Aku menganggap mereka sebagai keluarga, mengorbankan seluruh hidup ku dan berusaha menjadi manusia yang mereka sukai, namun siapa sangka diam diam mereka menusukku dari belakang. Menjadikan ku sebagai alat untuk merebut kekuasaan.
Ini tentang balas dendam manusia yang tak pernah dianggap keberadaan nya. Membalaskan rasa sakit yang sebelumnya tak pernah dilihat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laxiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon menantu
Rania menatap kedua manusia yang tengah asik mengobrol, sudah hampir satu jam keduanya mengobrol begitu asik tanpa memedulikan kehadirannya diruangan tersebut. Ia sudah seperti obat nyamuk disana.
Kedua pebisnis yang berbeda usia itu tampak menyambung ketika membahas soal pekerjaan. Pria paruh baya itu nampak sangat klop dengan pemuda yang ada disampingnya, hingga anak kandungnya sendiri ia hiraukan.
"Ekhem..." Rania berdehem, "Sepertinya Danu lebih cocok jad anak Ayah dibandingkan Rania."
Kedua manusia itu langsung mengehentikan perbincangan nya, kemudian menatap Rania secara bersamaan.
"Kenapa berhenti mengobrol nya, lanjutkan saja, toh saya hanya nyamuk disini." Ucap Rania dengan nada merajuk.
"Maaf ya Danu, anak perempuan saya memang sedikit cemburuan." Kelakar Herman pada Danu.
"Apaan cemburu, sangat norak." Ucap Rania.
Danu dan Herman terkekeh melihat Rania merajuk. Sudah lama Herman tidak melihat sisi manja putrinya seperti itu, selama ini dia selalu abai dan sibuk dalam pekerjaannya.
Danu yang melihat ekspresi Rania marah, benar benar dibuat gemas. Kalau saja tidak ada Herman disana, ia yakin sudah mencubit pipi gadis itu.
Pintu diketuk, lalu dokter bersama perawat datang untuk mengecek kondisi Herman.
"Kondisi Bapak sudah stabil, hari ini sudah boleh pulang. Saya akan memberikan resep obat, jangan lupa untuk rutin meminumnya." Setelah itu dokter dan perawat keluar.
Rania yang mendengar hal itu tentu saja senang, dia kemudian segera membereskan barang barang Herman.
Danu bangkit dari duduknya kemudian menghampiri gadis itu, "Biar saya saja, kamu bisa pergi untuk mengambil obat."
"Kalau gitu terima kasih." Rania pergi untuk mengambil obat di apotek, sementara itu Danu membereskan barang barang Herman.
Herman yang melihat Danu telaten membereskan barang barang nya tersenyum kecil, entah kenapa pemuda itu sangat pas dihatinya. Dari segi manapun Danu nampak sangat cocok, cocok dijadikan menantu olehnya.
"Danu, apakah kamu sudah menikah?" Tanya Herman.
Danu yang mendapat pertanyaan tersebut terdiam sejenak, "Belum Om."
Herman tersenyum senang setelah mendengar jawaban itu. Danu kemudian berbalik dan menatap pria yang masih berada diatas ranjang rumah sakit. "Memang nya kenapa Om?" Tanya Danu balik.
"Kalau pacar?"
Danu menggelengkan kepalanya.
"Tapi kamu menyukai perempuan kan."
"Tentu saja, Om pikir saya pria bagaimana."
"Jangan tersinggung ya, Om hanya ingin memastikan saja."
Perkataan Ayahnya Rania sangat ambigu, membuat Danu penasaran saja. "Memastikan apa?"
"Kamu mau tidak jadi..."
"Jadi apa?" Itu bukan Danu melainkan Rania. Gadis itu sudah kembali dengan menenteng plastik obat ditangannya.
Herman tidak dapat melanjutkan ucapannya, karena itu bersangkutan dengan Rania.
"Jadi apa ayah?" Tanya Rania kembali.
"Jadi partner bisnis, iyakan Danu?" Herman tersenyum pada Danu sambil mengedipkan matanya sebelah, memberi kode pada pemuda itu.
"Iya, partner bisnis. Kita rencananya akan menjadi partner bisnis." Ucap Danu mengikuti perkataan ayah Rania.
Rania menatap keduanya dengan curiga, tapi setelah itu dia kembali seperti biasa. "Ayah, sopir sudah menunggu di depan."
"Oh, iya mari pulang." Herman turun dari ranjang nya, kemudian hendak keluar.
"Ayah tidak berganti pakaian?" Tanya Rania, karena ayahnya masih menggunakan pakaian rumah sakit.
