin, terimakasih doanya ya Nak."
Aya merespon dengan anggukan saja. Dan Azizah pun mulai melepaskan tangannya.
"Tante mau beli makanan ke depan. Kamu mau ikut tante gak? Nanti sekalian ikut jenguk anak tante."
"Aduh, maaf ya tante. Aku harus segera ke kampus lagi sekarang."
Mendengar penolakan Cahaya membuat Azizah tampak sedih. Tentu itu membuat Aya merasa tidak enak hati.
"Ya sudah, kalau begitu tante duluan ya."
"Iya Tante."
Azizah pun mulai berdiri dan hendak melangkah, tapi tiba dia kembali duduk dan menatap Aya dengan tatapan tajam.
"Sebentar... tante belum tahu nama kamu."
Mata Cahaya membola. Dia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Tidak mungkin kan dia menyebutkan namanya.
"Nama tante Azizah. Nama kamu siapa, nak?"
"Eee, aku... namaku Caca, tante." ucapnya berbohong.
"Caca!"
"Iya tante, aku Caca."
"Nama yang indah. Nak Caca, salam kenal ya."
"Iya tante."
Kemudian, Azizah pun bergegas pergi setelah mengetahui nama Aya. Dan Aya pun merasa lega setelah lepas dari bunda dari pria yang mulai mencuri hatinya.
"Maafkan aku tante. Aku hanya belum siap untuk memperkenalkan diriku. Aku takut tante mungkin akan segera membenciku saat tante tau siapa aku." gumamnya sambil menatap kepergian Azizah.
"Haruskah aku berhenti sekarang? Aku rasa lebih baik berhenti sebelum terlanjur lebih jauh. Mas Kai pantas mendapatkan wanita baik baik seperti kak Aisyah. Aku tidak pantas untuk mas Kai." gumamnya bicara sendiri.
Tidak ingin terus larut dalam pikirannya, Aya pun meninggalkan rumah sakit. Dia menuju ke kampus. Tapi di perjalanan, Kai terus terusan menelponnya.
"Aku tidak ingin bicara sama mas Kai saat ini."
Aya memeriksa layar hp nya dan menekan tombol merah untuk menolak panggilan masuk dari Kai.
"Maafkan aku mas Kai." Katanya, lalu menon aktifkan hp nya.
"Aya, kenapa kamu menolak teleponku?!" Kai yang duduk di kursi ruang kerjanya merasa prustasi saat Aya menolak panggilannya berkali kali.
Huh!
"Kenapa lagi sih. Perasaan tadi masih baik baik saja. Aku tidak merasa berbuat sesuatu yang salah..."
Kai memijat kening dan menekan nekan kepalanya yang mulai terasa pusing. Dia kehilangan minat dan fokus sekarang. Ingin rasanya segera menemui Aya sekarang juga tapi tidak bisa, sebentar lagi ada rapat penting yang tidak bisa ditinggalkan.
Satu satunya cara yang bisa dia lakukan adalah bertanya pada Mentari. Dia mengirim pesan pada mentari dan langsung di balas mentari dengan mengirim photo Aya yang ternyata di kampus dan sedang fokus di meja jahitnya.
"Dia terlihat baik baik saja. Tapi, mengapa dia tidak mau bicara padaku?!"
Warti dan Aisyah ke mall setelah menjenguk Kania. Saat ini mereka berjalan sambil melihat lihat saja.
"Hari ini gak ada kelas, nak?"
"Gak ada, Bu. Besok baru ada kelas mengajar lagi."
Warti menghentikan langkahnya, menatap wajah Aisyah dan menyentuh wajah itu dengan lembut.
"Ibu bangga sekali sama kamu nak. Sekarang kamu sudah menjadi seorang dosen muda. Itu sungguh luar biasa."
"Semua ini karena doa ibu. Makasih ya Buk karena ibu menyayangi aku setulus ini."
Keduanya tersenyum senang penuh haru. Lalu Aisyah mengajak Warti duduk di area istirahat mall yang disediakan sofa tanpa senderan. Mereka duduk disana berdua dan hanya diam untuk beberapa saat.
"Bu, aku mau ngomong sesuatu tapi, aku takut malah membuat ibu sedih."
"Sedih karena apa, nak?"
"Sebenarnya..."
Aisyah tampak ragu, tapi dia ingin membicarakan ini agar segera diselesaikan dengan baik.
"Katakan sayang. Ibu akan mendengarkan."
"Buk, sebenarnya aku..."
"Katakan, nak."
"Sebenarnya aku bertemu Cahaya."
Mata Warti bergetar, ada perasaan khawatir juga takut jika sampai rahasianya terbongkar.
"Kamu megenalnya?" tanya Warti ragu ragu dengan suara sangat pelan.
"Ya tentu saja aku mengenalnya, dia sangat mirip dengan Ibu. Aku juga punya photonya."
Aisyah memperlihatkan photo Cahaya pada ibunya yang membuat Warti terdiam dengan sorot mata tak percaya bahwa Cahaya terlihat baik baik saja. Dia pikir selama ini tidak akan pernah melihat Cahaya lagi. Tapi ternyata dunia ini kecil.
"Ini benar Cahaya anak Ibu kan?" tanya Aisyah ragu namun mendapat respon anggukan pelan dari Warti.
"Dimana kamu melihatnya, Nak?"
"Kebetulan dia model mbak Wi, Buk. Jadi aku ketemu dia di sana. Karena dia sangat mirip sama Ibu, aku penasaran. Aku bertemu dia di hari aku nanya sama Ibu tentang anak anak ibu." tuturnya yang diangguki oleh Warti.
"Apa dia terlihat baik baik saja, Nak?"
"Sepertinya begitu, Buk."
"Syukurlah, ibu senang karena akhirnya melihat Cahaya baik baik saja. Selama ini, ibu hanya bisa mendoakannya saja."
Wajah Warti tampak sedih, Aisyah pun menggenggam tangannya, mengelus punggungnya lembut untuk membuatnya merasa lebih baik.
"Ibu mau menemuinya?"
"Tidak. Ibu takut..."
"Baiklah, aku akan mencari tahu tentang bagaimana kehidupan Cahaya saat ini..."
"Untuk apa Aisyah?!"
"Hanya ingin tahu, seperti apa kehidupan seorang anak yang dengan tega menyakiti hati Ibu. Jika dia baik baik saja, bukankah itu tidak begitu baik, Bu. Harusnya dia mendapat hukuman dari perbuatannya terhadap ibu."
Warti hampir melotot saat mendengar kalimat barusan keluar dari mulut Aisyah. Dia tidak menyangka Aisyah bisa punya pemikiran seperti itu juga, padahal selama ini dimatanya Aisyah adalah anak yang sangat baik bahkan tidak punya dendam pada diapapun, meski tersakiti sekalipun.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