Transmigrasi Istri Tiran

Savierra berjalan keluar dari lobby hotel mewah itu dengan perasaan sedikit lega. Dalam hati, ia berharap semoga tidak akan ada lagi wanita ambisius seperti Ying yang nekat.

"Memikirkan apa?"

Suara berat nan serak itu sempat membuat Savierra terkejut, apalagi tiba tiba tangannya di genggam oleh Ryden.

"Lepas, apa yang kamu lakukan?" tanya Savierra heran sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Hanya menggandengmu," jawab Ryden singkat. Matanya melirik tangan yang barusan terlepas dari genggaman.

Savierra menghela nafas, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. "Aku tidak menyangka, pesta semalam membuatku lebih dekat dengan Ryden." Savierra bergumam pelan, seraya tersenyum tipis. perempuan itu pun membatin,

Maaf Caroline... Aku hanya berusaha bertahan hidup saja, aku hanya ingin mencari kebahagiaan yang belum ku dapatkan... aku tidak akan membiarkan Ryden membunuhku untukmu, dan tidak akan membiarkan Ryden selalu memikirkanmu. Maaf aku egois. Aku telah merebut perhatian Ryden yang seharusnya untukmu. Tapi, aku adalah istri sahnya, bukan sebatas kekasihnya. Perasaan Ryden, akan perlahan aku luluhkan, kan ku bimbing dia untuk melupakanmu walau sejenak.

Akan aku usahakan harapan kecil untuk bahagiaku ini. Karena, aku sudah tidak memiliki siapapun untuk menemani dan melindungiku, kecuali dirinya..

•••

Di sisi lain, seorang lelaki tampan dengan garis wajah sedih yang tak dapat di sembunyikan itu, tengah menikmati segelas wine di tangannya. Ia memutar dan menggoyangkan gelas, melakukan hal yang sama berulang kali, sesekali meneguk isi dari gelas tersebut. Ia nampak merenung dalam mobilnya.

Sedangkan, seorang gadis cantik yang sedari tadi menemani pun berdecak kesal. Ia benar benar jenuh menemani lelaki ini di sini. Bagaimana tidak? Lelaki itu nampak asik dengan lamunannya sendiri, dan tak memperdulikan dirinya.

"Kakak, sebenarnya apa yang membuat kakak kacau seperti ini?" celetuk Allea, sembari menopang dagu.

"Apakah aku memang terlihat begitu kacau?" tanya Zyonel lirih, lalu menarik sudut bibirnya ke atas. "Ya, mungkin aku sedih. Tapi sepertinya, aku tak berhak dan tak boleh sedih. Seharusnya aku sadar diri sedari awal. Miliknya, tidak akan pernah aku dapatkan, apapun itu," racaunya, lalu meneguk wine di gelas hingga tandas.

Allea mendekati sang kakak. Tangannya terulur meraih tangan kekar Zyonel. "Ceritakanlah padaku, aku akan menjadi pendengar yang baik untuk saat ini. Sebenarnya, apa yang membuat kakak sekacau ini, dan siapa orangnya?" tanya Allea lembut, berharap Zyonel bisa menceritakan sedikit keresahan yang ada di pikiran kepadanya.

"Sudah lama aku tidak dekat dengan seorang wanita. Aku juga tak pernah jatuh cinta. Namun, baru baru ini aku merasakan perasaan berdebar yang tak dapat di definisikan. Aku selalu nyaman berada di dekatnya. Rasa ingin melindungi, menyayangi, dan mencintainya terus hadir silih berganti. Namun, itu semua tidak mungkin. Nyatanya, dia berhasil sedikit meluluhkan bongkahan es batu yang sebelumnya selalu terjebak dalam masa lalu yang tiada habisnya."

Mendengar penuturan Zyonel panjang lebar itu, Allea mengusap lengan kakaknya, berusaha menenangkan. "Kakak... maaf jika aku kurang sopan. Namun aku memang baru kali ini melihatmu begitu rapuh karena seorang wanita. Aku, tidak bisa menasihati begitu banyak. Karena bagaimanapun aku memberi saran juga sia sia. Dia sudah memiliki suami, yang membuatmu tak bisa mengejarnya."

"Kalau boleh tau, siapa wanita itu kak? Dia sangat beruntung bisa di sukai olehmu yang sebelumnya tidak pernah mencintai wanita. Yang berarti dia first love kakak!"

