Gadis Incaran Sang Mafia

Gadis Incaran Sang Mafia

Persaudaraan

...Assalamu'alaikum sahabat...

...Novel ini sekuel dari novel “Engkau Milikku”...

...Biar nggak bingung, baca dulu dua novel ini 👇...

...1. ENGKAU MILIKKU (tamat) ...

...2. SATU CINTA UNTUK DUA WANITA (tamat) ...

...✍️✍️✍️...

Semilir angin berhembus membuat helaian rambut hitam panjang Zoya menutupi wajahnya, Zoya masih terus fokus membaca novel miliknya karena memang Zoya memiliki hobi membaca dan bermain musik, berbagai alat musik bisa dia mainkan.

“Zee.” Panggilan untuk Zoya yang hanya digunakan oleh orang-orang terdekatnya saja.

“Asik banget dari tadi baca novel, makan dulu ini woy, dari pagi tadi kamu belum makan sama sekali.” Zain memberikan sepiring makanan untuk Zoya.

“Tau ya, kalau sering begini, besok-besok aku bakalan bakar ini semua novel kamu.” ancam Zay yang membuat Zoya mengeluarkan tatapan tajamnya, jika sudah mendapatkan tatapan tajam dari Zoya. Zain dan Zay sudah tidak bisa berkutik lagi, mereka pasti akan membujuk Zoya agar kembali melunakkan tatapannya.

“Novel nya seru banget, makanya aku sampai lupa waktu begini.”

“Lupa waktu boleh, lupa makan ya jangan, udah jelas rentan sakit, masih aja  sepelein urusan makan,” celetuk Zay yang memberikan perhatian dengan caranya sendiri pada Zoya.

“Iya iya maaf.” Zoya melirik makanan yang ada di piring, “Ya ampun ini makanan banyak banget, nggak bakalan habis sama aku ini Zain.” Ujar Zoya dengan mata membulat sempurna.

“Udah sih makan aja, aku sengaja banyakin biar kita bisa makan bertiga.”

“Oh gitu, ya udah ayo.”

Mereka menyantap makanan itu bertiga, memang anak kembar Sonia dan Sean ini sangat kompak dan saling menyayangi, Zain dan Zay sangat menjaga Zoya yang lebih feminim serta lembut dibandingkan dengan adik bungsu mereka Zeline.

“Kok makan bareng nggak ajak aku sih? Tega banget,” protes Zeline dengan wajah yang cemberut.

“Sini sini, uluuuhh adek kakak jangan ngambek dong,” bujuk Zoya pada Zeline.

Mereka kini menyantap pasta buatan Zain berempat, ya, mereka makan sepiring berempat. Sonia yang sedang berdiri di balkon kamar hanya tersenyum melihat keempat anaknya tengah makan di taman belakang.

Zoya, Zain dan Zay merupakan saudara kembar, mereka lahir kembar tiga dan sekarang usia mereka memasuki 20 tahun sedangkan Zeline baru berusia 15 tahun. Walaupun kembar, Zain dan Zay memiliki wajah yang berbeda, mereka bukan kembar identik jadi sangat gampang untuk membedakan mereka.

“Zee, kamu pacaran ya sama Andrey?” tanya Zay pada Zoya.

“Enggak ah, ngaco kamu.”

“Kenapa kau tanya begitu sama Zoya?” tanya Zain.

“Soalnya dia sering banget anterin Zoya pulang, apalagi kalo aku ada jadwal kuliah tambahan, pasti Zoya bakalan pulang bareng sama Andrey.” jawab Zay.

“Ya biarin aja sih kak, lagian diusia Kak Zoya ini juga wajar kan kalo dia punya pacar.”

“Modelan si Zoya punya pacar, orang dia masih merengek aja sama papa, gimana nanti kalo pacarnya selingkuh atau khianatin dia, bisa nangis bombay.” ledek Zain yang membuat Zoya memukul lengan Zain dengan novel yang dia pegang sedangkan Zay dan Zeline malah tertawa.

“Aku nggak pacaran sama siapapun, aku cuma temenan doang kok,” ujar Zoya.

“Jangan keseringan temenan dan akrab sama cowok Zee, nanti anak orang malah baper lagi sama kamu.” timpal Zay.

“Perasaan aku dekat cuma sama Andrey doang deh, keseringan dari mana coba?” Zay menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, memang selama ini Zoya itu tidak terlalu memiliki banyak teman, dia berteman hanya dengan beberapa orang saja, selain sikapnya yang tertutup dan pendiam, dia juga tidak terlalu suka kumpul-kumpul seperti teman-teman yang lain, sangat berbeda dengan Zeline yang memang memiliki banyak teman.

“Yakin nih cuma Andrey? Itu si Hazi nggak di anggap? Haha Ya Allah kasian.” Tambah Zain yang membuat mereka kembali tertawa.

“Iya berdua sama Hazi haha, aku hampir kelupaan sama dia.” tawa Zoya yang begitu manis.

“Andai kamu ini bukan kembaranku ya Zee, mungkin aku bakal jadiin kamu pacar.” kata Zay tiba-tiba, dia memang sering menggoda Zoya seperti itu.

