Ziel, seorang CEO muda yang tegas dan dingin, memutuskan pertunangannya setelah menemukan bukti perselingkuhan Nika. Namun, Nika menolak menerima kenyataan dan dengan cara licik, ia menjerat Ziel dalam perangkapnya. Ziel berhasil melarikan diri, tetapi dalam perjalanan, efek obat yang diberikan Nika mulai bekerja, membuatnya kehilangan fokus dan menabrak pohon.
Di tengah malam yang kelam, Mandara, seorang gadis sederhana, menemukan Ziel dalam kondisi setengah sadar. Namun, momen yang seharusnya menjadi pertolongan berubah menjadi tragedi yang mengubah hidup Dara selamanya. Beberapa bulan kemudian, mereka bertemu kembali di kota, tetapi Ziel tidak mengenalinya.
Terikat oleh rahasia masa lalu, Dara yang kini mengandung anak Ziel terjebak dalam dilema. Haruskah ia menuntut tanggung jawab, atau tetap menyembunyikan kebenaran dari pria yang tak lagi mengingatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Brutal
Dokter Mita mengangkat alis, sedikit terkejut, tapi mengangguk sopan. "Sebagai dokter, kerahasiaan pasien adalah prioritas saya. Apa yang ingin Anda sampaikan?"
Dara menarik napas dalam, tangannya meremas selimut di pangkuannya. "Saya... saya sedang hamil, Dok. Delapan minggu. Tapi saya tidak ingin orang lain, apalagi Tuan Ziel tahu tentang kehamilan ini."
Dokter Mita terdiam sejenak, tampak memproses informasi tersebut. "Kenapa Anda tidak ingin beliau tahu? Dia tampak sangat peduli pada Anda," tanyanya, nada suaranya penuh perhatian tapi tidak menghakimi.
Dara menggigit bibirnya, mencoba merangkai kata. "Ini... rumit, Dok. Saya punya alasan pribadi, dan saya mohon, untuk saat ini, tolong rahasiakan hal ini darinya."
Dokter Mita mengangguk pelan, meski jelas terlihat ia ingin memastikan keputusan Dara benar-benar matang. "Baik, kalau itu yang Anda inginkan. Tapi Anda harus menjaga kesehatan Anda dengan baik. Kehamilan membutuhkan perhatian ekstra, apalagi dalam kondisi seperti ini."
"Terima kasih, Dok," ucap Dara lega, meski hatinya tetap berat. "Saya akan berusaha menjaga diri. Saya hanya... belum siap untuk menghadapi semuanya."
Setelah memberi beberapa saran tentang pola makan dan istirahat, Dokter Mita menuliskan resep vitamin dan obat demam yang aman untuk ibu hamil. Ia menatap Dara dengan tegas sebelum pergi. "Ingat, kalau ada keluhan apa pun, segera hubungi saya."
Dara hanya mengangguk pelan, mengantarkan dokter ke pintu. Setelah dokter pergi, ia kembali ke kamarnya, duduk di tepi tempat tidur sambil menatap resep di tangannya. Hatinya diliputi rasa bersalah dan kebingungan. "Kenapa semuanya harus seberat ini?" bisiknya pada dirinya sendiri, air mata mulai menggenang di matanya.
***
Ziel mengemudi dengan ekspresi yang sulit ditebak. Tatapan matanya lurus ke jalanan di depannya, tetapi pikirannya penuh dengan pertanyaan yang membuat dadanya terasa berat. Ia tidak bisa mengabaikan bayangan Dara tadi pagi, wajahnya yang pucat, tubuhnya yang gemetar, dan terutama ekspresi ketakutan itu.
Tangannya yang memegang kemudi sedikit mengencang. "Kenapa dia begitu ketakutan?" gumamnya pelan. Pikirannya memutar kejadian tadi, dari saat ia menemukan Dara terbaring lemah, hingga insiden di mana ia tanpa sengaja jatuh menimpa Dara.
