Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33.
Sasi mengepalkan tangannya erat, hingga kukunya melukai kulitnya.
"Kedua orang ini, apa yang mereka rencanakan? Bahkan mereka tidak mau mendengar permohonan Salsa."
"Aku pergi saja, Sal! Mama, Papa mu gak suka sama aku." Salsa menoleh pada kedua orang tuanya kemudian berbalik lagi menoleh pada Sasi.
"Mama! Kalau Sasi gak di izinin tinggal disini, lebih baik Salsa juga ikut ke rumah Sasi." Dengan ucapan seperti itu, dulu Mama nya akan luluh tapi tidak saat ini.
"Ya sudah, ikut saja sama Sasi." Nyonya Ningsih kembali duduk, dan membaca majalah kembali.
Melihat tidak ada respon dari orang tuanya, Salsa kembali bersuara.
"Ya udah, Salsa anterin Sasi pulang ke rumahnya." Ucapnya Plin Plan.
Pak Hartono dan Nyonya Ningsih tersenyum penuh kemenangan.
"Gak jadi ikut sahabat mu itu. Mama gak bakal menghalangi kamu, mungkin uang jajan mu saja yang terhalang." Kata Nyonya Ningsih ketus.
"Mama!"
"Lagian orang tua kamu itu siapa, Salsa? Kami atau Sasi?"Kata Pak Hartono.
"Sepertinya kita terlalu memanjakan dia, Pa. Kurangi saja uang jajannya, kalau masih melawan tarik semua fasilitas yang dia punya." Ketus Nyonya Ningsih.
Deg
"Gak, Papa gak boleh narik fasilitas aku. Aku gak mau jadi miskin."
"Ayo, Sasi! Aku antar kamu pulang." Kata Salsa menarik lengan Sasi.
Pak Hartono dan istrinya hanya memperhatikan mereka yang keluar dari kediamannya.
"Papa tidak meminta orang untuk menyelidiki mereka? Mama semakin curiga pada Salsa dan Sasi." Ucap Nyonya Ningsih.
"Mama tenang saja, papa sudah menyiapkan orang orang papa. Mobil Salsa juga sudah dipasang GPS." Kata Pak Hartono.
"Sekarang mama ikut papa memeriksa kamar Sasi. Setelahnya kita ke kamar Salsa." Ucapnya.
Dikamar Sasi, pak Hartono segera menuju ke meja rias. Dia mengambil sampel rambut Sasi yang tertinggal di sisir. Begitupun juga sama yang dia lakukan saat di kamar Salsa, dia mengambil sampel rambut anaknya yang ada di sisir.
"Papa harap ini akan menjadi jawaban atas keraguan kita, Ma." Kata Pak Hartono.
"Papa akan kembali melakukan tes DNA? Apa papa juga meragukan Salsa?" Tanya Nyonya Ningsih.
"Tak sengaja papa melihat tangan Salsa, tapi tanda itu sudah tidak ada. Papa ingat kita hanya memperhatikan tanda itu saat diawal kita menemukan nya saja." Ucapnya.
*** ***
Bukannya mengantar Sasi pulang, Salsa justru membawanya ke apartemennya.
"Mama tinggal disini dulu untuk sementara, Aku akan cari cara agar mama bisa kembali ke rumah Papa Hartono." Ucap Salsa.
"Hmm, pikirkan caranya cepat. Mama tau ini semua pasti karena permintaan Ningsih. Dia memang selalu jadi penghalang antara Mama dan Papa mu." Ucap Sasi yang ternyata adalah Ibu kandung Salsa.
Tiga tahun lalu dia melakukan operasi plastik, agar kedoknya tidak terbongkar dan memudahkan dia masuk ke kediaman Hartono untuk balas dendam kepada Nyonya Ningsih.
"Iya, Ma! Salsa pulang dulu."
...****************...
Butik Mama Lena
"Yang ini cocok buat kamu. Apa kamu suka? Atau mau ganti lainnya." Tanya Mama Lena.
"Yang ini saja, Tante. Sederhana, elegan, terlihat mewah." Kata Risma.
"Bagus penilaian mu. Tapi berhenti panggil Tante, Tante. Sekarang panggil aku Mama, Mama Lena." Ucapnya sedikit ketus.
"Maaf, Ma!"
Mama Lena tersenyum dan membawa Risma duduk di sofa yang ada di ruangannya.
"Satu lagi yang mama mau sampaikan, Jangan sampai kamu bertindak bodoh seperti yang dilakukan keluargamu pada Sabila. Calon suami Sabila bukan orang sembarangan, bahkan yang menuntut Ibu dan kakak mu adalah dia." Kata Mama Lena.
