Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11 Pernikahan dan Kenyataan
*
"Darimana, Mir?" Tanya Salman.
"Dari kamar mandi." Jawabnya ketus dan segera meninggalkan Salman.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan pada Purnomo, Amir?"
Purnomo merasa tidak tenang, sebelum pulang dia memutuskan untuk menemui sahabatnya itu.
"Purnomo!" Ucapnya.
"Salman, ada apa?" Sembari menoleh kearah Salman.
"Bagaimana perasaan mu? Besok sudah harinya, loh!" Kata Salman basa basi. Dia sedikit gerah, karena kamar Purnomo terasa sesak dan panas. "Padahal AC nya nyala." Gumam Salman dalam hati.
"Biasa saja!" Jawab Purnomo.
"AC kamar mu rusak ya, Pur? Panas banget sih!" Kata Salman.
"Gak tuh, kamu yang belum mandi." Ucap Purnomo. Memperhatikan suhu AC di kamarnya.
"Hmm, kalau gitu aku pulang dulu. Besok Insyaallah aku datang lagi." Kata Salman. Purnomo pun mengangguk.
"Assalamualaikum, Pur!" Ucap Salman. Tapi tak ada jawaban dari sahabatnya.
Salman memilih pergi. Dia berjanji setelah acara pernikahan Purnomo, dia akan menyelidiki Amir.
***
Amir pulang ke rumahnya, dia hanya tinggal berdua dengan Emaknya yang sudah tua. Terhitung baru satu Minggu Amir pindah ke kampung ini, Emaknya mengalami stroke. Menyebabkan lumpuh dan sulit berbicara sampai sekarang.
Saat di ruang tamu, Amir dilirik tajam oleh Emak yang duduk di kursi roda.
"Mak, jam segini masih nonton wae. Nanti matanya sakit atuh! Aku bawa jajanan sepulang pengajian, kita makan sama-sama." Kata Amir. Dia mematikan televisi, dan membawa Emak ke dekat meja untuk menikmati jajanan bersama.
Amir mengambil piring dan memisahkan jajanan itu sebagian. Setelah membantu Emak makan, Dia membawanya ke kamar, untuk beristirahat.
"Mak istirahat, ya! Aku mau bereskan bekas makan dulu." Katanya. Tidak ada jawaban, tapi mata sang emak memancarkan ketidaksukaan.
Amir keluar dari kamar Emaknya, menuju ke ruang tamu untuk membereskan kulit jajanan tadi. Tapi saat disana, dia melihat semuanya sudah bersih. Bahkan piring kotornya sudah tidak ada.
Gegas Amir mengambil jajanan yang dia sisihkan sebelumnya, dia bawa ke dalam kamarnya. Antara kamar Amir dan Maknya hanya dipisahkan dinding tripleks, dulu dia sengaja melakukannya karena khawatir tidak mendengar panggilan sang emak kalau ada apa-apa.
"Apa kamu yang bereskan piring di luar?" Tanya Amir. Setelah dia masuk ke dalam kamarnya.
"Iya. Tidak pa apa, kan! Hanya pekerjaan ringan saja." Ucap gadis itu.
"Mmm, aku hanya tidak mau merepotkan mu. Ini jajanan yang kubawa dari rumah Purnomo, makanlah." Kata Amir.
"Cih, mana Sudi aku memakannya." Kata gadis itu. Menatap jijik pada makanan yang dibawa Amir.
"Ini hanya makanan, Mirna. Lagipula yang membuatnya bukan Purnomo, tapi orang lain." Ujar Amir.
Ya, gadis yang berada di kamar Amir adalah Mirna. Selama ini dia tinggal di rumah Amir, guna menghindari amukan warga yang sudah mengetahui perbuatannya pada Purnomo.
Rumah Amir dan warga sekitar dipisahkan oleh hamparan sawah yang cukup luas, disana ada rumah lain tapi cukup berjarak. Oleh karena itu Mirna aman bersembunyi disana.
"Makanlah, aku dan emak sudah makan duluan tadi." Titah Amir. Dia menyodorkan piring berisi jajanan pada Mirna.
Mirna terpaksa mengambilnya. "Apa kamu sudah melakukan tugasmu?" Tanya Mirna.
