Awalnya, aku kira dunia baruku, adalah tempat yang biasa-biasa saja. karena baik 15 tahun hidupku, tidak ada hal aneh yang terjadi dan aku hidup biasa-biasa saja.
Tapi, Setelah Keluarga baruku pindah ke Jepang. Entah kenapa, aku akhirnya bertemu pecinta oppai di samping rumahku, seorang berambut pirang mirip ninja tertentu, seorang pecinta coffe maxxx dengan mata ikan tertentu, dan seorang maniak SCP berkacamata tertentu.
Dan entah kenapa, aku merasa kehidupan damaiku selama 15 tahun ini akan hilang cepat atau lambat.
Karya dalam Crossover saat ini : [To Love Ru], [Highschool DXD], [Dandadan], [Oregairu], [Naruto], [Nisekoi]
Jika kalian ingin menambah karakter dari anime tertentu, silahkan beri komentar..
Terimakasih...
* Disclaimer *
[*] Selain OC, karakter dan gambar yang digunakan dalam Fanfic ini bukan milik saya, melainkan milik penulis asli, dan pihak yang bersangkutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aga A. Aditama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Takdir - Bagian 6
Setelah ruang klub menjadi kacau karena alasan yang tidak aku ketahui, tiba-tiba aku diusir dari ruang klub dan berakhir di lorong.
Walaupun kata "diusir" sedikit kasar, karena alasannya adalah jam pertama sudah hampir dimulai, jadi kami sebagai siswa teladan harus menunda pertemuan (?) kami.
Tapi tetap saja sama bagiku, dan lebih buruk—aku bahkan tidak tahu pandang mereka tentang situasi Lala.
Mungkin karena itu, sekarang aku yang berjalan bersama Sakura menjadi makin canggung, tidak tahu harus bersikap seperti apa padanya.
“Etto... Tohsaka-san, sebenarnya apa niat asli kalian, sih?"
Aku memutuskan untuk bertanya pada Sakura, yang sekarang berjalan di sampingku.
Mendengar perkataanku, Sakura memiringkan kepalanya sambil mengetuk bibir bawahnya dengan jari telunjuk.
“Situasinya sedikit rumit, Kirisaki-kun. Namun sebagai sesama manusia, pihak kami tidak suka memusuhi jenisnya sendiri"
Jawabannya tidak menjawab pertanyaanku, sikapnya yang ambigu malah semakin membuatku tertekan.
“Mari buang semua kepura-puraan itu, katakan saja. Kalian musuh, atau bukan!?"
Aku menghentikan langkahku, dan menatap tajam gadis di sebelahku. Sudah muak dengan sikap pihak mereka yang tidak jelas.
Sakura juga ikut berhenti bersamaku, dan membalas tatapan mataku. Dan untuk sejenak, kami saling menatap dalam diam.
Mata biruku menatap tajam ke mata biru kehijauannya, aku bahkan tidak mencoba berkedip atau mengalihkan pandanganku darinya.
Tapi kontes menatap kami terhenti, saat Sakura menjadi orang pertama yang mengalihkan pandanganya dariku. Sebelum menundukkan kepalanya, menyembunyikan rona merah yang muncul di pipinya, yang bahkan tidak aku sadari.
“Kirisaki-kun, kenapa kamu sangat bertekad melindunginya?"
Aku mengerutkan kening saat mendengarnya, tidak paham dengan maksud ucapannya.
Namun, jawabannya segera terlintas, juga cukup sederhana.
“Aku hanya ingin melindungi senyumannya."
Senyuman itu, indah dan murni, membuatku ingin melindunginya karena aku menyukai senyumannya—sesederhana itu.
Sakura berkedip bingung, sedangkan bibirnya yang selama ini tersenyum sedikit terbuka menunjukkan keheranannya.
Aku merasa sedikit terhibur oleh reaksi barunya. Membuatku tersenyum tipis, sebelum berjalan pergi meninggalkannya yang masih berdiri membeku.
