Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 23
Mia dihadang oleh wanita yang tatapan matanya seperti burung hantu penghuni hutan tersebut. Mia tidak takut, keduanya saling melempar tatapan sinis. Wanita itu membuang wajahnya ke arah pria yang sudah berada di belakang Mia agar meringkus Mia.
Tubuh Mia segera siaga di tengah-tengah dua orang tersebut. Ketika si pria hendak mendekat, Mia membungkuk ambil batu lalu melempar mengenai kaki pria bagian tulang betis.
"Aaagghhh..." jerit pria itu sambil mengangkat satu kaki yang sakit. Namun rupanya dia tidak kuat menahan sakit kemudian jatuh.
Si wanita terperangah, mendelik gusar berjalan mendekati Mia. "Sialan. Kau!" bentaknya. Dia ingin menjambak rambut Mia, tetapi wanita itu belum tahu siapa Mia. Mia menangkap tangan si wanita meringkusnya ke belakang hingga tidak mampu berkutik.
"Oh, jadi Anda wanita pengecut yang beraninya menyuruh orang untuk menculik saya?" Mia berbicara tepat di belakang kuping si wanita.
"Siapa yang menyuruh menculik wanita tidak berguna seperti kamu? Hahaha... buat apa" Si wanita meremehkan. Dia mencoba melepas tanganya dari cengkraman Mia tetapi tidak semudah yang dia kira.
"Jika Anda memang tidak merencanakan penculikan ini. Lalu untuk apa datang ke hutan seperti ini? Saya tidak sebodoh yang kamu kira. Sekarang jawab, apa salah saya pada Anda?!" Mia tidak ada sedikitpun rasa takut, walaupun ekspresi wajah wanita itu menyeramkan.
"Anda tidak bisa menjawab bukan? Mentang-mentang uang Anda banyak, lantas Anda gunakan untuk membayar penjahat agar membunuh saya. Tunggu saja cepat atau lambat, saya akan laporkan Anda karena sudah merencanakan pembunuhan," gertak Mia panjang lebar. Wanita itu pun tidak mampu berkata-kata.
"Lepaskan bos saya..." pria yang Mia tendang anu nya tadi rupanya sudah segar kembali. Mia kemudian melepas tangan si wanita lalu berlari. Bukan karena takut, tetapi dia sudah tidak mau bertengkar.
Terdengar langkah kaki mengejar, Mia bersembunyi di balik semak belukar. Matanya jeli mengawasi kemana arah perginya penjahat. Rupanya pria itu mencari Mia berlawanan arah. Napas Mia sedikit lega sepertinya sudah aman dari kejaran penjahat. Dia berjalan agak santai mengikuti kemana kemauan hatinya untuk melangkah, walaupun medan cukup sulit.
Waktu sudah sore matahari pun bergeser ke barat. Burung berkicau merdu mengusir kesunyian hutan. Jejak kaki manusia terlihat dari tanah merah yang menempel di rerumputan. Menandakan bahwa Mia menemukan jalan.
Mia mengikuti jejak kaki tersebut hingga matanya menangkap hilir mudik kendaraan roda dua dan empat yang masih jauh di sana. Dekat dan semakin dekat, hingga tiba di pinggir jalan.
"Alhamdulillah..." ucapnya lalu menyetop taksi di pinggir jalan. Mia kali ini memilih naik taksi agar bisa mengantarkan sampai rumah. Dengan begitu, dia bisa membayar di tempat.
"Mau di antar kemana Mbak?"
"Ke gang xxx Pak, tapi bayarnya di rumah nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa Mba" tulus supir. Lalu taksi pun berebut jalan bersama pengendara yang lain.
Mia sandarkan kepala di jok sambil mengatur napas. Lega terasa setelah terbebas dari orang-orang yang akan berbuat jahat. Entah apa kesalahan yang pernah dia perbuat, sampai ada orang yang akan menghabisi nyawanya.
Tetapi ya sudahlah, yang penting dirinya selamat tentu pengalaman pahit ini akan dia jadikan pelajaran akan hati-hati menjalani hidup.
Kruukk... Kruukk...
Perut keroncongan, tenggorokan terasa kering, tetapi dia tidak punya air, apalagi makanan. Mia ingat, uang hasil jualan dan juga handphone masih berada di dalam dompet. Benda tersebut dia selipkan di bakul antara botol-botol jamu. Mia yakin jika barang-barang yang dia tinggalkan di teras rumah tadi pagi tidak akan hilang jika masih miliknya. Bahkan kunci pintu pun masih menggantung di lubang.
