Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Boneka Lagi
Di restauran yang sudah Assandi pesan, mereka berdua duduk dengan canggung.
Karena ini adalah pertama kali bagi Airin maupun Assandi pergi berduaan seperti ini.
Airin sesekali meremas kedua tangannya untuk mengontrol rasa groginya.
Assandi selalu fokus pada ponselnya membalas pesan dari Rosy.
Dia selalu tersenyum jika mendapat notifikasi pesan dari perempuan itu.
Airin bisa melihat raut wajah bahagia dari Assandi. Dia sudah mengira jika itu pesan dari cinta pertama suaminya.
"Permisi pak, bu, makanan sudah siap." Ucap salah satu pelayan yang datang membawa beberapa makanan.
Airin mengangguk mengucapkan terima kasih, "Iya mbak, terima kasih banyak."
Pelayan itu tersenyum kemudian berbalik pergi meninggalkan mereka berdua.
Assandi meraih sendok dan garpunya untuk segera melahap makanannya.
Dia makan begitu saja tanpa mengajak Airin untuk memulainya.
Istrinya itu hanya diam tertegun melihat dirinya yang makan seperti orang kelaparan.
"Makannya pelan-pelan mas."
Assandi hanya diam, tidak menghiraukan ucapan dari Airin. Dia terus menyendok melahap makanan itu hingga habis tidak tersisa.
Airin melongo melihat Assandi yang makan dengan cepat.
Bahkan dirinya saja belum habis setengah piring. Tapi makanan di piring Assandi sudah habis lebih dulu.
"Kamu makannya cepat sekali mas."
Lagi-lagi Assandi tetap diam tidak membalas semua ucapan dari Airin.
Dia malah meminum jus dan makan puding yang di pesannya sambil mengotak-atik ponselnya.
Airin menunduk sedih karena dirinya tidak dihiraukan sama sekali oleh Assandi.
Hatinya semakin hancur karena suaminya malah memilih membalas pesan dari Rosy ketimbang berbincang sebentar dengannya.
Tangan Airin bergetar menahan tangis di hatinya. Dia tidak ingin semua orang memandang kasihan kepadanya.
Assandi berdiri meninggalkan Airin yang diam membisu melihat kepergiannya. Bahkan dia tidak berpamitan dengannya mau pergi kemana.
Kemana dia pergi, kenapa aku selalu tidak terlihat di matanya. - Batin Airin.
Dia kemudian melanjutkan makannya dengan rasa lelah di pikirannya.
Bagaimana tidak lelah, karena pikirannya selalu tertuju pada sikap Assandi yang selalu berubah-ubah. Meski banyak bersikap dingin dan cuek kepadanya.
Airin meletakkan sendok dan garpunya, karena mood makannya mendadak hilang begitu saja.
Dia ingin pergi ke toilet untuk melepaskan rasa sedihnya. Membawa semua barangnya termasuk tas dan ponselnya.
Airin masuk ke dalam toilet perempuan dan duduk di closet. Dia tidak lupa mengunci pintunya dengan rapat.
Karena dirinya tidak ingin semua orang yang ada di toilet melihatnya menangis.
"Hiks, hiks, hiks, hiks." Isaknya.
Tangannya meraih tisu toilet untuk membasuh air matanya. Mulutnya tetap mengeluarkan isak tangis yang sudah tidak bisa dia bendung lagi.
"Hiks, hiks, hiks, kenapa Mas Sandi tidak pernah menganggapku ada, hiks, hiks."
"Kenapa dia dengan Rosy sangat setia, tetapi tidak denganku, hiks, hiks." Isaknya lagi.
Airin semakin kuat mengeluarkan rasa tangisnya. Dia ingin melepaskan semua kesedihan di hatinya.
Apalagi jika mengingat raut wajah Assandi yang sangat dingin dan cuek kepadanya. Menambah kepedihan di dalam dirinya meningkat.
Drrrttt...
Drrrttt...
Drrrtt...
Suara ponselnya berbunyi, Airin menatap nama Assandi yang muncul di layarnya.
Dia menarik napas dalam-dalam untuk mengatur suara seraknya.
"Ha-halo mas." Sapanya mengangkat telepon dari Assandi.
"Kamu dimana hah!!! Main menghilang saja." Geram Assandi.
Airin berdehem menetralkan suaranya, "Sa-saya sedang di dalam toilet mas, hehe tadi saya kebelet sebentar."
"Ya udah, kamu pulang sendiri. Nanti aku transfer uang ke rekeningmu untuk ongkos taksi."
"Hah, lalu mas mau kemana?"
"Aku mau menjemput Rosy yang masuk rumah sakit."
Deg.
Hati Airin berdegup kencang mendengar suaminya akan pergi dengan perempuan lain.
"Ro-Rosy masuk rumah sakit mas?"
"Iya, dia habis kecelakaan. Aku akan menjemputnya disana. Kamu pulang sendiri naik taksi." Jelas Assandi.
Air mata Airin sudah menetes dengan sendirinya, dia tidak menyangka jika Assandi lebih memilih Rosy ketimbang dirinya.
Bahkan dia dengan tega meninggalkannya sendiri di tempat yang Airin tidak pernah datangi.
"Iya mas, aku akan naik taksi. Tidak usah di transfer uangnya, aku masih punya pegangan." Balas Airin lemah.
Assandi tidak menjawab dan menutup panggilannya sepihak.
Airin mengusap air matanya dan bersiap untuk keluar toilet.
Disana banyak mata yang memandangnya remeh. Airin menunduk permisi melewatinya.
Dia segera keluar menuju parkiran, di tatapnya semua mobil yang berjejer rapi disana.
Tidak ada mobil Assandi terparkir disana. Dia benar-benar sudah pergi meninggalkannya sendirian disini.
