Wanita Lain Milik Suamiku
Suasana sarapan pagi yang seharusnya bisa dilalui dalam damai, kini menjelma menjadi beban tak kasat mata bagi Adelia, wanita bersurai hitam yang baru saja menginjak usia tiga puluh empat. Pasalnya, Ratna, sang ibu mertua, kembali menorehkan luka, dengan menyinggung masalah yang menjadi momok bagi tiap pasangan, terutama wanita.
Apa lagi kalau bukan soal anak?
Adelia sesungguhnya mengerti pada kerinduan Ratna yang mendambakan seorang cucu di tengah-tengah keluarga mereka. Apalagi Wisnu, sang suami, adalah satu-satunya putra yang dimiliki keluarga tersebut. Namun, takdir berkata lain.
Selama lebih dari sepuluh tahun mengikat janji di pelaminan, rumah mereka masih tetap sunyi dari tangis ataupun tawa seorang anak.
Sejak usia pernikahan mereka yang ke-lima, Adelia sebenarnya sudah mulai rutin memeriksakan diri ke dokter. Sebab, nyatanya ia memang memiliki sedikit masalah.
Namun, Adelia kini telah dinyatakan sehat sepenuhnya.
Lalu, mengapa tak juga hadir kehidupan kecil dalam rahimnya? Adelia pun tak tahu.
Pernah suatu ketika, dengan segenap kelembutan yang tersisa, Adelia menyarankan Wisnu untuk turut memeriksakan diri. Barangkali masalah itu tidak hanya ada padanya.
Namun, saran itu ditolak mentah-mentah. Ia dihardik, dituduh, dituding sebagai istri yang berani menistakan kesempurnaan anak lelaki Ratna.
Sejak saat itu, Adelia pernah lagi membahasnya.
Dan kini, ia hanya bisa pasrah, menjadi sasaran empuk dari tiap tatapan penuh curiga dan tiap kata yang dilontarkan dengan nada getir.
Tinggal terpisah pun menjadi mustahil. Ratna tak pernah mengizinkan Wisnu meninggalkan rumah, beralasan bahwa anak tunggal tak pantas menjauh dari orang tua.
“Jadi, hasilnya negatif lagi?” Ratna membuka percakapan pagi itu dengan nada tinggi, nyaris seperti interogasi.
Adelia menunduk, menyembunyikan luka di balik diam, tanpa mampu berucap.
“Kamu ini gimana, sih, Del? Katanya kondisimu sudah membaik, tapi, kok, hasilnya tetap saja nihil!”
Adelia merapatkan bibirnya, saat Ratna dengan pandangan mata tajam, menyalahkan kegagalannya lagi secara tidak langsung. Makanan lezat yang tersaji di depannya pun, kini terasa hambar.
"Kamu benaran sudah sembuh, kan, Del?" Wanita itu sekali lagi menekan Adelia.
Adelia perlahan mengangkat kepalanya, lalu mengangguk samar. "Sudah Ma. Kata dokter, aku sudah sehat. Mama juga sudah pernah melihat laporannya, kan?"
Ratna sontak menatap sinis sang menantu satu-satunya itu. "Alaaah, jangan-jangan kamu bohong ya? Jangan-jangan kamu memanipulasi laporan kesehatan itu! Iya, kan?" tudingnya tak berperasaan.
Adelia sontak terbelalak. Luka di hatinya semakin menganga. "Ya Allah, tidak, Ma! Adel tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu!" jawab wanita itu tegas. Mencoba mempertahankan harga dirinya yang lagi-lagi dicoreng oleh sang mertua.
"Ma, jangan menuduh sembarangan!" Hariadi, sang ayah mertua, kini turut membuka suaranya. Di antara mereka bertiga, hanya beliau lah yang memang lebih sering membela Adelia, meski tetap saja ujung-ujungnya akan selalu kalah dengan argumen sang istri.
Sementara Wisnu, tidak pernah sekali pun melakukan pembelaan untuk melindungi Adelia. Terlebih, hubungan mereka berdua memang agak merenggang sejak dua tahun belakangan.
Wisnu yang dulu begitu perhatian padanya perlahan-lahan mulai menjaga jarak dan sering bersikap dingin.
"Loh, Papa kenapa membela Adel? Bisa saja tuduhan Mama benar! Katanya sudah sehat, tapi mana hasilnya? NIHIL! NOL BESAR!" seru Ratna marah.
Hariadi tampak enggan menanggapi celotehan sang istri, lalu mengalihkan pandangan pada Wisnu dan berkata, "Wisnu, sepertinya saran Adelia benar. Coba saja kamu ikut memeriksakan diri ke dokter, Nak."
Wisnu tersentak dan langsung memperlihatkan mimik tersinggungnya. "Aku jelas baik-baik saja, Pa!" kata pria itu tegas.
"Papa ini bagaimana, sih? Wisnu itu sehat! Riwayat keluarga kita pun bersih dari masalah semacam itu! Tidak seperti keluarga Adel, yang kakak kandungnya saja butuh delapan tahun untuk punya anak. Delapan tahun, Pa!”
Situasi di meja makan itu mulai memanas. Adelia yang menjadi topik utama, mencoba memadamkan percikan tersebut. Ia tak ingin pertengkaran ini semakin berlarut, hanya karena sang ayah mertua membela dirinya.