Tak lama kemudian, Sakura tersadar dari kondisinya, setelah melihatku berjalan meninggalkannya. Dan dengan langkah tergesa-gesa, menyesuaikan kecepatannya, agar berjalan sejajar denganku.
“Kirisaki-kun... Alasan konyol macam apa tadi? kamu ingin melindungi seorang alien hanya karena senyumannya?"
“Konyol? Mungkin memang begitu, tapi terus kenapa?"
Suasana hatiku sedikit membaik secara real-time, saat aku melihat Sakura yang selalu tampil lembut dan anggun di hadapanku. Menjadi penuh ekspresi, menghancurkan sikapnya yang menurutku penuh kepura-puraan.
“A... Apakah jangan-jangan kamu jatuh cinta padanya, Kirisaki-kun?"
Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaan itu, dan menatap Sakura yang sekarang tampak memasang senyum mengejek di wajahnya.
“Apakah kamu pernah jatuh cinta sebelumnya, Tohsaka-san?"
Walaupun agak terkejut, Sakura tetap tersenyum—meskipun bagiku, senyum itu lebih menyerupai ejekan daripada kelembutan yang biasa.
Dan melihatnya tidak menunjukkan tanda ingin menjawab, aku hanya mengangkat bahu tidak perduli.
“Punya pengalaman berkencan dengan lawan jenis? Ah... Tak usah dijawab, aku sudah tahu jawabannya."
Kata-kataku sepertinya menyentuh perasaannya, walaupun tidak tampak jelas di balik senyum tipisnya. Entah mengapa, aku yakin Sakura tersinggung dengan ucapanku.
Tapi aku tidak perduli, dan melanjutkan perkataanku apa adanya.
“Bukan bermaksud buruk, Tohsaka-san. Inti yang ingin aku katakan sederhana, jika kamu bahwa belum pernah jatuh cinta, apalagi berkencan. Daripada asal keberanianmu sok tahu soal cinta? Bukankah kamu itu ‘perawan', benar!?"
Baik, aku yakin itu sangat kasar saat aku mengatakannya. Tapi hey... Aku pernah mendengar perkataan serupa di kehidupan pertamaku. Jadi entah mengapa, aku hanya ingin membuat orang lain merasakan hal yang sama saja, kok.
Dan nyatanya, aku juga jenis yang sama—walaupun aku memiliki dua pengalaman hidup. Sampai detik ini, aku belum bisa keluar dari zona perawan, meskipun aku pernah berkencan, sial.
Jadi saat aku mengingat statusku sendiri, aku pun sadar bahwa ucapanku, juga seolah menyerang diriku sendiri.
Hal ini membuatku tak mampu merasakan kebahagiaan, meskipun aku sudah berhasil menghancurkan sikap anggun sakura dua kali dalam sehari.
Membuat wajah cantiknya yang lembut pun, berubah merah karena marah dan malu; bahkan tubuhnya sedikit gemetar, sementara kedua tangan meremas keras ujung roknya.
Merasa sedikit simpatik, aku menepuk bahunya dua kali. Sebelum berbisik pelan di telinganya. “Aku paham perasaanmu."
Bagiku, tak perlu banyak bicara soal masalah itu—di antara kami yang sama-sama masih perawan.
Jadi setelah menghiburnya(benarkah?), aku berjalan menuju ruang kelas, takut terlambat dan harus menghadapi bimbingan pribadi dengan Kirisu-sensei.
...****************...
...Sementara Itu, Di Rumah Kenma...
Aku telah melakukan tindakan buruk pada Kenma, padahal kami baru bertemu dan berteman dalam sehari.
Aku telah merepotkan dirinya, bahkan sampai membuat teman Kenma dan Momo terluka.
Awalnya, aku diam-diam kabur karena tidak ingin merepotkan Kenma. Tapi aku malah berakhir diculik oleh alien lain di planet ini.
