Greyna Joivandex, gadis berusia 18 tahun, dipaksa menikah dengan Sebastian Ferederick, direktur kaya berusia 28 tahun, oleh ibunya. Pernikahan yang terpaksa ini membawa Greyna ke dalam dunia yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dengan kekayaan dan kekuasaan yang melimpah, Sebastian tampaknya memiliki segalanya, tetapi di balik penampilannya yang sempurna, terdapat rahasia dan konflik yang dapat menghancurkan pernikahan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ameliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Idaman?
"Bagaimana, Dok? Keadaan anak saya?" tanya Aresa melihat tangan Grey mengenggam tangan Tian dengan erat, enggan untuk melepaskannya.
Dokter yang memeriksa Grey memandang Aresa dengan serius sebelum menjelaskan kondisi Grey.
"Kondisinya bagus, tapi Grey mengalami amnesia dissociatif," jelas dokter.
"Amnesia dissociatif?" ulang Aresa dengan nada yang tidak mengerti.
Dokter mengangguk. "Ya, amnesia dissociatif adalah jenis amnesia yang terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan memori tentang diri sendiri dan lingkungan sekitar, tapi masih dapat mengingat memori tentang orang-orang yang sangat dekat dengan mereka."
"Apa yang menyebabkan hal ini?" tanya Aresa dengan penasaran.
Dokter menjelaskan. "Amnesia dissociatif dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti trauma, stres, atau cedera kepala. Dalam kasus Grey, kemungkinan besar amnesia dissociatif yang dialaminya disebabkan oleh trauma yang dialaminya sebelumnya."
"Tapi, kenapa dia masih bisa mengingat Tian?" tanya Aresa dengan penasaran.
Dokter menjelaskan. "Memori tentang orang-orang yang sangat dekat dengan kita disimpan di bagian otak yang berbeda dengan memori lainnya. Dalam kasus Grey, memori tentang Tian mungkin masih tersimpan di bagian otak yang tidak terpengaruh oleh amnesia dissociatif." Aresa mengangguk, memahami penjelasan dokter.
Grey mengenggam tangan Tian dengan erat, seolah-olah tidak ingin berpisah untuk kedua kalinya. "Sayang, kita tinggal barengkan," tanya Grey menyandarkan kepalanya di lengan Tian.
Kini mereka berjalan menuju parkiran. Hanne, Aresa, Zena, Axel, maupun Haga berjalan di belakang mereka, membiarkan keduanya memimpin jalan.
"Aduh, Ze. Maaf ya," Zena menggeleng sambil tersenyum. "Aku dengan senang hati menerima Grey kembali sebagai menantu kesayangan," ucapnya tersenyum senang.
"T-tapii," tangan Aresa digenggam oleh Zena. "Kita lihat dulu ya, siapa tahu dengan mereka bersama, ingatan Grey bisa kembali sedikit demi sedikit."
"Aneh kok dia enggak kalo udah cerai sama kakak lo," kata Haga menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Mana gue tau, apakah ini pertanda kesempatan kedua buat mereka," ucap Axel.
"Mungkin," gumam Haga.
Grey sendiri terlihat sangat bahagia dan santai, seolah-olah ia telah menemukan kembali sesuatu yang sangat berharga baginya. Ia terus memandang Tian dengan mata yang berbinar, seolah-olah ia tidak ingin kehilangan Tian lagi.
Tau kan akhirnya bagaimana? Yap, mereka kembali tinggal bersama di rumah yang dulunya tempat mereka bercerai. Mau bagaimana lagi, Grey tidak mau melepas tangan Tian sedetik pun, ia selalu mengekori Tian bahkan saat hendak pulang, jadi solusi terbaiknya adalah kembali tinggal bersama lagi.
Mereka menghela nafas melihat sikap Grey yang berbanding balik dengan sikapnya yang dulu. "Apakah baik-baik saja meninggalkan mereka berdua?" tanya Hanne.
"Oma tau sendiri kalo, suami Kak Grey orangnya penyayang, bahkan dia dari dulu menjaga Kak Grey dengan baik, emang dasarnya kak Grey aja yang kurang bersyukur," ucap Haga menyakinkan.
Aresa dan Zena saling menatap, mereka berdua sepakat bahwa Tian adalah orang yang tepat untuk Grey. Mereka berdua percaya bahwa Tian akan menjaga Grey dengan baik dan membuatnya bahagia.
"Kita percaya pada Tian, dia akan menjaga Grey dengan baik," kata Aresa dengan senyum.
