Sudah tamat^^
Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.
Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.
Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Asisten Penyihir
Gelas yang baru mau diminum langsung Safira taruh. Langkah kaki Difiar sangat cepat hingga Safira sedikit lari menyesuaikan langkah kakinya. Saat melihat tangga mengarah ke ruang bawah tanah, Safira tetap memaksakan diri menuruni tangga dengan kaki yang masih lemas.
Difiar sudah hampir sampai, tetapi Safira masih turun pelan-pelan. Difiar melihat sekeliling tidak orang selain mereka berdua, sehingga berjalan mundur mengulurkan tangannya.
Alis Safira terangkat karena sifat Difiar yang berubah-ubah. Setelah menangkap maksud Difiar, Safira menyambut uluran tangan itu dan tangan kirinya berpegangan pada bahu.
Anak tangga yang dilalui Safira masih banyak, akhirnya dia naik ke punggung Difiar dengan tertawa. Difiar terlonjak karena tiba-tiba Safira meloncat ke punggungnya. Dengan sigap Difiar memegang pegangan tangga lalu melanjutkan jalan.
Safira berusaha melihat wajah Difiar. “Ih, minimal protes, dong!”
“Aku lepasin tangan kamu dari leherku aja gimana?” tawar Difiar yang beralih memegang kedua kaki Safira.
Kepala Safira langsung menggeleng. “Aku capek banget, sumpah!”
Setelah sampai bawah, perlahan Difiar menurunkan Safira hingga dirinya bisa menapakkan kakinya dengan selamat. Safira langsung terpana saat melihat isi dalam botol yang bercahaya.
Melihat langkah kaki Safira yang pincang, Difiar inisiatif mencari ramuan penyembuh yang biasanya dia bawa ke mana-mana.
Untungnya masih ada yang dia simpan di bawah. Difiar menghampiri Safira yang sibuk melihat-lihat itu. “Minum ini.”
Safira tidak mendengarkan Difiar, dia menunjuk botol itu. “Sisa umur orang tua pekerja keras?”
Sontak Difiar ikut merendahkan dirinya agar bisa melihat tulisan itu. Difiar terbelalak lantaran tulisan itu benar dengan yang dikatakan Safira. “Kamu bisa baca?”
Safira bergeser melihat-lihat lagi. “Bisa! Aku sekolah, loh. Memang ada yang salah?”
“Iya, soalnya yang bisa baca hanya orang-orang dari dunia sihir. Kamu bukan mata-mata mereka, kan? Kalau enggak kamu ada keturunan penyihir?” selidik Difiar menengok ke sampingnya.
Merasa diragukan Difiar, Safira ikut menengok ke samping. Dirinya berdiri yang diikuti Difiar. “Menurutmu cewek secantik aku seperti penipu? Aku aja merasa aneh sama diriku sendiri yang bisa membaca pikiran orang, masuk ke dalam mimpi orang-orang juga, bahkan aku bisa melihat masa lalu orang hanya dengan sentuhan!”
“Kamu nggak bohong?” Difiar melihat keseluruhan hidup Safira paling dalam, tetapi seolah ada yang menutupinya.
“Iya! Aku terganggu sama batin orang-orang yang terus aku dengar!” teriak Safira yang mengeluarkan kekesalannya.
Difiar termenung ikut merasa bingung. “Mungkin kamu manusia yang punya kekuatan spesial. Nggak papa, berarti aslinya kamu orang yang beruntung karena manusia lain nggak punya keistimewaan seperti kamu.”
“Aku nggak mau, Buyut!” keluh Safira seraya mengerucutkan bibirnya.
Sebelah alis Difiar terangkat. “Buyut?”
“Hehe ... aku panggil itu boleh, ya? Aku nggak tau mau panggil apa. Kalau nama terlalu nggak sopan karena umur kamu udah tua banget.” Safira tertawa sampai matanya menyipit.
Difiar hanya menggeleng. “Panggil nama aja nggak papa.”
Safira jengah karena Difiar selalu saja bertingkah dingin dengannya. Dalam pikirannya, Safira ingin mencairkan bongkahan batu es itu hingga menjadi jelly ketika bersamanya.
‘Orang pertama yang baru aku temui karena belum pernah tersenyum sama sekali saat aku mengenalnya. Aku ingin melihatnya tersenyum sekali aja!’
“Nggak mau, Buyut!”
Difiar berdecak. “Terserah!” Walaupun marah dirinya masih peduli padanya. “Minum ini.”
“Apa ini?” Safira mengambil botol itu yang pernah diminum waktu pertemuan pertama mereka.
Sebelum Difiar menjawab, Safira meminumnya sampai habis yang khasiatnya masih sama, menyembuhkan luka dalam juga menyegarkan tubuh.
“Makasih,” ucap Safira lalu merentangkan kedua tangan untuk merenggangkan tubuh berakhir memeluk penyihir di depannya.
“Mulai! Lepas nggak!” perintah Difiar saat tubuhnya tidak bisa digerakkan.
“Buyutku perhatian banget sih. Cium nggak!” paksa Safira ketika wajahnya mendongak sekedar main-main saja.
Tentunya Difiar langsung mencium bibir Safira karena baginya jika lampu hijau muncul dia harus menerobos sebelum lampu kembali merah.
"Kamu sangat manis!"
Orang yang meminta lebih dulu terkejut karena dipikir Difiar orangnya malu-malu, tetapi sama saja. Mata mereka langsung terpejam menikmati ciuman di bawah loteng yang minim penerangan.
"Muachhh...."
"Aghh...ahh...."
Kedua tangannya beralih memegang bibirnya. Kedua pipi Safira berwarna merah padam bak kepiting rebus. Difiar pun jadi canggung saat wanita cerewet itu mendadak diam. Yang bisa dilakukan hanya mengusap kepalanya.
“Yang serius lah! Sini aku kasih tau tugas kamu!” suruh Difiar kembali mendekat ke arah botol berisi bahan-bahan ramuan. “Rak ini berisi bahan-bahan buat bikin ramuan. Aslinya, yang pernah kamu minum itu ramuan bukan jamu. Manusia menyebut ramuan sebagai jamu biar mereka berpikir kalau jamu itu minuman berkhasiat.”
Safira mengikuti apa yang dilihat Difiar dan fokus mendengarkan. “Iya, paham.”
“Nah, kamu ambil bahan-bahan sesuai yang aku suruh secepatnya! Jangan sampai terpancing sama mereka, ingat!” ucap Difiar saat Safira fokus melihat botol berwarna merah.
Difiar langsung mengembuskan napas lalu menarik bahu Safira agar sadar. “Aku bilang jangan dilihat terus!”
Safira mengangguk-angguk lalu lari dari hadapan Difiar. “Takut banget kerja sama penyihir!”
Setelah sampai atas, ternyata ada Samuel yang mau menyusul ke bawah. Dada Safira kembang kempis karena lari menaiki tangga.
“Lama banget, ngapain aja?” selidik Samuel yang melihat bawah ternyata Difiar menyusul membawa dua botol berwarna biru.
Samuel mau membaca apa yang terjadi di bawah, tetapi tetap tidak bisa seperti membaca pikiran Difiar yang ditutupi kabut hitam.
“Siap-siap ada yang datang. Safira, kamu nanti gantiin pekerjaan Samuel, lihat baik-baik!”