“Jangan sampai standar pacarmu nanti kayak Zoya, bisa kacau kau Zay.” ujar Zain.

“Sebenarnya iya, standar ku ya kayak mama sama Zoya.”

“Aku nggak masuk kategori kamu kak?” tanya Zeline dengan wajah cemberut.

“Nggak, kamu itu terlalu pecicilan, aku nggak suka punya cewek begitu.” Zeline semakin merungut dengan jawaban Zay, Zay merangkul lembut adiknya.

“Kakak becanda weehh, jangan dimasukin hati.”

“Aku ini nggak cantik ya?”

“Cantik lah, kalau jelek mah aku bakalan bebasin kamu bergaul sama cowok manapun.” Zeline kembali tersenyum mendapat pujian dari Zay.

Sedang asik ngobrol begitu, tiba-tiba hidung Zoya mengeluarkan banyak darah yang membuat Zain, Zay dan Zeline panik. Zay langsung menggendong Zoya untuk masuk ke dalam rumah, karena sekarang hari minggu, jadi mereka semua ada di rumah termasuk Sean.

“Zoya, mimisan lagi?” tanya Sean dengan panik, Zain langsung berlari ke dalam kamar Zoya dan mengambil obat milik Zoya serta kapas untuk menyumbat hidung agar darahnya tidak mengalir terus.

Ya, selama ini memang Zoya menderita kanker darah yang membuat kondisinya sering lemah dan butuh perhatian lebih dari keluarganya. Namun kondisi dan penyakit itu hanya di derita oleh Zoya saja, sedangkan Zain dan Zay tidak, mereka malah sehat. Penyakit Zoya masih tahap pertama, dan belum begitu parah, Sean dan Sonia masih terus rutin mengobati Zoya ke rumah sakit dan bahkan terkadang juga obat tradisional.

Zoya di baringkan di atas sofa oleh Zay, Zain memberikan obat dan diminum oleh Zoya, Zeline membersihkan darah yang mengenai pipi Zoya.

“Pa, kok aku nggak sembuh-sembuh ya? Padahal aku udah menjaga pola makan loh dan aku juga rajin minum obat, aku nggak mau sakit begini terus-terusan pa.” Air mata Zoya mengalir di sudut matanya, Sean mengusap lembut wajah putrinya dan tersenyum.

“Sabar ya nak, selagi kita berusaha mudah-mudahan Allah akan memberikan kesembuhan untuk kamu ya.” Sean memeluk putrinya itu, sebenarnya dia memang kasihan pada Zoya tapi mau bagaimana lagi, memang kondisi putrinya seperti itu.

Dan kondisi Zoya inilah yang membuat Zain dan Zay tidak ingin kuliah keluar negeri sesuai dengan impian mereka.

Zoya tertidur dalam pelukan Sean, tak lama Sonia turun dan kaget melihat keadaan putrinya.

“Zoya kenapa?” tanya Sonia dengan panik.

“Biasa ma, Zoya mimisan dia.” jawab Zain.

“Kita bawa ke rumah sakit aja, mama takut kalau kondisi Zoya parah.”

“Udah sayang, tadi Zoya sudah minum obat dan sekarang dia tertidur.” Sonia mendekati putrinya, dia menciumi Zoya dan menangis.

“Lama-lama aku nggak kuat melihat kondisi Zoya, semakin hari dia semakin lemah, aku takut banget kalau penyakit Zoya semakin parah.” Sebagai seorang ibu, rasa kekhawatiran Sonia begitu besar apalagi terhadap anak-anaknya.

“Mama tenang ya, Zoya pasti sembuh kok ma, Zain janji bakalan selalu jagain Zoya dan memantau kesehatan Zoya.”

“Kalian harus saling mendukung ya nak, mama bangga punya anak seperti kalian ini.” Ketiga anak itu langsung memeluk Sonia, mereka sangat tahu kalau Sonia berhati lembut yang gampang menangis apalagi jika menyangkut keluarga.

...***...

Sore harinya, Hazi menjemput Zoya untuk keluar nyari jajanan, karena memang setiap sore Hazi selalu mengajak Zoya keluar.

“Ayo, aku udah siap nih.” ajak Zoya dengan semangat, dia hanya mengenakan piyama tidur berwarna hijau muda lengan panjang, rambut Zoya dikucir satu ke belakang, penampilan Zoya layaknya seperti seorang anak manja, ya memang, dia begitu manja.

“Jangan lama-lama di luar Zee, kamu lagi sakit loh.” ingat Zay.

“Iya bawel.”

“Gaby mana? Kok tumben dia nggak nongol dari pagi ke sini?” tanya Zain pada Hazi.

“Biasa, dia lagi nonton drakor, muak banget liatnya, dari pagi tuh dia nonton, mandi aja baru sore ini.” jawab Hazi dengan kesal membuat yang lain tertawa.