“Aku akan ke dokter lagi, Ma. Jangan khawatir,” janji terucap dari mulut Adelia pelan.
Ratna mengalihkan pandangannya pada Adelia, dan berkata, "lakukan, kalau kamu masih mau bersama Wisnu!”
Ucapan itu menghunjam jantung Adelia sekita. Ia menahan airmatanya sekuat tenaga, mencoba meraih tangan sang suami sebagai bentuk mohon pengertian. Namun, Wisnu menepis pelan. Tak ingin disentuh. Tak ingin turut campur, seolah itu adalah masalah Adelia sendiri.
Mendung sekali lagi menyelimuti wanita itu.
...**********...
“Loh, Del, kamu datang sendirian lagi, Nak?” Aini, ibu kandung Adelia, muncul dari balik pintu dengan senyum lembut yang menyimpan ribuan doa.
“Iya, Bu,” jawab Adelia sembari melangkah masuk ke dalam rumah masa kecilnya yang penuh kenangan.
Di rumah sederhana inilah Adelia tumbuh, dengan cinta, kesabaran, dan segala kekurangan yang tak pernah dijadikan alasan untuk berhenti bahagia.
Wanita itu memang bukan berasal dari keluarga kaya raya, berbanding terbalik dengan Wisnu. Pertemuan keduanya terjadi saat masih sama-sama mengenyam bangku kuliah, dan Adelia menjadi adik kelasnya.
Paras Adelia yang cantik dan menenangkan sontak menarik hati beberapa pria kakak tingkatnya. Terutama Wisnu. Dan Wisnu keluar sebagai pemenang hatinya
Setelah lulus kuliah, Wisnu memberanikan diri melamar wanita itu dengan berbagai seserahan mewah.
"Wisnu pasti sibuk sekali, sampai-sampai tidak pernah sempat datang berkunjung?" kata Aini sembari berjalan menuju dapurnya yang sederhana dan beraroma lembut. Aroma yang selalu dirindukan Adelia.
Beliau rupanya sedang menyiapkan bekal makan siang untuk suaminya yang tengah berjaga di warung grosiran milik mereka. Setelah pensiun dari PNS, sang ayah membuka sebuah warung grosiran demi menyibukkan diri.
"Iya Bu, pulang saja selalu telat. Tapi, Mas Wisnu menitipkan salam untuk Ibu dan Bapak," ujar Adelia penuh dusta. Sebuah kebohongan kecil yang sengaja ia jaga, demi mempertahankan harga diri pada rumah tangganya, agar tetap utuh di depan keluarganya.
Aini mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sampaikan salam kami juga, ya, Del? Terutama pada kedua mertuamu."
"Iya Bu," balas Adelia lirih. "Omong-omong, Mbak Dinda mana, Bu?" ujar gadis itu guna mengalihkan pembicaraan.
"Lagi mandiin Tiwi. Tadi, sepulang sekolah, sambil nunggu mbakmu, dia main hujan-hujanan."
Adelia tersenyum kecil. Keponakannya itu memang selalu memiliki energi lebih, seolah tenaganya tak pernah habis. "Pasti Mbak Dinda ngomel-ngomel," kelakarnya.
"Tentu saja. Telinga Ibu sampai sakit mendengar teriakan mereka berdua!" Keduanya pun tertawa.
"Bundaaaaa!" Baru saja dibicarakan, sesosok gadis kecil berusia 8 tahun masuk ke dalam rumah sambil berlari. Penampilannya sudah cantik dan wangi, khas anak-anak.
"Tiwi, kata Mbah, kamu habis main hujan-hujanan, ya? Nanti bisa sakit, Sayang," ucap Adelia yang menerima pelukan brutal sang keponakan.
"Tiwi tidak gampang sakit kayak Mami!" cetus gadis tomboi itu seraya melirik ke arah ibunya yang juga ikut masuk ke rumah.
Dinda mencibir. "Kamu sendirian lagi, De?" tanyanya.
"Iya, Mbak. Mas Wisnu masih sibuk," jawab Adelia.
"Alaaah, sibuk terus! Dia kan punya banyak bawahan, masa nggak bisa luangin waktu sekali pun ke sini!" seru Dinda ketus.
Dibandingkan dengan sang adik, Dinda memang memiliki sifat yang sedikit judes dan ceplas-ceplos.
Adelia hanya bisa meringis.
"Adel itu lebih tahu daripada kamu, Din! Sudah, sekarang kalian bantu Ibu. Kasihan, Bapak, pasti sudah nungguin."
Kedua wanita itu pun menurut. Mereka membantu sang ibu menyiapkan makan siang, sembari sesekali melempar candaan hangat yang selalu Adelia rindukan.
Dunia Adelia terasa ringan sesaat. Adelia seperti menemukan kembali dirinya yang biasa. Dirinya yang telah lama bersembunyi, sejak mengikrarkan janji suci dengan Wisnu.
Satu hal yang Adelia sadari adalah, bahwa rumah dan keluarga memang satu-satunya tempat untuk menghilangkan segala kerisauan dan pahitnya jalan hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Sabar ya Del
2024-08-18
0