Ia mendesah panjang, matanya sesekali melirik sudut bibirnya di kaca spion tengah. Bibirnya masih terasa perih, dan darah yang sempat keluar kini meninggalkan jejak samar. "Dia meninju aku seperti aku ini penjahat," Ziel bergumam, sudut bibirnya tertarik ke atas dalam senyum tipis yang penuh ironi. "Brutal sekali," tambahnya dengan nada rendah.
Namun senyuman itu segera hilang, digantikan oleh raut serius. Ia tidak tahu kenapa Dara bereaksi seperti itu, tapi satu hal yang jelas: ini lebih dari sekadar rasa tidak nyaman karena insiden tadi. Sikap Dara bukan hanya waspada, tapi ada ketakutan mendalam yang Ziel tidak bisa abaikan.
"Apa karena aku jatuh menimpa dia tadi?" gumam Ziel, lebih kepada dirinya sendiri. "Apa dia mengira aku akan berbuat tak senonoh padanya?" Pikirannya terus berkecamuk, memunculkan berbagai kemungkinan yang tak bisa ia tepis.
Ia menghela napas kasar, mencoba menenangkan dirinya. Tapi rasa tidak tenang itu tidak juga hilang. Matanya fokus kembali ke jalan, tetapi dalam hatinya ada tekad. "Kalau dia tidak mau bicara, aku harus mencari tahu sendiri," Ziel berbisik, suaranya tegas. Bagaimanapun, Dara adalah tanggung jawabnya sekarang. Apa pun yang membuatnya ketakutan seperti itu, Ziel harus mengetahuinya.
Ziel mengemudi dengan satu tangan di setir, sementara tangan lainnya sesekali mengetuk-ngetuk kemudi, menunjukkan kegelisahannya. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Mata tajamnya terpaku pada jalanan di depannya, tapi pikirannya terus melayang ke arah Dara.
Namun tiba-tiba ia teringat meeting pagi ini yang harus dihadapinya tanpa kehadiran Dara. Dara yang biasanya selalu ada, memastikan semua berjalan lancar, dan yang paling penting, membuat penciumannya tidak terganggu.
Ziel mengerutkan kening, mengingat betapa aroma tubuh Dara selalu membuatnya merasa tenang. “Tanpa Dara, apa aku bisa tahan di ruangan itu?” pikirnya. Ia menggelengkan kepala, mencoba menepis kekhawatiran yang terus menghantuinya.
"Ini cuma meeting, Ziel. Kamu sudah pernah menghadapi hal yang lebih buruk," gumamnya pelan, mencoba meyakinkan diri sendiri. Tapi bayangan tentang ruangan penuh dengan orang-orang, dengan aroma tubuh mereka yang beragam dan sering kali menyengat, membuatnya sedikit mual hanya dengan membayangkannya.
Ziel merapikan dasinya dengan satu tangan, berusaha terlihat lebih santai. “Aku harus bisa. Ini cuma satu hari tanpa Dara. Nggak mungkin aku bergantung terus sama dia,” katanya, meskipun nada suaranya terdengar kurang yakin.
Ia menekan pedal gas sedikit lebih keras, berusaha tiba di kantor lebih cepat. “Fokus, Ziel. Yang penting kamu selesaikan meeting ini. Kalau mulai nggak nyaman, tinggal selesaiin lebih cepat dan pulang.”
Namun, pikiran itu tidak membuatnya lebih tenang. Ia mendesah berat, mengusap pelipisnya dengan satu tangan saat lampu merah membuatnya berhenti. "Dara, kamu nggak tahu betapa pentingnya kamu ada di sekitarku," gumamnya tanpa sadar.
Saat lampu hijau menyala, Ziel kembali melaju, berusaha menguatkan diri untuk menghadapi hari tanpa kehadiran Dara di sisinya.
***
Dara duduk di sofa apartemennya dengan tubuh bersandar lemah. Badannya terasa panas dingin, dan kepala berdenyut. Di tangannya, ia memegang resep obat yang diberikan dokter tadi. Ia ingin segera menebus obat itu, tapi badannya terlalu lemah untuk keluar.
Setelah beberapa menit merenung, ia akhirnya mengambil ponselnya. “Aku nggak mungkin keluar dalam keadaan begini. Pakai jasa ojek online aja,” gumamnya dengan suara serak.
