NovelToon NovelToon
Terikat Janji Dalam Kegelapan

Terikat Janji Dalam Kegelapan

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Terpaksa Menikahi Suami Cacat / Menyembunyikan Identitas / Penyelamat / Kekasih misterius
Popularitas:153k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kaivan, anak konglomerat, pria dingin yang tak pernah mengenal cinta, mengalami kecelakaan yang membuatnya hanyut ke sungai dan kehilangan penglihatannya. Ia diselamatkan oleh Airin, bunga desa yang mandiri dan pemberani. Namun, kehidupan Airin tak lepas dari ancaman Wongso, juragan kaya yang terobsesi pada kecantikannya meski telah memiliki tiga istri. Demi melindungi dirinya dari kejaran Wongso, Airin nekat menikahi Kaivan tanpa tahu identitas aslinya.

Kehidupan pasangan itu tak berjalan mulus. Wongso, yang tak terima, berusaha mencelakai Kaivan dan membuangnya ke sungai, memisahkan mereka.

Waktu berlalu, Airin dan Kaivan bertemu kembali. Namun, penampilan Kaivan telah berubah drastis, hingga Airin tak yakin bahwa pria di hadapannya adalah suaminya. Kaivan ingin tahu kesetiaan Airin, memutuskan mengujinya berpura-pura belum mengenal Airin.

Akankah Airin tetap setia pada Kaivan meski banyak pria mendekatinya? Apakah Kaivan akan mengakui Airin sebagai istrinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Pengacau Hati

Airin menyuapi Kaivan terlebih dahulu, lalu bergantian menyuapi dirinya sendiri. Hal itu dilakukan dengan begitu alami, seolah bukan sesuatu yang aneh atau memalukan baginya.

Kaivan terpaku sejenak, pikirannya kacau. Selama ini, ia tak pernah makan sepiring, apalagi menggunakan sendok yang sama dengan orang lain. Namun anehnya, kali ini ia sama sekali tidak merasa jijik. Bahkan, perasaan aneh yang tak bisa ia pahami perlahan menyelinap di hatinya.

"Jadi... selama ini kami makan sepiring berdua?" gumamnya dalam hati, hampir tak percaya. Pandangannya jatuh pada piring di hadapan mereka, yang ternyata isinya cukup banyak. Makanan itu sederhana, hanya ikan pepes presto yang tulangnya lembut, tahu, dan tempe goreng.

Hidangan seperti ini tak pernah ada di daftar makanannya sebelum ia berada di tempat ini. Namun, entah mengapa, setiap suapan terasa begitu lezat di lidahnya, seakan memiliki rasa yang tak hanya berasal dari bumbu, tetapi juga dari ketulusan orang yang menyiapkannya.

Kaivan diam-diam mencuri pandang ke arah Airin, yang tengah menyuap makanannya dengan tenang. Perasaannya campur aduk, antara heran, kagum, dan... entah kenapa, ada rasa hangat yang menyelinap begitu saja di hatinya. Istrinya rela makan sepiring berdua dengannya tanpa sedikit pun menunjukkan keberatan.

Kaivan menunduk sedikit, menyembunyikan ekspresinya. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari Airin. Ketulusan yang begitu sederhana, namun mampu menggoyahkan dinding tebal yang selama ini ia bangun.

Sedangkan Airin, ia menganggap makan sepiring berdua dengan suaminya adalah hal yang wajar. Sejak kecil, neneknya sering berkata bahwa makan sepiring berdua dengan suami sendiri terasa lebih nikmat, dan kini Airin mendapati ucapan itu benar adanya.

Selain itu, ia juga merasa cara ini lebih praktis. Makan sepiring berdua tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga mengurangi cucian piring, yang artinya sabun cuci piringnya pun jadi lebih awet. Bagi Airin, hal sederhana seperti ini sudah cukup membuatnya merasa nyaman.

Suapan demi suapan terus diberikan. Airin tak terlihat lelah, bahkan ia sesekali tersenyum kecil melihat Kaivan mengunyah. Matanya berbinar, mencerminkan kepuasan sederhana melihat suaminya makan dengan baik. Bahkan tanpa ragu mengusap lembut sudut bibir Kaivan yang kotor oleh bumbu ikan presto.

Kaivan merasa hatinya bergetar. Pandangannya terhadap Airin perlahan berubah, meski ia tetap berusaha menjaga sikap datarnya. "Airin... wanita ini sungguh berbeda," pikirnya.

