Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 16
" Tu-tuan Count, maaf saya tidak tahu kalau Anda akan sarapan bersama dengan Nyonya. Sebentar saya akan meminta pelayan untuk menyiapkan satu set perlengkapan makan."
Semua pelayan yang saat ini di ruang makan terkejut melihat Perion yang datang ke sana. Ini adalah kejadian langka. Selama ini atau lebih tepatnya stelah menikah, Perion sangat jarang makan bersama dengan Rubia, maka dari itu semua terkejut melihat kehadiran Perion.
Namun itu semua tidak berlaku pada Rubia. Wanita itu makan dengan tenang tanpa terusik sedikitpun dengan kehadiran Perion. Dia menganggap bahwa Perion tidak ada di sana. Bahkan Rubia juga tidak menyapa Perion.
Hal tersebut membuat Perion malah menjadi terusik. Istrinya benar-benar berubah, dan perubahan itu sungguh sangat drastis. Perion merasa ada yang salah dengan Rubia. Dari mulai tidak mau bekerja, lalu melakukan kegiatan layaknya wanita bangsawan pada umumnya, tidak peduli dengan suami yang berselingkuh secara terang-terangan dan sekarang ini dia bersikap tak acuh. Sungguh sangat berbeda dari Rubia yang Perion kenal sebelumnya.
Klutak klutak
Suasana ruang makan begitu hening. Hanya terdengar suara sendok, pisau dan garpu yang beradu dengan piring secara silih berganti. Dimana suasana tersebut menjadikan para pelayan merasa bergidik.
" Rubia, hari ini aku tidak akan pergi ke Istana. Aku akan melakukan pekerjaan ku."
" Oh bagus kalau begitu. Aku sudah selesai makan, permisi."
Sreek
Tak tak tak
Perion membulatkan matanya saat Rubia sama sekali tidak merespon tentang dirinya yang akan berada di rumah. Padahal Perion berharap Rubia akan senang. Entah mengapa hal yang menurut Perion adalah sesuatu yang gila itu tiba-tiba merasuk ke dalam pikirannya. Selama ini dia sudah tak acuh dengan istrinya itu, lalu kenapa pagi ini tiba-tiba dia ingin melihat ekspresi Rubia? Sungguh aneh bukan?
Di sisi laimpn Rubia merasa sebal dengan tingkah Perion yang tiba-tiba itu. Ia sendiri tidak megerti mengapa Perion bersikap demikian. Namun lagi-lagi dia tidak peduli. Saat ini ada hal yang lebih penting yang harus dia lakukan. Tujuan utamanya yakni bercerai dari suaminya yang tidak berguna itu.
.
.
.
Kastel Adentine di Duchy Adentine.
Mery menghela nafasnya panjang tanda merasakan sebuah kelegaan yang luar biasa. Dia sudah berada di depan kastel. Perjalanan selama semalam lebih sehati itu membuat Mery sangat lelah. Rasanya tubuhnya remuk redam karena terguncang oleh kereta kuda.
Saat ini dia masih tertahan di depan gerbang. Mery tidak memakai kereta kuda milik mansion, ia menggunakan kereta kuda yang tidak berlambang jadi orang tidak akan tahu dari mana dia berasal.
" Nona Mery, maaf sudah menunggu lama. Mari silakan masuk."
" Sir Oliver? Maafkan saya merepotkan, sampai-sampai Anda datang sendiri begini untuk menjemput saya."
" Tidak Nona, ini adalah perintah dari Yang Mulia Duke. Jangan merasa terbebani, mari silakan masuk, Yang Mulia sudah menunggu."
Di dalam kastel, Theodore sangat tidak sabar dengan kedatangan pelayan pribadi milik Rubia itu. Ia sangat penasaran, ada kepentingan apa Rubia sampai mengirim pelayan pribadinya seperti itu.
Di kalangan bangsawan, mengirim pelayan pribadi itu berarti ada hal sangat pribadi yang penting atau mendesak yang harus disampaikan langsung kepada orang yang dituju. Mereka baru saja mengenal, lalu mengapa Sang Countess mengirim pelayan pribadinya? Apa jangan-jangan Countess Rubia Gordone itu seperti wanita-wanita lainnya yang mengincar seorang Duke?
