Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Di mana Arumi?" Tanya Davin ketika Anjani berdiri di depan meja kerjanya. Anjani meremas tangan karena grogi berhadapan dengan bos yang tidak sembarang orang bisa berhadapan seperti dirinya.
"Sa-saya tidak tahu Tuan" dengan terbata-bata Anjani mengatakan bahwa Arumi pergi tidak pamit sejak hari selasa. "Saya juga sedang mencarinya Tuan, tapi handphone Arumi tidak aktif" Anjani sendiri pun sebenarnya kebingungan.
"Apa mungkin Arumi pulang ke Semarang?" Tanya Davin. Jika iya, Davin akan menyuruh Derman menjemput.
"Bisa ia bisa tidak, Tuan" Anjani menunduk seolah menghindari tatapan Davin.
Davin juga menanyakan apakah Anjani berasal dari daerah yang sama dengan Arumi.
"Saya dari Yogyakarta, Tuan"
Karena Anjani tidak tahu keberadaan Arumi, ia disuruh kembali berkerja.
****************
Di salah satu vila yang berada di puncak bogor, tempat itu sangat sunyi dan sepi. Lantaran hari kerja tidak banyak orang yang menginap di vila tersebut. Namun, memang semacam inilah yang wanita itu inginkan agar bisa revisi skripsi dengan tenang.
Di depan lap top, sepuluh jarinya bekerja dengan cepat. Dia tidak mau mengecewakan sang Ayah yang menaruh harapan agar ia sukses, padahal sudah banyak biaya yang beliau keluarkan.
Flashback On
"Arumi, kenapa kamu akhir-akhir tidak bisa konsisten dan mematuhi tugas revisi yang saya jadwalkan?" Dosen kecewa dengan Arumi karena Arumi tidak juga revisi yang ditentukan dalam Berita Acara.
"Saya salah Pak, saya akan berhenti bekerja" tegas Arumi. Arumi yang hanya iseng bekerja itu ternyata membuat skripsinya yang sebenarnya sudah hampir selesai menjadi tertunda. Betapa tidak, pulang kerja sudah sore dan sering kali menemani Adeline bermain di rumah hingga Arumi lupa bahwa ada tugas yang sangat menentukan keberhasilannya.
"Arumi, skripsi adalah jantungnya kuliah kamu, walaupun selama ini nilai kamu bagus jika tidak lulus skripsi impian kamu untuk menjadi sarjana terancam gagal" nasehat dosen panjang lebar.
"Saya paham Pak" Arumi menyesal ternyata kuliah sambil bekerja sungguh sangat melelahkan dan menyita waktu. Menyeimbangkan antara waktu kuliah dan bekerja yang dia pikir mudah ternyata menjadi beban yang berat baginya. Kerap kali waktu bimbingan bertabrakan hingga menyebabkan Arumi lelah dan setres berakhir tidak hadir.
"Tunjukkan Arumi, jangan hanya berkata paham" pungkas dosen lalu pergi.
"Hari senin aku harus berhenti bekerja" Arumi membulatkan tekat.
Hari senin itu Arumi datang hanya ingin menyerahkan surat pengunduran diri, tetapi ketika baru datang dia membersihkan ruangan Davin lebih dulu. Namun, Davin justru menyuruh handle pekerjaan Anna.
Hari selasa Arumi datang langsung ke ruangan bu Siska, kemudian menyerahkan surat pengunduran diri. Dia bertekat akan menyelesaikan skripsi lebih dulu sebelum beraktivitas yang lain.
Arumi benar-benar pusing, Davin kerjanya marah-marah, sang ayah pun beberapa hari yang lalu telepon mengingatkan agar fokus mengerjakan skripsi.
"Kamu tidak boleh bekerja, pacaran, apa lagi menikah sebelum lulus kuliah" begitulah pesan ayah Rumi yang sudah sering melontarkan kata-kata itu.
"Tentu saja Ayah" Saat itu juga Arumi pergi ke puncak seorang diri, mencari tempat yang sepi agar tenang mengerjakan tugasnya. Dia matikan handphone kemudian menyalakan lap top.
Flashback Off.
Kruuk... kruuuk...
Perut Arumi keroncongan menghentikan gerakan tangannya di atas keyboard. "Sudah jam 9 malam, pantas aku lapar" Arumi memang hanya makan saat pagi. Ia lantas ke luar Vila mendatangi restoran, setelah membeli nasi bungkus kemudian kembali.
Selama tiga hari Arumi fokus dengan skripsi kemudian kembali ke Jakarta menyerahkan revisi kepada Tim Penguji pada waktu pagi hari.
Selama itu Arumi benar-benar meninggalkan yang namanya telepon genggam. Setelah tugas selesesai baru kemudian menekan sisi Handphone hingga akhirnya aktif.
"Ha? Banyak sekali" Arumi kaget ketika telepon dari Anjani, Rose, Derman bahkan Davin.
"Adel sakit Rumi" begitulah inti dari segitu banyaknya pesan.
"Adeline sakit?" Arumi yang masih berada di sekitar kampus segera berlari ke parkiran motor. Tidak membuang waktu ia tancap gas menuju salah satu rumah sakit di mana Adel dirawat.
...~Bersambung~...