"Benar, kita harus percaya pada mereka berdua," tambah Zena.
Malam hari Tian mengalami hari yang berat akibat selalu diekori oleh Grey yang sedang terlelap, menjadikan lengannya sebagai bantalan.
"Saya enggak tau mau gimana, tapi saya bersyukur atas segalanya," ucap Tian mengecup kening Grey dan ikut terlelap.
Jika sebelum bertemu Tian, Grey selalu murung. Sekarang setelah bertemu Tian, ia kembali ceria.
"Sayang, bajunya udah aku siapin ya," teriak Grey dari luar kamar mandi.
"Mimpi apa gue dipanggil sayang sama Grey," ucap Tian mengusap rambutnya di bawah shower.
Setelah mandi, ia melihat bajunya sudah tertata rapi di kasur, bersama jam tangan dan dasi. Belum cukup terkejut, Tian melihat Grey sedang menyiapkan makanan di meja. Ada nasi goreng yang menggugah selera.
Tian menghampiri Grey, memeluknya. Setelah beberapa detik, ia menunduk menatap mata Grey.
"Siapa kamu?" ucap Tian was-was.
"Istri kamu, sayang. Memang siapa lagi?" kata Grey menangkup wajah Tian, membuat wajahnya sedikit memerah.
"Udah jangan banyak drama, nanti telat lho. Ayo makan," ucap Grey.
Selamat kepada bapak Tian, Greyna versi keinginan anda telah terwujudkan –Author.
Selama sarapan, Tian tidak fokus ke makanannya melainkan ke Greyna yang sedang sibuk mengupas buah apel. Ia tidak percaya bahwa Greyna, yang selama ini hanya ada dalam imajinasinya, sekarang benar-benar ada di depannya.
"Kenapa sayang?" tanya Grey, merasa Tian selalu mencuri-curi pandang.
"Enggak," ucap Tian, menggeleng.
Grey mengambil tangan Tian. "Aku ada di sini, sayang. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."
Saat Tian hendak pergi, Grey menahan tangannya, membuat Tian bingung.
"A-apa?" tanya Tian, tidak mengerti apa yang Grey inginkan.
Grey menggembungkan pipinya, menunggu Tian mencium pipinya. "Sun-nya mana?" ucap Grey, dengan nada yang manis.
Tian terkejut, lalu menepuk dahinya. "Oh iya, lupa!" ucap Tian, lalu memberikan kecupan singkat di pipi Grey.
Grey tersenyum puas. "Nah, sekarang udah boleh pergi. Nanti siang aku anterin makan ya. Jangan kemana-mana," ucap Grey, dengan nada yang protektif.
Alis Tian mengkerut. "Alamatnya kamu tahu?" tanya Tian, masih terkejut.
Grey tersenyum. "Enggak, share lock aja nanti," ucap Grey, sibuk merapikan dasi Tian yang miring.
Tian mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil dengan wajah keheranan. Ia masih tidak percaya bahwa Grey, yang selama ini hanya ada dalam imajinasinya, sekarang benar-benar ada di depannya.
"Apakah ini semua hanya mimpi?" tanya Tian pada dirinya sendiri, masih terkejut dengan kejadian tadi.
"Pak Tian keknya abis kesurupan deh, dari tadi pagi gue liat mukanya bersinar terus," ucap salah satu karyawan, heran dengan perilaku bos mereka.
"Tadi ada karyawan yang enggak sengaja numpahin air ke dokumen penting yang ada di mejanya, anehnya pak Tian enggak marah. Cuma menghela nafas dikit terus ngusir dia," tambah karyawan lain.
"Bener keknya geger otak deh," tambah salah satu dari mereka, tertawa.
"Gini aja tiap hari, demen gue damaiii," ucap Vando, menaikkan kedua kakinya ke meja, menikmati suasana yang santai.
"Andaikan pak Tian kek gini tiap hari, udah dijamin pasti rambut kita enggak rontok tiap hari gara-gara stress," tambah karyawan lain, tertawa.
Mereka semua tidak tahu apa yang terjadi pada Tian, tapi mereka senang dengan perubahan yang terjadi pada bos mereka. Mereka berharap bahwa perubahan ini akan terus berlanjut, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih santai dan bahagia.
Sementara itu, Tian sendiri tidak menyadari bahwa perubahan sikapnya yang terjadi pada dirinya telah membuat karyawan-karyawannya menjadi bingung. Ia hanya tahu bahwa ia merasa lebih bahagia sejak pagi tadi.
semangat
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