Daniah Hanania Eqbal, gadis lulusan ilmu kedokteran itu sedang menjalani KOAS di Rumah Sakit Harapan Keluarga. Selama menjalankan KOAS, ia harus berhadapan dengan Dokter pembimbingnya yang galak. Dokter Arrazi Dabith Dzaki.
Arrazi memang terkenal Dokter paling galak diantara Dokter lain yang membimbing para anak KOAS, namun ketika berhadapan dengan pasien kegalakan Arrazi anyep,baik hilang di balik wajah tampan bin manisnya.
Suatu ketika Basim meminta Daniah untuk mengabulkan keinginannya, yaitu menikah dengan cucu dari sahabatnya, guna menepati janji mereka. Daniah tidak menolak atau mengiyakan, ia hanya meminta waktu untuk memikirkan keinginan Kakeknya itu. Namun saat tahu laki-laki yang di jodohkan kepadanya adalah cucu dari pemilik Rumah Sakit tempatnya KOAS, Daniah dengan senang hati langsung menerima, selain sudah kenal dengan laki-laki itu, Daniah pun berencana akan menggunakan kekuasaannya sebagai istri cucunya pemilik Rumah Sakit Harapan Keluarga untuk menendang Dokter itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 33 : GOMBALAN SANG CEO
*Flashback on*
*Baru saja Eliza duduk di kursinya, telepon berdering menandakan panggilan khusus dari CEO kantor tempatnya bekerja. Eliza menghela nafas dengan kasar*.
"*Sabar El.....sabar ngadepin orang kek dia...dia tuh nggak waras. Lo yang waras El." ujar Eliza menghibur hatinya sambil mengelus dada*.
*Lalu mengangkat telepon dari sang CEO*.
"*Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" ujar Eliza menekan setiap kata yang diucapkan*.
"*Ke ruangan saya El, sekarang." pinta lak-laki diseberang sana*.
"*Tapikan saya baru dari ruangan Bapak." protes Eliza*.
"*Cepetan El. Penting ini." Eliza mendengus kesal. Sepenting apapun yang dikatakan CEO-Nya bagi Eliza itu adalah hal yang receh. Karena bukan pertama kalinya Eliza di prank oleh CEO-Nya itu dengan kata 'PENTING*.'
*Eliza langsung menutup telepon dengan kasar. Lalu berjalan menuju ruangan CEO yang tidak jauh dari tempatnya*.
"*Apalagi yang penting Pak?" tanya Eliza dengan ketus saat ia sudah berhadapan dengan CEO-Nya*.
*Dhafir, laki-laki yang sedang duduk di bangku kebesarannya itu tersenyum manis kearah Eliza. Sekretarisnya*.
"*Tolong bikinin saya kopi hitam tambah gula empat sendok." ujar Dhafir dengan tampang sengaja dimanis-maniskan, meskipun Dhafir memang pada dasarnya sudah manis*.
*Eliza mengepalkan kedua tangan, giginya bergemeretak rasanya ingin sekali menonjok wajah sok manisnya Dhafir*.
"*Mohon maaf Bapak Dhafir Alzam Dzaki yang terhormat, bukannya saya tidak mau. Tpi membuat kopi bukan pekerjaan saya. Anda bisa menyuruh asisten anda atau office boy di perusahaan besar milik Bapak ini." ujar Eliza dengan sopan dan menggunakan bahasa formal. Sengaja, barangkali Dhafir paham dengan bahasa itu. Karena kalau bahasa non formal, Dhafir pasti membalasnya dengan kalimat yang konyol. Eliza sudah hafal betul dengan tingkah CEO-Nya*.
"*Saya minta tolong kepada anda, Eliza Mia Olivia, bukan menyuruh." ujar Dhafir meralat perkataan Eliza*.
*Dhafir memang selalu tidak terduga oleh Eliza. Ia malah membalasnya dengan bahas formal juga*.
"........"
"*Please El. Kepala saya pusing banget ini, belum minum kopi." pinta Dhafir sambil memijit pelipisnya dengan melas*.