Zyonel bimbang. Dia bingung, ingin memberitahu atau tidak. "Dia.. Savierra," ucap Zyonel pada akhirnya.

"Ohh, Savier- APAAA!? KAK SAVIERRA? BAGAIMANA BISA?" pekik Allea, yang sangat terkejut mendengar jawaban Zyonel.

Untung saja, Zyonel sudah menutup telinganya, ia lalu menghembuskan nafas lirih, sudah bisa menebak reaksi dari Allea yang pasti akan berteriak. "Semua bisa saja terjadi. Kamu tidak perlu terkejut hingga seperti itu Lea," kara Zyonel datar.

Allea terdiam, ia masih sulit menerima. Matanya menatap Zyonel untuk waktu yang lama, dengan tatapan yang penuh selidik. "Kak.. jangan bilang kakak mau menikung kak Ryden?" selidiknya membuat Zyonel mendengus sebal.

Dukkk!

"Aduhhhh.."

Zyonel menggetok kepala Allea dengan gelas wine tadi. Ia menatap kesal ke arah sang adik. "Aku kan hanya bercerita. Apakah kamu tidak mendengar jelas perkataanku tadi? Dimana kamu menyimpulkan jika kakak akan merebut Savierra dari Ryden!?" cecar Zyonel galak. Merasa kesal karena adiknya salah paham dengan penjelasannya.

"Jadi, jika kakak sudah sadar bahwa tidak akan bisa memiliki gadis yang kakak sukai, kenapa harus galau?" tanya Allea.

"Formalitas!" ketus Zyonel bercanda.

"Hahahahaha, aku.. aku sangat ingin tertawa saat ini kak."

"Diam! Kamu sangat tidak berperasaan!"

Allea akhirnya berhenti tertawa, lalu ia mengusap sudut matanya yang berair. "Pesona kak Savierra memang tidak main main yah.. bisa menjerat hati dua orang yang sangat tampan!" katanya riang. "Aku juga ingin seperti kak Savierra, diperebutkan oleh dua pangeran~" lanjutnya dengan riang.

"Dalam mimpimu! Jika ada lelaki yang mendekatimu, harus melewati katana dan pistolku dulu!"

"DASAR KAKAK POSESIF!!"

•••

Bulan purnama bersinar terang dan indah, menyoroti kota Milan yang kini terlihat ramai. Sungguh, pemandangan di sini sangat menyenangkan dan membuat hati menjadi tenang.

Lantunan lagu khas terdengar, menambahkan kesan hangat dan nyaman bagi para pendengar. Tidak heran Milan begitu ramai. Karena Milan adalah salah satu dari kota kota populer di Italia.

Sepasang manusia itu nampak memasuki sebuah restoran mewah bintang 5 terbaik di kota itu. Sesaat ketika menginjakkan kaki di hotel tersebut, sepasang wanita itu sangat kagum dengan interior clasic dan indah. Interior clasic yang dipadukan oleh interior modern masa kini, membuat bangunan tersebut menjadi salah satu restoran yang terbaik di kota Milan. Mereka tadi sudah lama berjalan jalan mengelilingi kota Milan, dan niatnya kini adalah mengisi perut yang sudah sangat lapar.

Savierra Arlott—perempuan itu menatap kagum dan sesekali berdecak, saat melihat interior Resto bintang lima ini.

"Ryden, tempat ini bagus sekali,"

Leonardo Ryden Hander—lelaki itu mengangguk pelan. Tangannya terus menggenggam erat tangan Savierra agar tidak terjatuh saat melompat riang seperti sekarang.

"Savierra, perhatikan langkahmu" tegur Ryden.

"Iya iya, aku tau."

Savierra hanya patuh sesaat. Dirinya kembali berjalan antusias tanpa memperdulikan sekitarnya. Tiba tiba saja..

Brukkkk!!

"Aduhhhhh.." rintih Savierra saat jidatnya tak sengaja berbenturan sengan jidat seseorang.

"Savierra, kamu tidak apa apa?" tanya Ryden panik. Ia segera menghampiri Savierra. "Sudah ku bilang untuk berhati hati, kenapa masih bandel saja?" tegurnya lagi.

Savierra meringis, ia menatap tak enak pada wanita paruh baya yang berbenturan dengannya. "Maaf nyonya-"

"NYONYA STEVANIE!?"

"Apa!?" Ryden ikut terkejut, ia menatap wanita itu dan ternganga setelahnya. "M-mommy, apa yang mommy lakukan disini?" tanyanya lalu segera membantu kedua wanita itu berdiri.