Tanpa sengaja, mata Kaivan tertuju pada bibir istrinya yang mengunyah perlahan, tanpa suara. Gerakan itu tampak begitu lembut, alami, dan entah mengapa memikat. Bibir merah muda itu terlihat begitu lembut, seolah-olah memanggilnya. Ia terpaku, tanpa sadar menghentikan kunyahannya sendiri.

Airin, yang tengah menyiapkan suapan berikutnya untuk Kaivan, mengangkat wajahnya. Alisnya bertaut ketika melihat suaminya tiba-tiba terdiam. "Kak Ivan? Ada apa? Ada batu di nasinya? Atau mungkin padi?" tanyanya dengan nada khawatir.

Kaivan tersentak dari lamunan liarnya. Dengan cepat, ia menelan makanan di mulutnya dan berpaling sejenak untuk menyembunyikan rasa gugupnya. "Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya... sedikit kepikiran," jawabnya singkat, menjaga ekspresi wajahnya tetap datar.

Airin tampak lega. Ia tersenyum kecil dan menyodorkan suapan berikutnya. Sementara itu, Kaivan menarik napas panjang dalam hati, berusaha menenangkan pikirannya yang entah kenapa terus melayang-layang pada bibir lembut itu. "Apa yang salah denganku?" batinnya gusar, mencoba mengusir keinginan yang tak seharusnya ia rasakan.

Saat suapan terakhir diberikan, Airin menatapnya puas. "Sudah cukup, Kak? Atau mau tambah lagi?" tanyanya, polos.

Kaivan menatapnya beberapa detik, lalu mengalihkan pandangannya. "Cukup," katanya singkat. Tapi jauh di dalam hatinya, ia mulai menyadari bahwa ketulusan Airin adalah sesuatu yang tak bisa diabaikannya. Momen sederhana ini menjadi bukti nyata, wanita yang ia nikahi adalah seseorang yang tulus tanpa pamrih, sesuatu yang selama ini ia ragukan.

Usai menyuapi Kaivan, Airin meletakkan piring kosong ke meja makan. Ia tersenyum seperti biasa, wajahnya terlihat segar meskipun jelas lelah setelah dari pagi beraktivitas.

"Aku mau mandi dulu," katanya santai sambil membereskan meja. "Kak Ivan mau tetap di sini atau ke kamar?" tanyanya, memastikan.

Kaivan berdehem pelan, mencoba menjaga nada suaranya tetap stabil. "Di sini saja," jawabnya singkat, merasa tak punya energi untuk membalas dengan lebih panjang.

Airin mengangguk. Baiklah." Ia membereskan peralatan makan, meninggalkan Kaivan sendirian di ruang makan.

Kaivan menghela napas panjang, mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha mengusir pikiran yang tak kunjung pergi. Namun, sekeras apa pun ia mencoba, bayangan kejadian beberapa saat lalu terus membayangi pikirannya. Saat Airin membantunya mandi, tubuh ramping istrinya, kulitnya yang halus, dadanya yang menantang terus terbayang dan aroma sabun yang segar bercampur dengan kulit halus istrinya masih tercium samar-samar.

Ditambah lagi, momen ketika Airin menyuapinya barusan, bibir merah mudanya yang terlihat begitu alami dan menggoda saat mengunyah makanan kini terpatri jelas di benaknya. Kaivan meneguk ludah perlahan, tubuhnya meremang, seolah setiap detail itu menempel di matanya, menolak untuk dilupakan.

"Apa yang terjadi denganku?" pikirnya, merasa ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, bahkan ketika dulu ia masih bisa melihat dan bertemu dengan wanita lain. Ada daya tarik yang tak bisa ia kendalikan, sesuatu yang kini mulai membuatnya merasa tak lagi sekadar menghormati Airin sebagai istri.

Kaivan menggigit bibir, merasa frustrasi dengan dirinya sendiri. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar, mencoba menenangkan pikiran dan berharap semua bayangan itu lenyap begitu ia berbaring. Tapi saat ia memejamkan mata, senyum Airin dan kehadirannya justru semakin jelas, seperti magnet yang tak bisa ia hindari.

***

Sore itu, setelah selesai mandi, Kaivan duduk di tepi ranjang dengan rambut yang masih setengah basah. Ia bersandar dengan tenang, mencoba menenangkan hatinya yang kacau sejak pagi. Pemandangan di kamar mandi dan meja makan tadi terus terlintas dalam pikirannya, membuat fokusnya buyar sepanjang hari.