Deg
"Jadi semua dilakukan oleh Kak Ervan. Pasti mama sudah melakukan hal yang kelewatan, sama seperti ku dulu."
"Iya, Ma. Aku sudah menyesali perbuatanku." Ucap Risma dengan wajah putus asa.
"Kenapa bersedih?"
"Di acara pernikahan ku Ibu dan Mbak Riska gak bisa hadir."
"Sudahlah, lagipula banyak keluargamu yang akan hadir. Berdoa saja semoga Ervan mau mengizinkan mereka menghadiri acara mu nanti.
*** ***
Er Emerald Corp
Sabila dibawa oleh Nico ke kantor Ervan. Sepanjang Sabila menyusuri lorong kantor, semua mata tertuju padanya.
Drrtt Drrtt
Handphone Nico bergetar tanda panggilan masuk. Dia menoleh ke arah Sabila yang masih setia mengikutinya dari belakang.
"Nyonya! Bisa tunggu sebentar disana, saya harus menerima panggilan ini." Kata Nico
Sabila mengangguk. Dia menuju ruang tunggu yang dimaksud Nico tadi.
Seorang wanita berpenampilan seksi mendekati Sabila.
"Maaf, orang yang tidak berkepentingan dilarang duduk disini." Katanya.
Sabila menoleh ke arah wanita itu. "Oh, Maaf! Tadi, saya hanya diminta untuk menunggu disini."
"Jadi ada kepentingan apa anda disini?" Masih dengan nada yang arogan.
"Saya ingin menemui, Pak Ervan."
"Pak Ervan! Saya tidak melihat dia punya janji temu dengan seseorang hari ini, sebaiknya kamu jangan mengada-ada." Ucap wanita itu.
Sabila tidak bisa berkata apa-apa, dia memang tidak membuat janji. Nico lah yang mengajaknya kemari.
"Karena anda tidak punya janji, sebaiknya segera tinggalkan tempat ini." Perintahnya.
"Tapi..."
"Satpam!" Seru wanita itu, memanggil satpam yang sedang berjaga tak jauh dari sana. "Usir wanita ini!" Dia menunjuk ke arah Sabila.
Satpam yang sebelumnya melihat Sabila bersama Nico, tidak berani mengusirnya.
Banyak karyawan lain yang melihat kejadian itu, banyak yang menyayangkan sikap arogan Sekretaris Tasya. Dia tidak mencari tau dulu siapa orang yang diusirnya.
"Kenapa kalian hanya diam saja? Apa kau mau dipecat oleh Pak Ervan, karena telah membiarkan penyusup masuk ke kantor?" Bentaknya.
"Maaf, Bu Tasya! Nona ini datang bersama Pak Nico, jadi kami tidak berani mengusirnya." Kata salah satu satpam.
"Pak Nico!" Tasya meneliti penampilan Sabila, sepertinya Nico akan akan memberinya pekerjaan sebagai OG.
"Oh, saya sudah tahu. Dia OG baru di kantor kita, kalian tunjukkan saja dimana ruang ganti untuk OG." Tasya menarik lengan Sabila, ingin menyeretnya pergi tapi dihentikan oleh satpam.
"Jangan seperti itu, Bu Tasya!"
"Ada apa ini?" Nico datang tepat waktu.
"Pak Nico, saya hanya ingin menunjukkan ruangan OG pada karyawan baru ini."
Nico menepis tangan Tasya yang masih bertengger di lengan Sabila.
"Plak!"
"Aauu! Pak Nico!"
"Apa anda baik-baik saja, Nyonya?" Sabila hanya mengangguk.
"Tuan Ervan sudah menunggu anda, Mari!
Deg
"Nyonya?"
Nico meminta Sabila menunggu sebentar, dia kembali menemui Sekretaris Tasya.
"Pak Nico, saya minta maaf!" Sikap arogannya seketika hilang.
"Plak Plak!"
"Itu pelajaran untuk mu, jangan pernah bersikap arogan pada siapa pun. Jangan menilai orang dari penampilannya. Tamparan ini peringatan karena berani menyentuh calon istri Tuan Ervan." Ucap Nico dengan aura dinginnya.
"Calon istri?" Tasya benar benar dalam masalah besar. Dia dengan sengaja telah menyinggung pimpinannya.
"Ini berlaku untuk kalian semua." pandangan Nico mengedar, hingga dia menemukan Burhan dan Hendra yang juga sedang melihat kejadian barusan.
Tatapan Nico tajam pada mereka berdua. Menyadari itu Hendra segera mengalihkan pandangannya sedangkan Burhan pikirannya sudah berkelana entah kemana.
Nico kembali menemui Sabila dan segera membawanya ke ruangan Ervan.
dah besar tu anak kembar nya,,,,
tetap semangat terus