Herman mengehentikan langkahnya, kemudian berbalik mengambil pakaian ganti yang sudah Danu kemas dalam tas, lalu menuju kamar mandi untuk berganti.
Rania yang melihat hal tersebut memang merasa aneh, tapi ia tak menghiraukannya. Tak membutuhkan waktu lama, Herman kemudian keluar dengan pakaian rumah.
"Rania, ayah akan pulang bersama Danu. Kamu pulang saja dengan sopir." Ucap Herman pada putrinya.
"Kenapa seperti itu?"
"Ada yang harus ayah bahas dengan Danu, kamu tidak perlu khawatir ayah akan pulang dengan selamat."
"Kalau masalah pekerja, itu bisa dibahas nanti. Ayah baru boleh pulang, dan harus istirahat."
Herman menyentuh pundak Danu, memberikan kode pada pemuda itu agar membantu nya membujuknya Rania.
"Rania, saya berjanji tidak akan lama membawa ayahmu. Kami tidak akan melakukan apa apa, hanya berbincang sebentar setelah itu pulang." Ucap Danu ikut membujuk Rania.
"Kalau hanya berbincang, kenapa tidak dirumah saja, disana bahkan bisa lebih leluasa."
Herman menghela nafasnya, putri nya pasti punya banyak sekali jawaban untuk setiap alasan yang akan mereka berikan.
Herman kemudian mendekati gadis itu memegang kedua tangan. "Kami akan membahas khusus urusan pria, jadi kalau dirumah itu akan membuat sedikit canggung karena ada kamu, ibumu dan adikmu disana. Ayah janji tidak akan lama, dan akan segera kembali lalu istirahat." Ayah Rania sudah menampilkan wajah memelas.
Rania terdiam sejenak, kemudian ia menganggukkan kepalanya. "Baiklah, tapi ingat jangan lama lama."
Herman tersenyum, "Janji, gak akan lama."
Rania mengantar Ayahnya sampai masuk kedalam mobil Danu. Dirinya baru masuk kedalam mobilnya sendiri, ketika mobil Danu sudah bilang dari pandangan.
Dulu Rania memang sedikit abai dengan kesehatan ayahnya, karena mengingat ibu tirinya yang selalu merawat nya. Tapi karena sudah mengetahui sifat asli beliau, dan karena beliau lah dulu ayahnya bisa sampai dalam kondisi parah dan dirawat dirumah sakit hingga tidak dapat bekerja kembali.
Mulai saat ini Rania yang akan mengurusnya, merawatnya hingga pria itu dapat berumur panjang dan menemaninya untuk waktu yang cukup lama.
"Memang apa yang perlu Om bahasa dengan saya?" Tanya Danu sambil menyetir.
"Tadi kamu mengatakan belum menikah, dan tidak mempunyai pacar, benar kan?"
Danu menganggukan kepalanya.
"Kalau gitu, kamu mau tidak menjadi menantu saya?"
Mendengar hal tersebut tentu saja Danu merasa terkejut, ia bahkan reflek menginjak rem mendadak. Untung saja keduanya menggunakan sabuk pengaman, jadi tidak ada yang terjadi dengan serius hanya benturan kecil saja.
"Om tidak papa?" Tanya Danu sedikit khawatir.
"Saya tidak papa, kamu seperti nya begitu terkejut dengan apa yang saya ucapkan."
"Tentu saja, Om mengucapkan hal itu seolah olah bukan hal penting."
"Lalu apa jawaban kamu?"
"Om serius?" Tanya Danu kembali memastikan.
"Kamu pikir saya bercanda."
"Maksud saya, kenapa Om menawarkan hal tersebut pada saya dengan begitu mudah."
"Jadi kamu tidak mau?"
"Bukan begitu."
"Jadi mau tidak?"
Danu benar benar dibuat tercengang, Ayahnya Rania sudah seperti menawarkan makanan padanya. "Tentu saja saya mau, tapi..."
Herman menepuk pundak Danu keras, "Hanya itu jawaban yang saya butuhkan." Pria paruh baya itu tersenyum senang.
"Tapi Om, bagaimana dengan Rania?"
"Kamu menyukainya putri saya?"
Danu menggagukkan kepalanya, "Saya sangat menyukainya."
Dari awal Herman sudah menebak nya, dari cara Danu memandang Rania, hingga cara pemuda itu memperlakukan putri nya, semuanya terlihat sangat jelas.
"Kamu tenang saja, saya akan membantumu untuk mendekati nya." Ucap Herman sambil menepuk nepuk pundak Danu.
"Om, percaya dengan saya?" Tanya Danu.
"Saya percaya dengan pilihan saya."
BERSAMBUNG.......
Tolong dijawab