"*Atau kamu mau pijitin kepala saya?" lanjutnya sambil menaikkan alis kanannya*.
*Eliza berdecih melihatnya. Lalu pergi untuk membuatkan kopi yang dipinta Dhafir*.
"*Tuh CEO kalo gue telen hidup-hidup halal kan ya? Tingkahnya itu loh.....ish heran gue sama orang kayak dia. Pas bayi nggak di bedong kali ya. Eh, apa urusannya. Ah tau lah*!"
*Eliza terus menggerutu sambil membuatkan kopi untuk Dhafir*.
"*Nih kopinya!" ketus Eliza setelah sepuluh menit pergi dari ruangan Dhafir dan kembali membawa kopi yang diminta sang CEO. Ia menyimpan kopi di meja Dhafir*.
*Dhafir memberikan senyuman lebar kepada Eliza, namun yang diberi senyum malah membalasnya dengan wajah jutek, lalu memalingkan wajahnya*.
"*Ikhlas nggak nih bikinin kopinya?" tanya Dhafir, ia menarik gelas kopi yang masih mengepul asap diatasnya, untuk lebih dekat dengannya*.
*Eliza melirik kerahnya dengan malas*.
"*Nggak usah banyak tanya! Minum! Abisin biar pusingnya ilang dan nggak ngerepotin orang!" ketus Eliza*.
"*Emangnya kamu orang, El?" tanya Dhafir mengangkat alisnya, memperhatikan wajah Eliza. Eliza menatap tajam kearah Dhafir*.
"*Kamu mah Bidadari, El." lanjut Dhafir malah menggombal*.
*Semburat merah tiba-tiba muncul di wajah putih Eliza yang dipoles makeup natural. Jantung Eliza ikut berdegup. Waja juteknya tiba-tiba luntur. Menjadi tersipu*.
"*Nah, kan. Makin cantik aja kalo lagi tersipu kayak gitu. Kamu emang*......."
"*Berisik!" ketus Eliza menginterupsi gombalan Dhafir. Ia kembali menguasai diri agar tidak terhanyut gombalan Dhafir*.
*Dhafir terkekeh*.
"*Ini terakhir kalinya saya bikin kopi buat Bapak. Kedepannya Bapak suruh aja asisten atau OB disini*."
"*Tapi saya maunya kamu yang bikinin kopi buat saya, El." ujar Dhafir dengan entang*.
"*Ogah*!"
"*Mau lah, El*."
"*Nggak*!"
"*Mau*."
"*Nggak*."
"*Kalo jadi istri saya*?"
"......."
*Lagi-lagi Dhafir terkekeh melihat wajah Eliza kembali merona*.
"*Arrazi udah nikah sama Daniah, saya juga jadi pengen nikahin kamu, El." lanjut Dhafir sambil memandangi wajah merah meronanya Eliza sambil menaik turunkan alis*.
"*Saya permisi, Pak." ujar Eliza langsung pergi*.
"*PERMINTAAN YANG TERAKHIR SAYA SERIUS EL." teriak Dhafir saat Eliza baru saja memegang kenop pintu*.
*Eliza menoleh dengan memicingkan mata, lalu keluar dan menutup pintu. Eliza mendengus kesal di kursinya. Ia masih kesal dengan ajakan Dhafir. Suka sekali dia membercandainya dengan hal yang serius itu*.
*Eliza itu orangnya sangat berkomitmen pada suatu hal. Kalau memang mau serius, ayo. Tapi kalau hanya untuk candaan, so pasti Eliza tolak mentah-mentah. Eliza sudah cukup lelah dengan hidup yang selalu membercandainya. Ia butuh keseriusan dalam hidupnya. Apalagi mengenai masa depannya*.
"*ELIZA!" teriak Dhafir yang baru saja keluar dari ruangannya membawa secangkir kopi yang tadi dibuat olehnya*.
*Mendengar teriakan itu, Eliza langsung beranjak dari kursi menghampiri sang CEO*.
"*Ada ada Pak?" tanya Eliza dengan hati-hati melihat wajah Dhafir yang berbeda 380 derajat dari sebelumnya*.