Nyonya Stevanie tersenyum lebar melihat pasangan itu nampak saling perhatian. "Ryden.. sudah lama ya.. mommy sangat rindu dengan kalian berdua."

"Sebenarnya nyonya kemana selama ini.. setelah Savierra menikah dengan Ryden saat itu, nyonya telah menghilang selama ini," kata Savierra khawatir.

Ryden segera menarik kedua wanita itu ke salah satu privat room restoran itu. "Mari, kita bicara sambil makan saja."

Setelah mereka memesan makanan..

"Mommy, jadi sebenarnya anda disini?" tanya Ryden tak percaya.

3 Bulan yang lalu, dirinya masih ingat betul saat sang mommy berpamitan. Beliau berkata,

"Bersenang senanglah bersama, pengantin baru! Mommy tidak akan mengganggu. Kali ini setelah kamu menikah, mommy akan berjalan jalan mengelilingi dunia. Ryden, mommy tau kamu pasti bisa melacak mommy. Namun, mommy tidak mengizinkanmu mencariku, dan tidak diizinkan untuk melacakku. Mommy hanya ingin berkeliling dunia tanpa memperdulikan apapun.

Kamu sudah dewasa, tolong jaga diri kamu sendiri, dan istrimu. Jangan memikirkan wanita sekarat itu lagi, mommy sangat tidak suka. Kamu tenang saja, mommy akan baik baik menjaga diri. Yang kamu perlukan hanya selalu mengisi saldo mommy, okay?"

"Aihhh.. ternyata mommy di Italia? Bagaimana kabar mommy?" tanya Ryden.

"Mommy baik," balas nyonya Stevanie yang membuat Ryden mendesah lega. "Kalian bagaimana? Sepertinya kalian sudah saling mencintai ya?"

"Itu.."

Savierra yang melihat kebingungan Ryden pun tersenyum sedikit hambar. "Ya, begini nyonya, masih dalam pendekatan.."

"Sudah saya bilang, panggil saya mommy saja ya cantik, kamu kan menantu mommy," sela nyonya Stevanie.

Savierra canggung, ekor matanya melirik Ryden yang mengangguk kecil. "Iya, mommy," kata Savierra pada akhirnya, setelah mendapat persetujuan Ryden.

"Permisi, makanan datang!" Pelayan pun datang dengan membawakan banyak makanan khas italia seperti Ravioli, Risotto, Lasagna, pasta, dan beberapa steak daging. Tak lupa ada beberapa minuman dan makanan penutup.

"Makanlah mommy, Savierra." titah Ryden lembut. Ia memberikan makanan kesukaan sang mommy, dan setelahnya ia menyodorkan piring ke arah Savierra.

"Cobalah pasta ini Vier, ini berbeda dari yang biasa dimasak dirumah,"

Savierra berbinar melihat banyaknya makanan enak yang terpampang diatas meja. Ia mencoba pasta itu, lalu netranya membelalak. "Hummmm, ini enak sekali Ryd! Cobalah.." kata Savierra riang sembari menyuapi Ryden.

Lelaki itu terdiam sebentar, lalu membuka mulutnya. Setelah makanan masuk di mulut, ia pun mengangguk pelan. "Benar, ini enak."

"Apa nama makanan ini Ryd? Ini terlihat sangat enak!" Savierra menunjuk salah satu makanan di meja.

"Itu, Lasagna. Kamu boleh mencobanya nak," sahut nyonya Stevanie.

"Mom, Vierra, aku ke toilet sebentar," kata Ryden meminta izin.

"Baiklah"

Sepeninggalan Ryden, nyonya Stevanie nampak menghela nafas lirih sembari melihat punggung sang putra yang menjauh. Savierra yang melihat itu pun bingung.

"Mommy, ada apa?" tanyanya lembut, sembari menggenggam tangan ibu Ryden.

"Haihh, aku merasa bersalah telah meninggalkan Ryden baru baru ini. Aku ibu yang buruk, yang tidak bisa mengawasi anak secara langsung. Itu semua adalah luka lama yang tidak bisa aku kendalikan," lirih nyonya Stevanie.

"Maaf, maksudnya?"

"Savierra, kehidupan kami dulu sangat buruk. Orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak anaknya, malah menjadi iblis bagi anak," jeda nyonya Stevanie. Netranya berkaca kaca saat mengingat kehidupan masa lalu nya yang kelam.

"Dulu.."