Riri, gadis polos nan baik hati, selalu mendapatkan penderitaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehangatan keluarganya sirna, orang tua yang tak peduli, dan perlakuan buruk dari lingkungan membuat kepercayaan dirinya runtuh. Di tengah kebaikannya yang tak pernah lekang, Riri harus berjuang melawan luka batin yang mendalam, merangkak dari kehancuran yang disebabkan oleh mereka yang seharusnya melindunginya. Akankah Riri mampu bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harapannya? Atau akankah ia selamanya terjebak dalam kegelapan yang menyelimuti hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Fox_wdyrskwt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
༺ ༻ BAB 33 ༺ ༻
...✧༺♥༻✧...
Meskipun suasana umumnya ceria, RiRi mengalami sedikit kesulitan dalam proses pendaftaran online. Ia sedikit bingung dengan beberapa langkah yang harus dilakukan.
Ia kemudian meminta bantuan kepada Pak Ali, namun Pak Ali terlihat mengabaikannya. Yang lebih mengejutkan, Pak Ali justru lebih sibuk membantu teman-teman RiRi dari sekolah cabang, terutama Najwa.
Pak Ali dengan cepat dan efisien membantu Najwa mendaftarkan diri ke sekolah negeri, menggunakan laptop RiRi! RiRi merasa sedikit kecewa dan tidak adil dengan perlakuan Pak Ali.
Pak Ali, dengan nada yang cukup kasar, mengatakan kepada RiRi, "RiRi bisa sendiri kan? Kayak gitu aja nggak bisa!" Perkataan Pak Ali semakin memperkuat perasaan kecewa RiRi.
Ia merasa perlakuan Pak Ali sangat tidak adil. Ia diabaikan sementara teman-temannya dari sekolah cabang diberi bantuan dengan mudah.
RiRi semakin bingung dan kesulitan dalam proses pendaftaran online. Tanpa arahan yang jelas dari guru, ia tidak bisa menyelesaikan pendaftaran.
Sementara itu, teman-temannya yang lain sudah selesai mendaftar dan tampak gembira. RiRi merasakan kekecewaan yang mendalam.
RiRi bergumam dalam hati dengan nada sedikit kecewa, "Padahal laptop yang dipakai Najwa itu laptopku, tapi kenapa sih Pak Ali ini membiarkan Najwa mendaftar terlebih dahulu dibanding aku yang memiliki laptop itu?" Ia merasa perlakuan Pak Ali sangat tidak adil.
RiRi Putri, yang memperhatikan ekspresi wajah RiRi, bertanya dengan lembut, "Kau sudah daftar, Ri?"
RiRi, tidak mau menunjukkan kekecewaannya, berbohong dengan santai, "Oh, udah. Kita tinggal tunggu beberapa hari lagi kan untuk pengumuman."
RiRi menyimpan rahasia! Lanjutannya…"RiRi berhasil menyembunyikan kekecewaannya dari RiRi Putri. Namun, ia masih merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi tersebut.
Ia bertekad untuk mencari cara lain agar bisa mendaftar ke sekolah negeri yang diinginkannya. Ia tidak mau menyerah begitu saja.
Sementara itu, para siswa lainnya sudah kembali ke kelas masing-masing. Suasana kelas kembali normal. Namun, di balik senyum dan canda tawa teman-temannya, RiRi menyimpan sebuah rahasia besar.
Rahasia yang hanya ia sendiri yang tahu. Rahasia tentang kegagalannya mendaftar ke sekolah negeri dan perlakuan tidak adil yang diterimanya dari Pak Ali.
Mentari sore menyinari jendela kamar Riri, menciptakan suasana yang sunyi dan sedikit melankolis. Riri, dengan tas sekolahnya yang terlempar sembarangan di lantai, memeluk erat boneka kelincinya.
Bulunya yang lembut memberikan sedikit kenyamanan di tengah gelombang kecemasan dan kemarahan yang melanda hatinya. Cahaya sore menembus jendela, menyorot bayangan Riri yang terlihat kecil dan rapuh.
Namun, di balik kerapuhan itu, tersimpan sebuah tekad yang membara. Tekad untuk mengungkap kebenaran di balik perlakuan tidak adil Pak Ali.
Riri, gadis kecil dengan mata yang menyimpan sejuta cerita, menahan sesuatu yang jauh lebih besar daripada kekecewaan karena gagal masuk sekolah negeri. Kegagalan itu hanyalah puncak gunung es.
Pak Ali… oh, Pak Ali… pria itu lebih dari sekadar guru yang pilih kasih. Ia adalah master manipulasi yang terselubung di balik senyum keramahannya.
Riri melihat sendiri bagaimana Pak Ali menghalangi kesempatan Riri, menciptakan rintangan yang tak terlihat untuk mencegah Riri mendapatkan apa yang ia inginkan. Ini bukan sekadar ketidakadilan, ini adalah sebuah permainan… dan Riri adalah bidaknya.