"*Ini apa?" Kamu mau meracuni saya hah*?"
Flashback Of
Daniah tertawa terbahak mendengar akhir cerita Eliza. Eliza pun yang bercerita ikut tertawa. Telepon yang tadinya hanya suara kini beralih menjadi video call, saat Eliza mulai menceritakan apa yang dialaminya. Daniah maupun Eliza jadi bisa melihat wajah masing-masing.
"Berarti gula yang lo masukin empat sendok itu ternyata garam El?" tanya Daniah masih belum berhenti dari tawanya.
"Iya Nia. Sumpah nggak engeh Nia!" seru Eliza sambil mengacungkan dua jari kearah kamera.
"Terus lo diapain sama Bang Dhafir?" tanya Daniah penasaran kelanjutannya.
"Gue disuruh ngabisin itu kopi. Ya ogah lah gue. Pura-pura aja tangan gue lemes pas pegang cangkir itu dari tangan dia, eh tumpah deh kopi, gelasnya juga pecah. Aman lah gue jadinya. Nggak jadi minum kopi yang pasti rasanya aneh bin ajaib itu." jelas Eliza terlihat bergidik geli.
Daniah kembali tertawa melihat ekspresi sahabatnya. Namun bebrapa detik kemudian ia menghentikan tawanya, teringat pernah mengalami hal yang sama dengan Eliza. Lalu Daniah bercerita tentang kejadian kopi asin yang pernah dia buatkan untuk Arrazi yang berujung Daniah menjadi korban cekokan suaminya sampai muntah dan sakit.
"Eh sumpah lo? Gila! Kok bisa sama ya kita. Lo juga masukin empat sendok Nia?" tanya Eliza dengan membulatkan mata tak percaya.
"Hmmm. Ya niat gue sih supaya kopinya lebih manis biar omongannya ikut manis juga. eh taunya malah asin nggak ketulungan. Mana gue lagi yang dicekokin buat ngabisin tuh kopi." Daniah meringis teringat hal itu. Eliza malah menertawakan nasib bestie-nya.
"Kasian banget temen gue. Ah, nggak pinter lo, coba waktu di cekokin lo pura-pura pingsan atau apa kek gitu Nia."
Eliza tertawa meledek sahabatnya itu. Melihat Eliza seperti itu, Daniah memicingkan mata, sengaja mendekatkan kamera depan kearah picingan matanya.
"Diiih mana kepikiran gue waktu itu. Lagian gue beneran pingsan juga habis itu."
"Eh, waktu gue telepon, terus lo minta doa sama gue supaya masih hidup, itu kenapa Nia? Belum gue doain, tapi lo masih hidup aja sampe sekarang?" kekeh Eliza.
Daniah menjauhkan kamera depan dan menormalkan kembali matanya.
"Nah habis kejadian itu.....eh!" Daniah membulatkan matanya teringat kejadian sebelum Daniah menerima telepon asli dari Eliza.
"Napa Nia?" Eliza ikut membulatkan mata melihat ekspresi Daniah yang terlihat dilayar HP-Nya. Daniah juga terlihat menelan ludah.
"Waktu itu gue salah sambung El!"
"Hah? Salah sambung gimana?" Eliza mengerutkan keningnya, heran.
"Sebelum lo yang beneran nelpon, ada yang nelpon gue duluan, mana gue ceritain ke orang yang nelpon itu, kejadian waktu laki gue cekokin kopi, terus gue maki-maki laki gue dan lo tau kan gue suka nyeplos mau nyeracunin Dokter galak itu pake kopi sianida." ujar Daniah tampak frustasi.
Eliza mengangguk.
"Terus?"
"Lo tau nggak siapa yang nelpon?"
"Laki lo?" tebak Eliza. Daniah menjentikkan jarinya di depan kamera.
"Bener banget El!"
Eliza tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata.
"Sumpah Nia, apes banget hidup lo. Untung lo masih hidup sampe sekarang."
"Tapi beneran El, gue pengen hilang dari muka bumi ini, terus pindah ke pluto!"
"Pluto udah ngilang dia, Nia."
