Tragedi Ranjang Kakak Tiri

Nao terdiam tak menyangka. "Jadi tato ini benar mataku?." Batinnya tersentuh.

Cklek!

Pintu dibuka seseorang.

"Ares, kau tahu? macet sialan itu yang membuatku terlambat dat....

Ben tak sempat menyelesaikan ucapannya keburu terkejut melihat pemandangan di dalam kamar. "Ups!.."

Nao seketika menjauh dari Ares hingga beberapa senti. "Ini bukan seperti yang kau bayangkan ya kak." Setelah mengambil flashdisk Nao berlari keluar dari kamar itu.

Ben maju beberapa langkah dan menjatuhkan diri di hadapan Ares, ia pasrah. "Sorry bro, seharusnya aku tidak datang bukan?."

Mata tajam Ares seolah ingin mengiris Ben saat itu juga. "Ck! sudahlah, mana yang ku minta?."

Ben berdiri kembali meletakkan beberapa berkas yang diminta Ares. "Tunggu, barusan itu apa Nao yang mendekatimu duluan?."

Ares yang menyadari ia tersenyum sekilas. "Lain kali ketuk pintu dulu sebelum masuk!."

"Ayolah aku juga tidak tahu."

Ares acuh karena masih kesal dengan sahabatnya, ia memilih melihat berkas yang dibawa Ben untuk diperiksa.

Bukannya kembali masuk ke dalam kamar Nao malah turun ke bawah dekat kolam untuk melihat suasana laut malam yang indah.

Ia berusaha mengatur nafasnya agar tenang. "Apa-apaan itu tadi? kenapa kau malah mendekatinya duluan Nao?."

"Aaarrrgh! bisa gila aku lama-lama." Nao tak bisa mengontrol perasaannya saat bersama Ares.

"Apa yang membuatmu gila?." Tanya Mondy yang tiba-tiba ada di sana.

"Ah mengagetkanku saja." Timpal Nao.

Mondy tersenyum seraya memberikan jus pada Nao sama seperti dirinya yang minum juga. "Minumlah bu Fara membuatnya dan ini sangat segar."

"Terimakasih." Nao menerima jus itu dan meneguknya hingga habis.

Mondy terkejut ia terkekeh. "Pelan-pelan."

"Haha ini sangat enak." Balas Nao yang berusaha menutupi rasa gugupnya terhadap Ares dihadapan Mondy.

"Nao.."

"Ya?." Nao menoleh.

"Senang bisa bekerjasama denganmu."

"Aku juga." Balas Nao setelahnya ia kembali menatap bintang-bintang. "Indah ya.."

Mondy yang sedang menikmati wajah cantik itu tersenyum. "Ya sangat indah."

Ares yang mendapatinya sontak meneguk sebotol minuman hingga habis setelahnya ia meremas botol minuman sampai remuk dengan kepalan tangan, Ben yang sedang mengotak-ngatik laptop melirik.

"Benar-benar menyiksaku! pria bernama Mondy itu terus mendekati Nao." Geram Ares.

"Tenanglah kurasa Nao tak menyukai Mondy ia tampak menganggapnya sebagai rekan kerja saja." Ujar Ben yang meletakkan laptop. "Sudah ku kerjakan selebihnya tandatangani, aku akan kembali ke penginapan."

"Hmmm." Balas singkat Ares.

Ben pun berlalu dari sana.

Sementara Nao yang sedang menikmati indahnya malam melirik jam pada handphone. "Aku harus kembali ada sesuatu yang ingin ku periksa."

"Oh tentu silahkan Nao." Balas Mondy.

Nao pun naik ke atas melangkah menuju kamar penginapannya.

Saat Nao melewati pintu kamar Ares pintu itu terbuka, sebuah tangan kekar menariknya masuk ke dalam. "Akh!."

Ares mendorong tubuh Nao hingga mentok di dinding, ia mencium rakus bibir sexy wanita cantik itu mel*matnya penuh agresif.

Nao melotot coba berontak karena tindakan Ares yang tiba-tiba juga terasa kasar. "Mmmhh! A-Aresh.. Mmh."

Seberapa kuat pun Nao berontak tetap saja kalah dengan tenaga Ares, tanpa melepas ciuman itu Ares mengeratkan dekapannya menahan leher jenjang Nao untuk memperdalam ciuman.

Saat hendak kehabisan nafas Nao menggigit bibir bawah Ares sehingga ciuman itu pun terlepas.

"Akh! kau gila?." Ringis Ares saat bibirnya hampir berdarah.

"Kau yang sudah gila!." Timpal Nao tak mau kalah.

Ares menatap lekat manik indah itu tanpa berucap ia kembali memiringkan wajah menyatukan kembali bibir keduanya, Nao dapat merasakan jika ciuman kali ini lembut tak seperti tadi yang tampak tersulut emosi.

"Kau harus membalasnya karena telah membuatku seperti ini!." Lirih Ares disela ciuman itu. Ia mengangkat tubuh Nao meremas bagian bawahnya membuat Nao tegang akan sentuhan Ares.

"Tunggu, kau cemburu?." Tanya Nao menahan bibir Ares yang hendak melanjutkan ciuman.

Cup!

Ares mengecup pipi Nao, beralih ke hidung dan turun ke dagu hingga meninggalkan bekas pada leher jenjangnya. "Lebih dari kata cemburu! kau tahu aku membencinya tapi kenapa kau malah memancingku ha?."

Jantung Nao berdebar ia sendiri tak bisa mengendalikan itu. "Bisa lepaskan aku?."

"No, kita tidur bersama malam ini kau harus bertanggung jawab!."