Wanita Lain Milik Suamiku
BAGI YANG NGGAK SABARAN DENGAN ALUR CERITA INI, SILAKAN SKIP TANPA MENINGGALKAN KOMENTAR-KOMENTAR BURUK!
...**********...
Suasana sarapan pagi yang harusnya bisa dilalui dengan penuh ketenangan, kini terasa sangat sulit bagi Adelia, wanita cantik bersurai hitam yang baru saja memasuki usia ke-34 tahun beberapa hari lalu.
Pasalnya, Ratna yang merupakan ibu mertua Adeli lagi-lagi kembali membahas persoalan lama yang memang menjadi momok tersendiri bagi wanita bersuami sepertinya.
Apa lagi kalau bukan soal anak?
Adelia sebenarnya memahami betul perasaan Ratna yang sudah tidak sabar ingin menimang cucu. Terlebih, Wisnu, sang suami, merupakan anak satu-satunya yang dimiliki keluarga itu. Namun, mau bagaimana lagi, hingga memasuki sepuluh tahun usia pernikahan mereka, Adelia dan Wisnu harus tetap berbesar hati hidup berdua.
Sejak pernikahan mereka yang ke-lima, Adelia sebenarnya sudah mulai rutin ke dokter untuk memeriksakan diri. Sebab ternyata dia memang memiliki sedikit masalah. Namun, kini Adelia telah dinyatakan sehat sepenuhnya.
Lalu, mengapa mereka masih belum juga dipercaya memiliki momongan? Adelia tidak tahu.
Di lain sisi Adelia juga pernah menyarankan Wisnu untuk ikut memeriksakan diri ke dokter, karena mungkin saja pria itu juga memiliki masalah yang tidak diketahui. Namun, baik Wisnu mau pun kedua orang tuanya dengan tegas menolak saran Adelia. Ratna bahkan berani menghardik sang menantu karena secara tidak langsung sudah menuduh kesehatan sang putra kesayangan.
Kini Adelia hanya bisa pasrah akan perlakuan ibu mertua yang selalu saja memusuhinya secara terang-terangan.
Hampir setiap hari Adelia harus tabah mendengar tiap perkataan pedas Ratna yang mampir di telinganya.
Untuk tinggal terpisah dari mereka pun sangat sulit, karena beliau tidak pernah mengizinkan Wisnu untuk angkat kaki dari rumah, dengan alasan bahwa Wisnu merupakan anak tunggal.
"Jadi hasilnya negatif lagi?" Ratna kembali mengajukan pertanyaan yang sama dengan nada tinggi. Sementara Adelia yang duduk di seberang wanita itu hanya bisa tertunduk lesu.
"Kamu ini bagaimana sih, Del, katanya kondisimu sudah baik-baik saja, tetapi kenapa hasilnya masih negatif?" sambung Ratna tanpa merendahkan nada suaranya.
Adelia hanya terdiam membisu. Makanan lezat yang tersaji di depan matanya pun sama sekali tidak tersentuh.
"Kamu benar-benar sudah sembuh, kan?" Wanita itu sekali lagi menekan Adelia.
Adelia mengangkat kepalanya lalu mengangguk samar. "Sudah Ma. Kata dokter, aku sudah sehat. Mama juga sudah pernah melihat laporannya, kan?"
Ratna sontak menatap sinis sang menantu. "Alaaah, jangan-jangan kamu bohong ya? Jangan-jangan kamu memanipulasi laporan kesehatan yang pernah kamu tunjukkan pada Mama! Iya, kan?"
Adelia terbelalak. "Ya Allah, tidak Ma! Adel tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu!" jawabnya tegas.
"Ma, jangan menuduh sembarangan!" Hariadi yang merupakan suami dari Ratna sekaligus ayah mertua Adelia kini mulai membuka suaranya. Di antara mereka bertiga, hanya beliau lah yang lebih sering membela Adelia, meski tetap saja ujung-ujungnya akan selalu kalah dengan sang istri.
Sementara Wisnu tidak pernah sekali pun melakukan pembelaan untuk melindungi Adelia. Apa lagi hubungan mereka berdua sedikit merenggang dua tahun belakangan ini. Wisnu yang dulu begitu perhatian padanya perlahan-lahan mulai menjaga jarak dan sering bersikap dingin.
"Loh, Papa kenapa membela Adel? Bisa saja tuduhan Mama benar! Bagaimana tidak, Adel itu sudah dinyatakan sehat sejak tiga tahun lalu, tetapi mana hasilnya? NIHIL! NOL BESAR!" ucap Ratna marah.
Hariadi tampak enggan menanggapi celotehan istrinya, dia malah mengalihkan pandangan pada Wisnu dan berkata, "Wisnu, sepertinya saran Adelia benar. Coba saja kamu ikut memeriksakan diri ke dokter, Nak."
Wisnu tersentak dan langsung memperlihatkan mimik tersinggungnya. "Aku jelas baik-baik saja Pa!" kata pria itu tegas.