"Ya udah berarti sekalian aja gue hilang dari peradaban!"
Eliza kembali tertawa.
Jam sudah menunjukkan pukul dua puluh tiga lewat lima belas menit, namun dua sejoli itu masih asyik mengobrol dan bercerita hal lain, setelah Daniah menceritakan tentang kopi asin buatannya itu.
"El, jadinya lamaran Bang Dhafir, lo terima nggak?" pertanyaan itu mengubah suasan mengobrol virtual mereka yang tadinya random menjadi serius. Eliza memberikan ekspresi memelas.
"Nggak tau Nia. Makhluk astral kek dia nggak bisa diajak serius, paling cuma gombalan receh doang. Males ah gue."
"Tapi kalo Bang Dhafir beneran serius gimana El?"
"Ish dibilangin dia tuh nggak pernah serius, kecuali kalo meeting atau ngomelin karyawan!" elak Eliza.
"Tapi lo kayak nganggep serius ajakannya sampe kepikiran gitu? Baper kan lo?" tebak Daniah melihat dari ekspresi wajah Eliza yang terlihat salah tingkah. Tapi bukan Eliza namanya kalau tidak bisa berpoker face.
"Elah Nia, dimana-mana juga cewek kalo di ajak nikah siapa sih yang nggak baper? Apalagi yang ngajak nikah lumayan ganteng, berduit juga, cuma kalo dipikir-pikir orangnya kayak dia bikin emosi aja sih. Apalagi sikapnya yang otoriter. Diiih!"
"Ya udah lah jalanin dulu aja El. Kali aja jodoh." celetuk Daniah.
"Dih amit-amit gue jodoh sama cowok spek makhluk astral kek dia!"
"Ya siapa tau dia jodoh lo. Kan udah kelatih tuh ngadepin dia tiap hari. Gue doain El." ledek Daniah membalikkan fakta Eliza yang pernah dikatakannya saat Daniah curhat mengenai kekesalannya kepada Arrazi waktu itu.
"Nia, jangan gitu dong ngomongnya. Kalo diaminin malaikat gimana? Ngeri tau!"
"Ya Alhamdulillah."
"Asem lo Nia!"
Lalu keduanya tertawa bersama.
"Nia, sumpah ih, ini udah malem banget. Lo nggak diomelin sama suami lo masih telepon sama gue?" tanya Eliza baru menyadari saat ia melihat jam di layar HP-Nya.
Daniah menggeleng.
"Nggak kok. Tenang aja, suami gue lagi nggak ada."
"Lah? Diman dia?"
"Lagi nginep di rumah Bang Dhafir." jawab Daniah dengan tersenyum kecut.
"Yah, kasian banget temen gue ditinggal sendirian sama suaminya. Kalo tau gitu gue suruh lo kesini aja Nia."
"Ngapain?"
"Bersihin kostan gue." kekeh Eliza.
"Asem!"
Eliza tertawa melihat ekspresi Daniah yang mencebikkan bibirnya.
"Oya, gimana di apartemen suami lo? Enak nggak? Eh dimana sih?" Shareloc dong. Nanti gue main kesana deh. Boleh kan?"
Daniah memutar bola matanya mendengar cerocosan Eliza.
"Pertanyaan pertama jawabannya nggak gimana-mana. Pertanyaan kedua jawabannya biasa aja. Yang ketiga masih di bumi, belum pindah ke pluto. Yang ke empat, nggak boleh sebelum lo izin sama suami gue." jelas Daniah panjang lebar menanggapi pertanyaan Eliza.
Eliza terkekeh.
"Eh, lo tidur sekamar kan sama suami lo?" tanya Eliza, Daniah mengangguk.
"Iya lah El."
"Syukurlah. Gue kira lo bakal pisah kamar kayak di novel-novel yang pernah gue baca. Secara lo nikah karena di jodohin juga."
"Ck! Hidup gue nggak sedrama itu kali El. Lagian udah halal ini kan. Ngapain juga pisah kamar segala." ujar Daniah, padahal apa yang dipikirkan Eliza, sempat terpikirkan olehnya.
