Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Memanfaatkan Kesempatan Dengan Baik.
Melissa benar - benar memanfaatkan kesempatan yang ada. Ia memberikan banyak pekerjaan pada dua mahasiswa magang itu.
Renatta hanya mampu menggerutu kesal. Sebab Richard tidak mau membelanya. Alasan utamanya, Melissa tidak tau tentang hubungan pribadi mereka.
Dan lagi, Menurut Richard perlakuan Melissa masih dalam batas normal. Wanita itu tidak mungkin berani berbuat di luar batas, dan hanya akan mempertaruhkan pekerjaannya.
“Kurang ajar sekali dia.” Gerutu Renatta. Gadis itu tengah duduk bersama Gista di meja yang berada di depan ruangan Dirga.
Renatta tidak mau terlalu lama berdekatan dengan sekretaris sang suami. Sebab hanya akan membuat gadis itu merasa kesal saja.
“Sudah, Re.” Bisik Gista. Gadis itu sedang fokus mempelajari dokumen yang di berikan Melissa pada mereka.
“Bagaimana? Kalian sudah bisa mengerjakannya?” Melissa bangkit dari tempat duduknya sembari membawa beberapa map di tangan, kemudian mendekat ke arah meja Gista.
Renatta mendelik tajam. “Ini baru sepuluh menit. Astaga. Kenapa tante lebih galak daripada dosen di kampus?”
“Apa kamu bilang? Tante? Aku tidak pernah menikah dengan om kamu, ya. Panggil aku Bu sekretaris seperti sebelumnya.” Tukas Melissa dengan kesal.
Gista menggelengkan kepala melihat perdebatan dua orang wanita berbeda usia itu.
“Re, sudah. Kita selesaikan ini dengan cepat.” Bisik Gista.
“Aku sangat kesal padanya, Ta. Dia —
Ucapan Renatta terinterupsi, ketika pintu ruangan Richard terbuka dari dalam. Pria berusia empat puluh tahun itu keluar, di ikuti oleh Dirga di belakangnya.
Richard menatap sang istri dengan senyum tipis. Sementara Renatta melemparkan tatapan memelasnya. Namun, sang suami menghiraukan.
“Ruangan meeting sudah siap, Mel?” Tanya Dirga sembari melirik ke arah Gista. Gadis itu tidak berani melihat sang atasan. Ia menyibukkan diri dengan membaca dokumen yang belum di pahaminya.
“Sudah, pak.” Jawab Melissa dengan lembut.
Ingin rasanya Renatta memukul lengan wanita itu. Pintar sekali bermuka duanya.
“Ayo kita ke ruangan rapat sekarang.” Ucap Richard kemudian.
Melissa melebarkan senyum. Berjalan mengikuti kedua pria dewasa itu, sembari melambaikan tangan ke arah Renatta.
“Benar - benar kurang ajar Melissa itu. Baru juga jadi sekretaris Direktur. Dia tidak tau saja jika aku ini istri atasannya.” Kesal Renatta.
“Maka dari itu, Re. Ungkap identitas kamu yang sebenarnya agar Bu Melissa tidak macam - macam sama kamu.” Ucap Gista.
Renatta mendengus pelan. Tetapi ia juga belum siap mengumumkan pernikahannya dengan Richard.
Rapat berlangsung hingga jam makan siang tiba.
Renatta dan Gista masih setia mengerjakan dokumen - dokumen yang di berikan Melissa pada mereka.
“Kamu benar - benar memanfaatkan mereka dengan baik.” Ucap Richard kepada sekretarisnya. Mereka berdiri sejenak di depan lift, melihat kedua mahasiswa yang sedang sibuk di meja kerjanya.
“Bukan begitu, pak.” Jawab Melissa gelagapan. Ia tidak ingin terlihat buruk di mata Richard. Apalagi, jika Renatta sampai mengadu pada pria dewasa itu.
“Saya hanya meminta mereka untuk mempelajari. Setelah itu, saya juga akan memeriksanya lagi. Baru saya kirim ke bapak. Jadi, kita sama - sama bekerja, pak.” Imbuh wanita itu.
“Tidak masalah. Biarkan mereka belajar dengan keras. Setelah lulus nanti, saya ingin mereka benar - benar bisa bekerja dengan baik. Saya akan memberikan bonus tambahan untuk kamu, jika kamu bisa membuat mereka menjadi sekretaris yang kompeten.” Ucap Richard.
Mendengar kata ‘bonus.’ Membuat mata Melissa berbinar. Ia menjadi bersemangat untuk melimpahkan pekerjaannya pada kedua gadis itu.
“Saya akan mengajari mereka dengan baik, pak.” Jawab wanita itu bersemangat.
Pintu lift kembali terbuka. Nampak Dirga keluar dengan menenteng sebuah kantong makanan.
“Ini ada titipan dari resepsionis.” Dirga menyerahkan kantong itu pada sang kakak sepupu.