Yang terburuk, aku pun melibatkan Kenma. Padahal aku tahu dia tidak ingin terlibat denganku.
Jika aku bisa membuat mesin waktu, aku ingin memutar waktu kembali ke malam sebelumnya. Dan memukul diriku sendiri, agar tidak bertindak bodoh.
Namun aku tahu itu tidak mungkin, setidaknya tidak untuk sekarang.
Mungkin karena itulah, setelah kembali ke rumah Kenma. Aku tidak bisa tidur sejak kembali dari gereja.
Aku merasa takut tidur sendiri di kamar, karena itu aku menyelinap masuk ke kamar Kenma tadi malam.
Dan saat aku melihat Kenma bisa tidur dengan nyenyak di kamarnya, aku sedikit cemberut melihatnya bisa dengan santainya tertidur setelah semua itu.
Dan mungkin karena itu, tiba-tiba rasa kantuk menyerangku, membuat aku segera berbaring di samping Kenma yang tidur.
Aku tertidur selama beberapa jam, sampai tiba-tiba Kenma bangun dan menyadari keberadaanku.
Sikapnya yang canggung dan tersipu malu, saat melihatku tidur di kamarnya, membuatku tersenyum, merasa terhibur dengan sikapnya yang menggemaskan.
Tapi karena rasa kantuk yang masih tersisa, aku tidak sanggup untuk membuka mata dan melanjutkan tidurku.
Membuatku tidak bertemu dengannya saat bangun, karena sepertinya Kenma sudah berangkat sekolah.
Aku juga tidak bertemu dengan Momo saat turun ke lantai satu, sepertinya dia masih tidur, atau sedang ada di kamar temannya.
Hal itu membuatku harus sarapan seorang diri, dan walaupun sepi karena tidak ada orang lain yang sarapan bersamaku, setidaknya aku sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.
Setelah menghabiskan sarapan yang pasti dibuat oleh Kenma(makan Kenma enak!), aku berjalan naik ke lantai dua menuju kamar tidurku.
Sendirian di kamar, aku sedikit bingung dengan langkahku selanjutnya. Awalnya aku hanya ingin kabur dari rumah, karena marah dengan papa yang terus memaksaku untuk menikah, dengan para pelamar yang menyebalkan itu.
Namun setelah terdampar di planet ini, dan berakhir di rumah Kenma. Dan berakhir menjadi korban penculikan di malam pertamaku, dan dihajar habis-habisan oleh penculikku.
Aku sedikit bingung dengan langkah apa yang seharusnya aku ambil sekarang ini.
Bohong jika aku mengatakan tidak takut berkeliaran, dan berakhir menjadi korban penculikan lainnya. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana, saat tahu bila keberadaanku bisa membawa masalah pada Kenma.
“Ohh... Benar, dimana Peke?"
Saat pikiranku penuh pikiran negatif, tiba-tiba aku sadar bahwa sepertinya aku kehilangan partnerku, Peke.
Karena kejadian malam tadi, kepalaku penuh dengan masalah, membuatku lupa jika aku telah kehilangan robotku.
“Hmm... Untung saja aku punya tindakan pencegahan."
Sebagai seorang ilmuwan, dan pencipta Peke. Aku sudah merencanakan tindakan pencegahan, jika situasi seperti ini terjadi.
Jadi sambil mengeluarkan alat pelacak muktahirku, aku segera memasukkan frekuensi gelombang energi Peke.
Hasilnya, di layar alat pelacak yang aku buat, aku menemukan gelombang frekuensi Peke. Namun saat melihat simbol Peke terus bergerak dalam layar, aku langsung sadar bahwa Peke sepertinya sedang berada di tangan seseorang.