Airin melangkah gontai menuju jalan raya, dia berjalan lemah meratapi kelakuan Assandi terhadapnya.
Hatinya hancur harus mendengar suaminya itu bertemu dengan perempuan lain.
Padahal dirinya adalah istri sahnya yang seharusnya di berlakukan istimewa.
Tapi nyatanya, dia tidak pernah mendapat hak istimewa dari suaminya sendiri. Ya memang dari awal dia sudah sadar dan harus menerima resikonya jika menikah paksa dengan Assandi.
"Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena Kakek Leo sudah berpesan denganku untuk menjaga Mas Sandi dengan baik." Gumamnya.
Airin kembali fokus berjalan menyusuri trotoar. Hingga taksi yang sudah dia pesan datang menghampirinya.
Dia masuk ke dalam taksi untuk pulang ke rumah Kakek Leo.
Selama perjalanan, Airin hanya diam menikmati suasana malam setelah hujan. Banyak keluarga yang keluar untuk membeli makanan.
Hatinya mulai berdamai setelah melihat anak kecil yang keluar dari toko mainan.
Mereka memancarkan tawa bahagia dengan menggendong boneka dan mainan lainnya.
Airin ikut tersenyum bahagia melihatnya, bahkan matanya berbinar bisa merasakan tawa bahagia mereka.
Tapi...
Saat dia memalingkan wajahnya ke depan, matanya menangkap sosok Assandi yang turun dari mobilnya.
Airin segera memberitahu ke sopir taksi untuk menghentikan perjalanannya.
Dia kemudian memberi beberapa uang sebelum turun dari taksi.
Airin berlari menyebrangi jalan menuju mobil Assandi yang terparkir di tepi jalan.
Dia melihat ke dalam mobil yang kosong tidak ada satu orang pun disana.
Cklekk...
Suara pintu dari toko mainan terbuka, menampilkan Assandi dengan wajah murungnya.
Airin menoleh melihat keadaan Assandi, dia mengeryit bingung dengan raut wajah suaminya itu.
Dirinya berjalan menghampiri Assandi yang berdiri mengangkat ponselnya.
"Mas Sandi?" Sapa Airin dengan senyum tulus.
Assandi terkejut melihat Airin sudah berdiri di hadapannya.
"Kamu ngapain disini?" Tanya Assandi penasaran.
Airin tersenyum manis di hadapannya, "Aku tadi naik taksi lewat sini. Lalu melihat kamu masuk ke dalam toko mainan."
"Oh." Jawab Assandi singkat.
Drrrttt ...
Drrttt ...
Drrttt ...
Suara ponsel Airin berdering, dia melihat nama yang sedang memanggilnya.
Dirinya melotot membaca nama tersebut, "Loh kenapa Mas memanggilku?"
"Hmm, maksud kamu?"
Assandi menoleh menatap layar ponselnya. Dia sendiri juga terkejut karena telah memencet nomor Airin.
Padahal dia ingin menghubungi Rosy untuk menanyakan keberadaannya.
"Em, kita kan disini mas, kenapa kamu menelponku?"
Assandi langsung mematikan panggilannya, "Oh, itu... Aku memang tadi sedang menelponmu." Bohongnya.
"Menelponku? Kenapa mas? Bukannya kamu ingin bertemu dengan Rosy?"
Assandi menghela napas pelan, "Dia sudah keluar rumah sakit."
"Lalu, kenapa mas disini? Kenapa tidak ke rumahnya?" Tanya Airin lagi yang masih penasaran.
"Dia tidak mau aku temui." Jawab Assandi lemah.
Airin bisa melihat raut wajah suaminya itu yang sedang sedih.
Dia mendekati tubuh suaminya untuk mengusap pelan lengannya.
Assandi menatap tajam ke arah Airin, "Jangan coba-coba memegangku."
Airin segera menarik tangannya, "Ma-maaf mas, aku hanya memberimu semangat."
"Sudahlah ayo masuk mobil, kita pulang bersama."
Ada perasaan bahagia di hati Airin, dia tidak jadi pulang sendirian ke rumah dengan hati hancur.
Sekarang dirinya malah mendapat tumpangan secara langsung dari suaminya.
Assandi membukakan pintu masuk untuk Airin, dia juga meletakkan tangannya di bagian atas agar kepala Airin tidak terhantuk.
Perempuan itu tersenyum bahagia mendapat perlakuan dari Assandi layaknya seorang putri. Dia tidak menyangka jika suaminya itu ternyata bisa bersikap lembut seperti ini.
"Ayo masuk, tanganku sudah pegal ini!!"
Airin mengangguk dan segera memasuki mobil. Dia dengan nyaman mengatur posisi duduknya.
Assandi menyusul masuk ke kursi kemudi, tangannya memegang sebuah boneka lucu berwarna biru yang telah dibelinya dari toko mainan.
Airin bisa melihat boneka yang dibawa Assandi, "Ini boneka untuk siapa mas?"
Assandi menoleh menatapnya, dia menyodorkan boneka itu untuk Airin.
"Buat kamu saja." Ucapnya.
Airin menatap Assandi bingung, tangannya meraih boneka yang diberikan suaminya itu.
"Untuk aku mas?"
Assandi mengangguk menatap ke depan. Dia kemudian menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Airin tersenyum bahagia melihat boneka yang diberikan Assandi.
Dia mengusapnya lembut dan sesekali memeluknya dengan senyum bahagia.
Assandi bisa melihat ekspresi dari istrinya, bibirnya tidak bisa menahan senyum ketika melihat Airin menghargai pemberiannya.
Biarkan untuknya, meski sebenarnya boneka itu aku membelinya untuk Rosy. - Batin Assandi.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