Jalan lebar pun taksi tinggalkan, memilih belok melalui jalan sempit yang hanya bisa di lalui satu kendaraan roda empat. Jika papasan dengan kendaraan roda empat lainya, salah satu harus mundur. Jelas memilih jalan itu karena taksi sudah mendekati kediaman Mia atas petunjuk nya.
"Di depan minggir Bang" ujar Mia ketika sudah tiba gang yang akan belok ke rumahnya. Mia minta supir taksi agar menunggu, karena Mia akan mengambil uang lebih dulu.
"Iya Mbak"
Setengah berlari Mia ingin segera tiba di rumah karena supir taksi menunggu dirinya. Tiba di teras, semua furniture yang di kirim Slamet sudah tidak ada, bahkan bakul pun sama.
"Astagfirullah... Mia... kamu dibawa kemana sama penjahat itu?" Putri tiba-tiba saja berseru, muncul dari dalam rumahnya. Mungkin mendengar Mia yang akan membuka pintu.
"Ceritanya panjang Mbak nanti aku ceritakan" Mia menatap Putri seolah tidak terjadi sesuatu.
Putri lega dan senang menatap senyum Mia tetap ceria dan tidak ada gambaran bila terjadi sesuatu yang buruk. Walaupun pakaian Mia berbeda dari tadi pagi. Bukan mengenakan kebaya lagi, tetapi kaos dan celana kotor yang lusuh, robek-robek di beberapa bagian. Perhatikan Putri kembali ke wajah Mia yang nampak bingung mencari seseuatu.
"Kamu mencari kunci? Ditunggu sebentar ya" Putri ke dalam rumah tidak lama kemudian kembali membawa dompet batik lebar memberikan kepada Mia.
"Aku nggak buka dompet kamu Mia, cek saja isinya masih lengkap atau tidak" Putri berkata jujur.
"Ya Allah... terimakasih Mbak, aku percaya kok" Mia tentu tidak akan berpikiran buruk dengan tetangga yang sebaik Putri. Ditolong pun bagi Mia sudah bersyukur.
Mia pamit akan membayar taksi lebih dahulu, karena tidak tega membiarkan supir menunggu lama. Bukan waktu yang lama, Mia sudah tiba kembali. Rupanya di teras sudah tidak ada Putri, Mia membuka pintu.
Yang pertama Mia tuju adalah kamar, dia akan mandi dan ganti pakaian yang kotor sebelum menjelaskan kepada Putri kemana dia sejak siang.
Mata Mia melebar kala tatapanya tertuju ke tempat tidur yang sudah tertata rapi. Lemari pakaian sudah berdiri kokoh di kamar. Mia kaget bercampur terharu, harus mengucapkan kata apa kepada orang yang sudah rela menolong memasukkan furniture dan sudah dalam posisi yang pas.
Sudah tidak sabar, Mia berlari keluar bertanya kepada Putri.
"Yang memasukkan barang-barang kamu tadi Jaka Mia" Putri mengatakan Jaka dibantu rt dan suami Yuli. Putri juga mengatakan bahwa Jaka seharian ini kesana, kemari, mencari Mia
"Jaka? Pak RT" Mia kaget, mendengar penuturan Putri, namun begitu dia akan mendatangi Jaka, rt dan semua orang yang sudah membantunya. Mia akan mengucapkan terimakasih setelah selesai mandi.
Puas dengan penuturan Putri, Mia melanjutkan niat awal yaitu mandi.
20 menit kemudian.
"Mbak Putri... Kita makan yuk" Mia mengajak putri masuk lalu makan masakan yang dia masak tadi pagi bahkan belum dia sentuh.
"Terimakasih Mia, padahal tadi siang sudah makan" jawab Putri tak urung makan juga nasi yang sudah di sendok Mia.
"Itukan tadi siang Mbak, sekarang sudah hampir magrib" Mia mengatakan bahwa menyusui harus banyak makan. Mereka makan di selingi obrolan kecil. Setelah selesai, Mia membereskan kemudian ke kamar memeriksa handphone yang sejak pagi tidak dia lihat.
Panggilan dari Putri, Yuli, dan juga Jaka hingga banyak sekali. Ada yang aneh, Slamet pun menghubungi hingga beberapa kali. Mia tidak akan menghubungi Jaka, karena lebih baik datang ke tempat penyewaan kendaraan untuk mengucapkan terimakasih.
Ada satu nomor handphone lagi yang menghubunginya tak kalah banyak dari orang-orang di atas. Tidak ada nama tersimpan, kemudian Mia klik profel gambar. Namun, tidak ada nama yang jelas selain garis berliku-liku.
"Siap ya? Apa sebaiknya aku telepon balik saja" batin Mia. Tidak telepon penasaran, tetapi kalau telepon khawatir orang iseng.
...~Bersambung~...