"Sudah, aku sudah mengoleskan air yang kamu berikan di pakaian pengantin Purnomo." Jawab Amir.
"Sebenarnya itu air apa, Mirna? Dan bagaimana besok? Aku tidak akan bisa memberikan ramuan padanya." Tanya Amir.
"Air itu akan mengikatnya dengan ku. Setelah acara pernikahan, dia sendiri yang akan mencari keberadaan ku. Dia sudah tidak memerlukan ramuan untuk diminum." Jawab Mirna.
Dia mulai menikmati jajanan, yang dibawa Amir.
"Mirna! Besok Purnomo menikah, apa kau tidak merasa sedih?" Amir mencoba mencari tahu tentang perasaan Mirna pada Purnomo.
"Untuk apa harus bersedih? Dulu aku punya rasa padanya, sekarang tidak. Di hatiku hanya ada dendam, dan tidak mau melihat Sarah bahagia." Ucap Mirna.
Amir tak lagi bertanya, dia meninggalkan Mirna sendiri di kamarnya. Sedangkan Amir memilih tidur di depan televisi.
*** ***
Hari pernikahan pun tiba, Purnomo sudah terlihat rapi dengan setelan jas hitamnya. Dia akan melaksanakan akad nikah di masjid yang berada di kampungnya.
"Mirna kita akan segera menikah." Gumam Purnomo lirih. Salman dan Pak Tejo yang menemaninya di kamar sontak terkejut mendengarnya.
"Apa yang barusan kamu katakan, Pur?" Tanya Pak Tejo.
"Gak ada, Pak." Raut wajah Purnomo menunjukkan kebingungan.
Salman meraih lengan Pak Tejo, dia menggeleng kan kepalanya pelan. Meminta pak Tejo untuk tenang.
"Sudah hafal belum, nama lengkap calon istri mu. Jangan malu maluin di depan penghulu, loh." Gurau Salman.
"Sudah hafal diluar kepala." Jawabnya malas.
"Alhamdulillah, kalau begitu. Ayok berangkat nanti kesiangan." Ajak Salman dengan sabar.
***
Akhirnya pernikahan telah dilaksanakan dengan baik tanpa hambatan apapun.
Purnomo segera masuk ke kamar pengantin dengan terburu-buru. Dia membuka pintu kamar mandi yang ada disana, hingga suara teriakan terdengar.
"Aaahhh! Kang Purnomo, kenapa gak ketuk pintu dulu kalau mau masuk?" Ternyata di dalam ada Sarah yang tengah berganti baju.
Dia hanya mengenakan dalaman, membuat tubuhnya yang putih bersih itu terekspos. Awalnya dia menutupi bagian dadanya dengan tangan, tapi teringat bahwa yang dihadapannya kini adalah sang suami, dia segera menurunkan tangannya.
"A pa kang Purnomo mau man di juga?" Tanya Sarah sedikit gugup.
Saat ini dipenglihatan Purnomo, yang ada dihadapannya bukanlah Sarah melainkan Mirna.
Purnomo segera menarik pinggang Sarah, hingga dadanya menubruk benda kenyal milik Sarah.
"Ahh!"
Purnomo menyentuh bibir ranum Sarah, kemudian mencumbunya. Ini pertama kalinya bagi Sarah, cukup lama Purnomo menghisap bibirnya. Hingga membuatnya kehabisan nafas.
Purnomo melepas pagutannya.
"Hah hah...!" Nafas Sarah memburu. Dia menghirup oksigen dengan cepat, seolah takut kehabisan.
"Mirna! Akang selalu suka dengan bibir ranum mu, sangat manis." Ucap Purnomo.
Deg
"Mirna? Apa kang Purnomo melihatku sebagai Mirna? Ciuman itu bukan untukku!" Gumam Sarah dalam hati.
"Apakah Kang Purnomo mencintaiku?" Tanya Sarah.
"Tentu akang mencintaimu. Sangat mencintaimu Mirna, tidak ada orang lain yang bisa menggantikan tempatmu di hatiku." Jawabnya. Seketika dunia Sarah runtuh.
Dia sangat kecewa. Dia seolah patung pemuas yang menyerupai Mirna. Pernikahannya berlangsung, tapi kenyataannya hati Purnomo tetap milik Mirna.