Isi kepala Theodore dipenuhi hal-hal sedemikian. Semua itu bukan karena alasan, dia berpikiran seperti itu karena selama ini memang demikian. Bahkan sampai hari ini masih ada saja surat tawaran menikah dari para wanita baik dari Kekaisaran Sein, kerajaan-kerajaan kecil lainnya, dan bahkan hingga Kekaisaran Aterna. Sungguh luar biasa bukan pesona dan pengaruh Theodore.
Padahal julukan Duke Monster sangat melekat dalam dirinya. Tentunya surat lamaran yang datang itu bukanlah keinginan tulus para wanita, melainkan keluarga mereka yang ingin mengambil keuntungan dari hubungan pernikahan yang dibangun.
Dalam kalangan bangsawan, pernikahan politik adalah sesuatu yang wajar dan sangat lumrah. Namun Theodore tidak menyukai itu. Yang dia tahu menikah itu ata dasar saling mencintai dan menyayangi seperti mendiang kedua orangtuanya. Theodore meskipun masih kecil tapi dia tahu bahwa ayah dan ibunya adalah dua orang saling mencintai. Bahkan sang ayah ikut meninggal menyusul ibunya yang meninggal akibat terlalu sedih.
" Yang Mulai, Nona Mery sudah datang,"
" Suruh dia masuk."
Mery sedikit merinding ketika memasuki Kastel Adentine. Awalan masuk, kastel tersebut terlihat menyeramkan. Akan tetapi semakin masuk ke dalam, anggapannya pun hilang. Di dalam kastel yang besar itu di dalamnya terlihat lebih indah dan juga terasa hangat. Para pelayan pun tampak ramah dan bersahabat.
" Saya menghadap Yang Mulia Duke Theodore Adentine, sang Jendral pemilik pedang pelindung Kekaisaran Sein."
Mery memberi salam hormat, ia membungkuk dalam. Rasanya seperti menghadap kaisar, padahal dia pun belum pernah melihat bagaimana rupa kaisar. Tapi intinya yang ia rasakan adalah sebuah ketegangan dan tekanan dalam dirinya. Bahkan tangan Mery pun gemetaran.
" Baiklah, silakan duduk Nona Mery. Kamu adalah pelayan pribadi Countess, benar kan? Lalu apa yang Countess perintahkan kepadamu."
" Ini Yang Mulia, saya diminta menyerahkan ini langsung kepada Yang Mulia."
Sepucuk surat diberikan oleh Mery, awalnya Oliver yang ingin mengambilnya. Namun Mery bersikukuh menahannya, dan tidak memberikannya pada Oliver. Seperti apa yang diperintahkan oleh Rubia bahwa surat itu harus diterima langsung oleh Duke Theodore Adentine, maka Mery pun juga hanya akan memberikannya pada sang duke.
" Baiklah, berikan itu Nona Mery." Akhirnya Theodore sendiri yang menerimanya.
" Yang Mulia, tapi?"
" Tidak apa Oliver, dia tidak mungkin bisa mencelakai ku hanya dengan sepucuk surat kan?"
Oliver menyerah, ucapan tuannya adalah mutlak. Ia pun mundur selangkah namum tetap berdiri tegak untuk menjaga sang tuan.
Sraak
Theodore membuka amplop surat menggunakan sebuah pisau kecil. Ia lalu membaca surat itu dengan perlahan. Wajah Theodore yang tadinya santai kini berubah menjadi sangat serius. Keningnya pun berkerut.
Semua orang yang melihatnya menjadi penasaran, sebenarnya apa isi surat yang dituliskan oleh Countess Rubia Gordone untuk Yang Mulia Duke Theodore Adentine.
" Oliver, panggil Regulus. Kita alan pergi ke County Gordo sekarang juga."
" Maksud Yang Mulia? maaf ini sudah hampir petang Yang Mulia, tidak pantas untuk bertamu."
" Oliver, kau tahu kan kalau aku tidak bicara dua kali."
Gluph!
" Baik Yang Mulia, akan segera saya laksanakan."
TBC