Dara membuka aplikasi ojek online di ponselnya. Tangannya agak gemetar saat mengetik alamat apotek yang diberikan dokter. Ia menambahkan catatan di aplikasi: "Mohon bantuannya untuk menebus resep dokter. Obat yang harus ditebus sudah saya lampirkan fotonya. Tolong langsung hubungi saya jika sudah sampai di depan apartemen."
Setelah pesanan diterima, ia merasa sedikit lega. Sambil menunggu driver datang, Dara mencoba mengumpulkan tenaganya untuk berdiri dan mengambil dompet.
Beberapa menit kemudian, ponselnya berdering. Driver ojek online itu mengabarkan sudah tiba di depan apartemen. Dara dengan langkah pelan menuju pintu. Ia membuka sedikit pintu apartemennya, menyelipkan uang dan resep obat melalui celah itu. “Kak, tolong, ya. Ini resep dan uangnya. Sisanya boleh ambil saja. Kalau ada yang kurang, kasih tahu saya.”
Driver itu mengangguk ramah. “Baik, Kak. Saya langsung ke apoteknya. Nanti kalau sudah selesai, saya kabari lagi.”
Dara kembali ke sofa, mencoba bersandar sambil menunggu. Tak lama kemudian, driver kembali menghubungi, memberi tahu bahwa obat sudah dibelikan. Setelah mengantarnya ke apartemen, Dara mengambil obatnya dan mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih banyak, Kak. Maaf kalau merepotkan,” ucapnya dengan senyum tipis meski wajahnya masih terlihat pucat.
“Tidak apa-apa, Kak. Cepat sembuh, ya,” jawab driver itu sebelum pergi.
Dara menutup pintu, duduk kembali di sofa, lalu menatap obat di tangannya. “Akhirnya bisa minum obat juga,” gumamnya lega sebelum segera meneguk obat itu dengan segelas air.
Dara duduk di sofa sambil memandangi obat yang baru saja ia minum. Napasnya sedikit berat, tubuhnya masih terasa lemas. Namun pikirannya justru tidak tenang. Siluet Ziel, aroma tubuhnya, hingga gerakan pria itu terus memenuhi benaknya.
“Kenapa semua begitu mirip?” gumam Dara pelan, menatap kosong ke depan. “Siluetnya, aroma tubuhnya, bahkan caranya memegang tanganku... semua seperti pria itu. Apa benar Tuan Ziel...?”
Ia menggelengkan kepala dengan cepat, mencoba mengusir pikiran itu. Tapi semakin ia mencoba melupakan, semakin jelas ingatan malam itu membayang di pikirannya. Dara mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Aku harus memastikan... tapi bagaimana caranya?”
Namun, saat ia mencoba memikirkan lebih jauh, kepalanya mulai berdenyut. Pusing yang ia rasakan semakin menjadi, membuatnya memejamkan mata sejenak. Efek obat yang baru saja diminumnya pun mulai bekerja, membuat tubuhnya terasa berat dan matanya perlahan mengantuk.
“Argh... kepala ini… aku nggak bisa terus begini,” gumamnya dengan suara serak. Ia memaksakan diri untuk berdiri, berjalan tertatih menuju kamar.
Sesampainya di kamar, Dara langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang. Ia menarik selimut hingga menutupi tubuhnya, mencoba mengistirahatkan diri. “Aku harus pulih dulu... baru bisa berpikir jernih,” bisiknya lirih sebelum akhirnya matanya perlahan terpejam, membiarkan tubuhnya yang lelah tenggelam dalam istirahat.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
makasih kak semoga selalu sehat , rejeki lancar , berkah barokah . aamiin 🤲
maaf kak kalau aku bacanya kadang sampai 4 bab atau mungkin lebih baru bisa baca , bukan niat numpuk bab tapi karena emang lagi repot bahkan gak sempat buka HP . 🙏🙏🙏
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
kakek neneknya belum dikasih tahu ya , kok belum datang .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
makasih buat Novel Ziel dan Dara kk Thor🙏
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