...✧༺♥༻✧...
Cahaya sore yang semula menciptakan suasana melankolis, kini menambah rasa kesepian Riri. Air mata mengalir deras di pipinya, membasahi bulu boneka kelincinya.
Ia bergumam lirih, suaranya hampir tak terdengar, "Mengapa… mengapa semua orang seolah-olah ingin menjatuhkanku? Aku berusaha belajar keras, aku ingin menjadi yang terbaik… tapi ada saja yang tidak senang dengan aku…" Isak tangisnya pecah, mengungkapkan rasa sakit yang mendalam di hatinya.
"Dan Pak Ali… ia selalu saja tidak senang atas apa yang aku lakukan… bahkan aku minta tolong didaftarkan ke sekolah negeri saja ia tidak mau membantu… ia malah membantu Najwa… menggunakan laptopku… laptopku… tapi kenapa aku yang disingkirkan?"
Rasa kecewa dan ketidakadilan menghantam hatinya dengan keras. Ia merasa sebatang kara, tak ada orang baik yang mengerti dirinya.
Riri bangun dari tempat tidurnya, matanya bengkak karena tangis. Ia berdiri di depan cermin, menatap bayangannya dengan tatapan yang kosong. Air matanya terus mengalir, membasahi pipinya.
Ia bergumam lirih, suaranya penuh dengan rasa sakit dan kekecewaan, "Apakah aku seburuk itu? Apakah aku seburuk itu?" Ia menangis sejadi-jadinya, melepaskan semua rasa sakit dan kecewa yang terpendam dalam hatinya.
"Mengapa aku tidak terlahir lebih cantik? Bagi mereka… aku adalah orang asing… mereka tidak pernah melihat keberadaanku… aku… aku… ingin… aku ingin diakui…" Ia terus menangis, rasa sakit dan kekecewaan memenuhi jiwanya.
"Jika aku cantik… pasti aku memiliki banyak teman… dan aku tidak akan lagi dihina oleh mereka…" Ia menengadahkan wajahnya ke langit-langit, suaranya penuh dengan rasa pasrah dan keputusasaan, "Ya Allah… mengapa aku harus mendapatkan hinaan ini?"
Tangis Riri perlahan mereda, meninggalkan rasa lelah dan kosong di hatinya. Ia jatuh lemas di lantai, memeluk lututnya erat-erat. Namun, di tengah rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam, seutas harapan kecil mulai tumbuh di dalam hatinya.
Ia ingat kata-kata ibu yang selalu mengatakan bahwa kecantikan bukanlah segalanya. Keberhasilan dan kebahagiaan tidak tergantung pada penampilan fisik. Riri mulai merenungkan kata-kata ibunya.
Ia sadar bahwa ia harus mengubah cara pandangnya. Ia tidak bisa terus menyerah pada rasa sakit dan kekecewaan. Ia harus bangkit dan mencari cara untuk menunjukkan bahwa ia berharga, bahwa ia memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar penampilan fisik.
Kelelahan dan kesedihan mengulur tubuh Riri. Air matanya sudah kering, meninggalkan rasa panas di pipinya. Dengan perlahan, ia bangun dari lantai dan berjalan menuju kasurnya.
Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang lembut, menutup matanya dengan perlahan. Tidur menyambutnya dengan hangat, memberikan istirahat sementara dari rasa sakit dan kekecewaan yang telah menghantamnya sepanjang hari.
Namun, di balik tidurnya yang nyenyak, tersimpan sejuta pertanyaan dan keinginan untuk berubah.
Riri terbangun dari tidurnya, pikirannya masih dipenuhi oleh mimpi yang baru saja ia alami. Ia melihat seorang wanita cantik dengan gaun biru yang berlarian di padang rumput yang luas.
Wanita itu sangat cantik, dengan rambut panjang yang terurai indah dan senyum yang menawan. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatian Riri. Wanita itu… mirip dengan dirinya! Namun, wanita itu jauh lebih cantik dan menawan daripada dirinya.
Riri merasa bingung dan heran dengan mimpinya. Ia bergumam lirih, "Apakah… apakah aku akan secantik itu jika aku dewasa nanti?" Pertanyaan itu menghantui pikirannya.
Riri bangun dari tempat tidurnya, pikirannya masih dipenuhi oleh mimpi itu. Mimpi itu memberikannya seutas harapan kecil. Meskipun ia sadar bahwa mimpi itu mungkin hanya sebuah khayalan, tetapi mimpi itu memberinya semangat untuk berubah.
Ia mulai berpikir positif. Ia sadar bahwa kecantikan bukanlah segalanya. Ia harus fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti belajar keras dan mengembangkan potensi dirinya.
Ia akan menunjukkan pada semua orang bahwa ia berharga, bahwa ia memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar penampilan fisik. Mimpi itu menginspirasi Riri untuk berjuang dan mencapai cita-citanya.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung…...