Namun, ketenangan itu lenyap seketika saat pintu kamar terbuka. Kaivan tersentak. Airin masuk dengan santai, hanya mengenakan handuk pendek yang melilit tubuhnya. Kaivan nyaris menghentikan napas, matanya tak bisa mengalihkan pandangan dari siluet tubuh istrinya.

Airin tampak tak menyadari kegelisahan suaminya. Dengan langkah ringan, ia menuju lemari pakaian. Ia membuka pintu lemari, mencari-cari baju yang ingin dikenakan, lalu dengan santai mulai memakainya di depan Kaivan.

Kaivan mengalihkan pandangannya dengan cepat, berpura-pura tak melihat. Tapi sulit baginya untuk tidak menyadari kehadiran Airin. Setiap gerakan Airin terasa seperti menambah panas di dadanya.

Ia mengepalkan tangannya di atas lutut, mencoba mengendalikan perasaannya. Selama ini, ia tak pernah tertarik pada tubuh wanita, meskipun setiap hari di lingkungannya banyak wanita berpakaian seksi. Baginya, itu semua hal biasa yang tak membuatnya terganggu. Tapi Airin... wanita ini benar-benar berbeda.

Kaivan mencuri pandang. Matanya secara tak sadar memperhatikan lekuk tubuh Airin yang mungil namun memikat. Ada sesuatu yang tak bisa ia pahami, sesuatu yang membuat hatinya berdebar.

Airin menyadari tatapan suaminya sejenak, tetapi mengabaikannya karena menganggap suaminya hanya bisa melihat samar. Ia hanya tersenyum kecil sambil melanjutkan mengganti pakaian dengan santai. "Kak Ivan, nanti makan malam pakai ikan bakar, ya? Aku dapat ikan segar tadi di pasar," katanya dengan nada ringan.

Kaivan berdehem, mencoba mengusir kegelisahannya. "Terserah... apa saja boleh," jawabnya singkat, menjaga nada suaranya tetap datar.

Dalam hati, Kaivan bergumam, "Rasanya aku lebih ingin memakanmu daripada ikan bakar." Namun, ia segera menepis pikirannya yang mulai melantur ke arah tak menentu. "Astaga... ada apa denganku?" batinnya, mencoba menenangkan diri sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Setelah selesai berpakaian, Airin keluar dari kamar tanpa menyadari apa yang terjadi pada suaminya. Kaivan menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran di dadanya.

"Kenapa dia bisa membuatku seperti ini?" gumamnya pelan. "Apa karena dia istriku? Atau karena dia memang berbeda?"

Kaivan bersandar kembali di tepi ranjang, menatap kosong ke arah jendela. Airin telah mengacaukan hatinya, dan untuk pertama kalinya, ia merasa kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Elmi Varida
tks thor sdh menyelesaikan novelmu dgn baik. sukses terus. Ditunggu karyamu lg.
Anonymous
Bagus deh airn dapat mertua yg ngerti tidak seperti kakek ivan
Anonymous
Ya dong van harus yg paling god
Anonymous
Salah ivan juga sih kenapa g terusterang ke airin jadi airin g jd rebutan deh
Anonymous
Ya hati 2van ada ulat bulu yg akan menganggu
Anonymous
Ingat raka km tak bisa bersaing dengan ivan
Elmi Varida
ikut nyimak ya thor..
Anonymous
Oh airin belum peka juga ya
Anonymous
Wingso tua bau tanah tak takut dosa semoga di hukum mati aja ya
Anonymous
Orang iri tu tanda tak mampu itu lah yg dirasakan oleh ongso
Anonymous
Yah pak suyo pindah kasihan airin sama ivan g ada yang dukung
Anonymous
Mampus lu wongso
Anonymous
Airin butoh kehangatan van jangan lama 2 ditahan hasrat mu van
Anonymous
Supar oon
Anonymous
Semangat Airin
Anonymous
Irang seperti wongso itu jgn di kasih hidup orang desa haris kompak
Anonymous
Semoga matanya cepat seperti semula lg kaifan
Riaaimutt
banyak pelajaran yg bisa diambil dr cerita ini.. salah satunya,, adalah cinta kasih yg menenangkan bukan sekedar harta,, harta itu penting, tapi tanpa cinta itu tak sempurna
🌠Naπa Kiarra🍁: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
ros
ceritanya menarik 👍
🌠Naπa Kiarra🍁: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
Siti Jumiati
udah tamat ya kak,tetap semangat berkarya kak selalu ku tunggu karya-karya kak Nana keren/Good/
🌠Naπa Kiarra🍁: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!