“Terima kasih. Ini pasti makan siang dari mama Dona.” Richard kemudian berjalan menuju meja kerja sang istri.
Dirga dan Melissa mengikuti dari belakang.
“Kalian bisa istirahat makan siang. Kantin ada di lantai tiga. Gista kamu bisa makan disana.” Ucap Richard pada sahabat sang istri, yang membuat Renatta mengerutkan dahinya.
“Lalu aku?” Tanyanya pelan.
Ia dapat melihat senyum mengejek dari wajah Melissa yang sedang merapikan meja kerjanya.
“Kamu makan siang bersamaku.” Richard mengangkat kantong makanan di tangannya.
Seketika Renatta bangkit. Merapikan map - map di atas meja. Kemudian mengikuti langkah Richard.
“Selamat makan siang, Bu sekretaris.” Ucapnya di depan meja Melissa dengan nada mengejek.
Wanita dewasa itu pun kesal, karena ternyata Renatta makan siang bersama Richard.
Tanpa permisi pada Dirga dan Gista, Melissa pun berjalan menuju lift, untuk meninggalkan lantai itu.
Gista lalu merapikan meja kerjanya. Ia juga sudah sangat lapar.
“Tunggu, Anggista.” Dirga menahan lengan gadis itu.
“Ada apa, pak?” Tanyanya dengan sopan.
“Pakai kartu ini. Belikan juga saya nasi ayam. Kita makan bersama di ruangan saya.” Dirga menyerahkan kartu khusus pemegang saham.
Dengan kartu itu, siapapun bisa makan dengan gratis di kantor. Lebih tepatnya, tagihan akan di potong saat pembagian hasil di akhir bulan.
Gista mengangguk paham. Kemudian pergi ke lantai tiga untuk membeli makan siang.
\~\~\~
“Pelan - pelan, Anggista.” Dirga membukakan air mineral untuk Gista yang tersedak makanannya.
“Apa kamu sangat lapar?” Tanya pria itu lagi, dan Gista hanya mampu mengangguk pelan karena sedang meneguk air minum.
Dirga menghela nafas kasar. Kemudian melanjutkan makanannya.
Setelah makanan habis, Gista pun merapikan bungkusan bekas, dan memasukkan ke dalan tempat sampah.
“Pak, ini kartunya.” Gadis itu tidak lupa mengembalikan kartu yang Dirga berikan tadi padanya.
“Bawa saja.” Ucap pria yang masih betah duduk di atas sofa, sembari mengamati pergerakan gadis itu.
“Tapi pak —
“Kamu disini sekretaris saya. Jadi, tugas kamu juga membelikan makan siang jika saya ada di kantor. Maka, simpan kartu itu. Dan, kamu juga bisa menggunakannya jika saya sedang tidak disini.” Potong pria itu.
Gista menghela nafas pelan. Susah jika sudah berbicara mengenai kekuasaan dengan pria itu.
“Buatkan saya kopi, Anggista.” Perintah Dirga kemudian.
“Baik, pak.” Gadis itu pun melangkah menuju pintu.
“Kamu mau kemana?”
“Saya mau ke pantry, untuk membuat kopi.” Ucap gadis itu.
Dirga berdecak kesal. “Lihat kesana.” Ia menujuk sudut kanan ruangan itu.
Dan Gista mengikuti pandangan pria itu.
“Disini sudah ada mini pantry. Jadi kamu tidak perlu repot - repot turun ke lantai empat hanya untuk membuat kopi.”
Gista pun pergi ke sudut ruangan itu. “Apa saya juga boleh membuat untuk diri sendiri, pak?” Tanyanya dengan iseng. Karena Dirga selalu mengijinkan Gista menggunakan miliknya.
“Tentu. Mulai besok, buat kopi atau ambil minuman dingin disini. Jadi kamu tidak akan sampai kelaparan seperti tadi.” Ucap Dirga yang kini sedang memeriksa sesuatu pada ponselnya.
“Silahkan, pak.” Gista meletakkan satu cangkir di hadapan pria itu. Dirga pun menyimpan ponselnya di atas meja.
“Duduk dulu.” Dirga menarik lengan Gista yang hendak menjauh, membuat gadis itu jatuh di atas pangkuannya.
“Pak, bagaimana jika ada yang masuk?” Ronta Gista saat Dirga mulai menciumi wajahnya.
“Pintunya sudah saya kunci.” Bisik pria itu.
“CCTV, pak.” Peringat Gista lagi.
“Kameranya terhubung di laptop saya, Anggista. Menurut sebentar, agar kamu tidak terlalu lama di ruangan saya.”
Gista tidak lagi melawan. Ia menurut terhadap apa yang pria itu ucapkan dan lakukan padanya.
Dirga benar - benar memanfaatkan kesempatan dengan baik.
...****************...
Posesif ato protektif.. 🤔🤔🤔🤔🤔
♥️♥️♥️♥️♥️