"Papa ini bagaimana sih, kok malah jadi menyuruh Wisnu ke dokter! Wisnu itu sehat, Pa! Dari riwayat keluarga kita saja sudah jelas ... beda dengan dengan keluarga Adel! Kakak pertama Adel saja butuh waktu delapan tahun untuk memiliki seorang anak, Pa! SEORANG!" Ratna turut membela putra kesayangannya tersebut.
Melihat keadaan yang semakin memanas, Adelia pun berusaha menghentikan mereka berdua. Dia tidak ingin pertengkaran lagi-lagi menghiasi keluarga ini.
"Aku yang akan ke dokter nanti, Ma. Jangan khawatir," ucap Adelia.
Ratna menatap Adelia tajam. "Lakukan kalau kamu masih ingin bersama Wisnu!"
Hati Adelia bergetar saat mendengar ancaman Ratna. Sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak menangis. Adelia mencoba meraih tangan kiri sang suami, tetapi pria itu malah menjauhkan tangannya.
Adelia menoleh ke arah Wisnu dan menatapnya dengan pandangan memelas, sedangkan Wisnu buru-buru memalingkan wajahnya seolah-olah tidak menyadari tatapan sang istri.
...**********...
"Adel, kamu datang sendirian lagi, Nak?" Seorang wanita berpakaian sederhana muncul dari dalam rumah. Beliau adalah Aini, ibu dari Adelia.
"Iya, Bu," jawab Adelia yang langsung masuk ke dalam rumah bersama Aini.
Di rumah sederhana ini lah Adelia lahir dan tumbuh besar. Wanita itu memang bukan berasal dari keluarga kaya, berbeda dengan Wisnu. Pertemuan keduanya terjadi ketika Wisnu satu kampus dengan Adelia yang merupakan adik kelasnya saat itu.
Paras Adelia yang cantik sontak menarik hati beberapa pria kakak tingkat, dan Wisnu lah yang jadi pemenangnya. Dua tahun setelah Adelia lulus, Wisnu memberanikan diri melamar wanita itu dengan seserahan mewah.
"Wisnu pasti sibuk sekali ya, Nak, sampai-sampai tidak pernah sempat datang berkunjung?" kata Aini sembari berjalan menuju dapur. Beliau rupanya sedang menyiapkan bekal makan siang untuk suaminya yang tengah berjaga. Keluarga mereka memang membuka usaha warung grosiran setelah sang ayah pensiun sebagai PNS di kantor kelurahan.
"Iya Bu, pulang saja selalu telat, tetapi Mas Wisnu menitipkan salam untuk Ibu dan Bapak," ujar Adelia.
Benarkah apa yang dia katakan? Tentu saja tidak sepenuhnya. Wisnu tidak pernah menitipkan salam apa pun untuk keluarganya. Jangankan salam, menanyakan perihal kesehatan Arwan, sang ayah, saat sakit beberapa hari lalu saja tidak.
Lalu soal pulang kantor, pria itu memang selalu telat akhir-akhir ini dan Adelia tidak ingin repot-repot menanyakan alasannya agar tidak menimbulkan percikan pertengkaran.
Aini mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sampaikan salam kami kembali kalau begitu."
"Iya Bu. Omong-omong, Mbak Dinda mana Bu?" tanya Adelia.
"Lagi mandiin Tiwi. Tadi sepulang sekolah tubuhnya basah semua karena habis main hujan-hujanan, sembari menunggu mbak-mu jemput." Rumah Dinda memang tepat bersebelahan dengan rumah orang tua mereka.
Adelia tertawa kecil. "Pasti Mbak Dinda ngomel-ngomel," kelakarnya.
"Tentu saja. Telinga Ibu sampai sakit mendengar teriakan mereka berdua!" Keduanya pun tertawa.
"Bundaaaaa!" Baru saja dibicarakan, sesosok gadis kecil berusia 8 tahun masuk ke dalam rumah sambil berlari.
"Tiwi, kata Mbah, kamu habis main hujan-hujanan? Nanti bisa sakit Sayang," ucap Adelia yang menerima pelukan brutal sang keponakan.
"Tiwi tidak gampang sakit kayak Mami!" cetus gadis tomboi itu seraya melirik ke arah ibunya yang baru masuk rumah.
Dinda mencibir. "Kamu sendirian, De?" tanyanya.
"Iya, Mbak. Mas Wisnu masih sibuk," jawab Adelia.
"Alaaah, sibuk terus! Dia kan punya banyak bawahan, masa tidak bisa meluangkan waktu sekali pun ke sini!" seru Dinda ketus. Dibandingkan dengan sang adik, Dinda memang memiliki sifat yang sedikit judes dan ceplas-ceplos.
Adelia hanya bisa meringis.
"Adel itu lebih tahu dari pada kamu, Din! Sudah, sekarang kalian bantu Ibu. Bapak pasti sudah menunggu."
Kedua wanita itu pun menurut. Mereka membantu sang ibu menyiapkan makan siang sembari sesekali bergurau.
Kesedihan Adelia pun sirna. Rumah dan keluarga memang satu-satunya tempat bagi wanita itu untuk menghilangkan segala kerisauannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Sabar ya Del
2024-08-18
0