Hal ini bisa berakhir buruk, hal terakhir yang ingin aku inginkan adalah kehilangan Peke. Jadi aku buru-buru mengakses fungsi lain alat pelacak buatanku, sistem interface dan suara yang membuatku bisa melihat pemandangan yang dilihat Peke.
Dan saat itu aku mendengarnya.
Suara maskulin Kenma, yang sepertinya sedang berbicara dengan orang lain. Dan sepertinya pihak lain adalah seorang wanita, saat mendengar suaranya dan lebih dari satu orang.
Walaupun aku hanya bisa mendengar percakapan di antara mereka, tanpa bisa melihat sosoknya karena pandangan Peke terhalang.
Aku masih bisa mendengar dengan jelas suara Kenma, yang sedang mengobrol dengan pihak lain.
Perhatianku terfokus pada percakapan mereka, karena topik yang mereka angkat adalah tentang tamu di rumah Kenma, yang adalah diriku.
Untuk sesaat pendengaranku menajam, ingin mendengar setiap detail yang mereka bicarakan.
Namun saat suara tamparan terdengar, aku reflek berteriak kaget saat tahu dari mana sumber suara tersebut.
Saat menyadari bahwa suara itu berasal dari Kenma, aku langsung panik dan khawatir padanya. Sebelum menghela nafas lega saat mendengar suara Kenma yang sepertinya baik-baik saja.
Namun, kepalaku sudah tertunduk saat aku menggigit bibir bawahku.
‘Lagi-lagi... Aku membuat masalah untuk Kenma.'
Rasa bersalah memenuhi hatiku, membuatku hampir tidak mendengar sisa percakapan diantara mereka.
Setidaknya terus begitu.
Sampai sebuah suara yang terdengar hangat dan nyaman di telingaku, terdengar sangat keras bahkan saat kepalaku penuh dengan berbagai hal.
“Tapi Lala adalah tamuku, dan aku sebagai tuan rumah memiliki kewajiban untuk melindunginya, bahkan jika itu berarti aku menjadi musuhmu—dan kekuatan di belakangmu.”
Suara Kenma bergema di kamar yang sepi, dengan hanya suara nafasku dan rintihan air mataku yang terjatuh saat mendengarnya.
Momen itu berlangsung cukup lama, bahkan aku sampai lupa bahwa percakapan yang aku dengar masih berjalan. Namun telingaku tidak mendengarnya, karena dalam kepalaku sebuah suara masih terus terngiang.
Tapi Lala adalah tamuku, dan aku sebagai tuan rumah memiliki kewajiban untuk melindunginya, bahkan jika itu berarti aku menjadi musuhmu—dan kekuatan di belakangmu.
Tapi Lala adalah tamuku, dan aku sebagai tuan rumah memiliki kewajiban untuk melindunginya, bahkan jika itu berarti aku menjadi musuhmu—dan kekuatan di belakangmu.
Saat suara itu terus diputar di kepalaku.
Dan tanpa sadar, senyuman yang selalu terlukis di wajahku perlahan kembali. Senyum yang selalu aku buat dan gunakan di setiap situasi.
Senyum itu perlahan kembali, bahkan jika sekarang wajahku penuh dengan air mata.
Aku tidak tahu berapa lama momen itu berlangsung, namun seperti sebuah keajaiban, aku mendengar suaranya sekali lagi.
“Kirisaki-kun, kenapa kamu sangat bertekad melindunginya?"
Di awali sebuah pertanyaan yang juga membuatku penasaran dengan motifnya, aku sekali lagi di buat fokus dengan percakapan mereka.
“Aku hanya ingin melindungi senyumannya."
Setidaknya begitu, sambil aku tiba-tiba mematikan alat pelacakku, dan menyelimuti tubuhku di balik futon, dengan wajahku sudah berubah menjadi semerah tomat.
gk sabar liat semua makhluk terkuat nya saling muncul, mulai dari hantu yang skala planet, orang tua nya Lala , sama dewa nya dxd 🤣
jadi kayak lucy