Memgingat pernikahan mereka karena perjodohan dan sikap Arrazi yang seperti itu, juga saat pertama kali di apartemen sang suami. Daniah tidur di sofa ruang tengah. Daniah kira ia akan terus-menerus tidur di ruang tengah. Nyatanya Arrazi memperbolehkan Daniah untuk tidur di kamarnya, meskipun alasannya agak mengecewakan sih. Tapi Daniah menganggap Arrazi mengizinkan dirinya untuk tidur bersama dikamar sang empunya apartemen.
Seharusnya memang seperti itu, kan mereka sudah menjadi sepasang suami istri.
"Terus gimana sama niat lo yang sok-sokan mau nendang Dokter galak itu dari RS?" ledek Eliza mengingatkan Daniah akan ceritanya yang pernah berniat untuk menendang Arrazi dari rumah sakit.
Daniah meringis.
"Kayaknya gue duluan yang bakalan mental, El."
"Kok gitu?" kekeh Eliza, menyinyir.
Daniah mendengus.
Secara dia punya kuasa di RS, dia juga punya kuasa di hidup gue. Terus gue bisa apa?"
"Ya.....lo bisa ngerayu dia, jadiin di bertekuk lutut sama lo. Kan katanya lo mau jadi pawangnya dia. Gimana sih? Nia, gue masih ingat banget ya rencana-rencana busuk lo. Hahaha." lagi-lagi Eliza meledek sahabatnya itu, mengingatkan apa saja yang pernah diucapkan Daniah sebelum menikah dengan Arrazi.
Terlihat oleh Eliza, wajah Daniah tampak frustasi di layar HP. Namun ia tidak menghentikan ledekannya.
"Ah El. Nggak lagi deh gue ngomong sembarangan kek gitu. Tobat......tobat......" keluh Daniah sambil mengelus dada.
"Iya dah tobat sana.....tobaaat.....minta ampun sama Allah, berdoa juga supaya hidup lo cerah, secerah masa depan Rafathar...." kekeh Eliza.
"Nggak mungkin juga gue minta hidup gue kek masa depan lo yang suram kan?" ledek Daniah mengulti Eliza. Membuat Eliza melotot.
"Dih? Liatin aja nanti gue kawin sama Sultan Dubai yang peliharaannya bukan kucing lagi, tapi macan!" tantang Eliza mulai ngaco. Daniah tertawa.
"Nggak mau sama Bang Dhafir aja El? Doi punya peliharaan burung."
Mata Eliza kembali melotot.
"Hoy! Daniah Hanania Eqbal anak Pak Dhiau! Otak lo mesum banget sih?" omel Eliza.
"Dih? Siapa yang mesum?" Emang bener kok Bang Dhafir pelihara burung di rumahnya. Ada 8 kalo nggak salah." elak Daniah.
Daniah menunjuk kearah kamera.
"Otak lo yang mesum El. Ayooo udah traveling kemana tuh otaknya?" goda Daniah sambil memicingkan mata.
"Tau ah Nia! Udahlah teleponnya. Udah malem, gue mau tidur! Ngantuk! Bye!" ujar Eliza salah tingkah brutal. Dan ia benar-benar memutuskan sambungan video call.
Daniah terkekeh melihat layar HP-Nya yang sudah mati. Merasa puas meledek Eliza karena sampai ia memutuskan video callnya. Ah, menelpon Eliza membuat Daniah sejenak melupakan apa yang menjadi beban pikirannya. Kemudian ia menyimpan HP diatas nakas, lalu mematikan lampu dan tidur.
Gmn perasaan Arazzi menunggui istrinya , terjwb sudah perjuangan mama melahir kan mu.
Mk surga aga ditelapak kaki ibu
kisah mama Rara , dr Arazzi maupun Elisa mereka korban atas kezaliman sang ayah yg suka selingkuh.
untung dipertemukan dr Arazzi dgn istri yg bisa menyembuhkan luka sekaligus merangkul mama mertua dan adik tiri
Ambil yg baik jgn ditiru meskipun bkn kisah nyata