Hazi membawa Zoya menggunakan motor ninja, Zoya sangat nyaman jika keluar bersama dengan Hazi, ditambah lagi mereka memang sudah dekat semenjak kecil. Dari dulu, Hazi selalu menjaga dan melindungi Zoya, bahkan Hazi sangat menyayangi Zoya.

“Kita nyari martabak manis aja yuk, aku lagi pengen makan martabak, kayaknya enak.”

“Oke siap tuan putri.”

Hazi melajukan motornya mencari tukang martabak yang diinginkan oleh Zoya.

Setelah ketemu, Zoya memesan beberapa martabak dengan berbagai varian rasa, sembari menunggu, Hazi dan Zoya membeli tahu brontak yang ada di seberang kedai martabak.

Mereka duduk di bangku yang disediakan oleh tukang martabak lalu memakan tahu brontak itu. Kesederhanaan Zoya inilah yang membuat Hazi semakin mengaguminya, berbeda dengan Gaby yang memang terlihat sangat glamor namun Gaby sangat rendah hati dan penyayang, terlebih pada Zoya. Jika ada yang berusaha untuk menjahati Zoya, maka Gaby sendiri yang akan turun tangan menghajar mereka semua.

Jika kampus Gaby dan Zoya sama, kemungkinan mereka akan bersama-sama terus.

“Masih lama kayaknya martabak kita jadi deh, keliling dulu yuk Zee, nyari jajanan lain.” ajak Hazi.

“Boleh deh, jalan kaki aja kita ya.”

“Siap.”

Mereka berdua berkeliling melihat berbagai jajanan, Zoya sangat suka dengan sesuatu yang berbau kuliner, jika dia mengunjungi suatu tempat pasti yang akan dia kunjungi terlebih dahulu adalah pusat kulineran nya.

Setelah puas jajan, Hazi dan Zoya kembali pulang, Hazi mengantarkan Zoya sampai depan gerbang rumah.

“Besok berangkat ke kampus bareng aku aja ya Zee.”

“Yaah besok aku masuk siang Hazi.”

“Masuk jam berapa?”

“Jam 10.”

“Oke kalo gitu jam 10 aku jemput kamu.”

“Niat banget kamu, kan kampus kamu sama rumah kita jaraknya lumayan jauh.”

“Nggak jauh kok itu, santai aja, besok aku yang bakalan nganterin kamu ke kampus ya.”

“Iya deh, makasih ya sebelumnya.”

Hazi hanya tersenyum dan mengangguk, dia memasuki kamarnya lalu tersenyum manis, Hazi menatap foto-foto Zoya yang terpajang di dalam kamarnya. Foto semenjak mereka kecil hingga dewasa seperti saat ini.

“Hazi, mana cemilan aku?” tanya Gaby yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarnya.

“Itu aku taro di dapur, ngapain sih nyari ke sini.”

“Aku udah nyari di dapur tapi nggak ada.”

“Masa sih.”

“Beneran.”

Hazi kembali turun ke lantai bawah untuk memeriksa makanan yang dia simpan untuk Gaby, memang sudah tidak ada lagi di sana.

“Loh, aku narok di sini loh tadi Gab, serius.”

Hazi dan Gaby saling pandang, mereka sedang memikirkan sesuatu yang sama.

“BENICIOOOO.” Teriak mereka berdua karena sudah dipastikan kalau Benicio lah yang mengambil makanan Gaby. Benico menghampiri kedua kakaknya lalu tersenyum dengan polos yang membuat Hazi kesal.

“Nah kan benar, dia yang makan cemilan kamu Gab.” saat ini memang Benicio tengah memegang cemilan untuk Gaby, terjadilah aksi kejar-kejaran di dalam rumah itu.

“Kamu ini ya Benicio, itu kan cemilan aku, ngapain kamu makan sih.” Gaby terus mengejar Benicio.

“Minta Bang Hazi beliin lagi kak.”

“Tadi pas Hazi keluar kamu nggak mau nitip apa-apa, gimana sih.”

“Iya besok aku janji bakalan beliin kakak cemilan deh.”

“Nggak mau, aku mau cemilan itu, bawa siniiiii.”

Benicio langsung melahap habis semua makanan Gaby yang membuat Gaby menganga lalu merajuk. Gaby berlari ke kamarnya dan menutup pintu kamar dengan kasar.

Laura dan Vanno yang mendengar keributan itu langsung keluar kamar.

“Ada apa? Kenapa kalian malah ribut?” tanya Vanno pada kedua putranya, Hazi menceritakan apa yang terjadi, Laura dan Vanno hanya geleng-geleng kepala.

“Benicio, kamu ini usil banget, udah jelas kakak kamu itu orang nya ngambekan, masih aja diganggu.” kata Laura.

“Ya maaf mom, lagian aku juga pengen.”

Vanno memasuki kamar putrinya, Gaby tengah menangis di dalam kamar karena cemilannya di makan habis oleh Benicio.

“Ikut daddy yuk,” ajak Vanno.

“Kemana?” tanya Gaby dengan suara serak habis menangis.

“Nyari cemilan yang Gaby mau, daddy akan temani Gaby kemanapun juga malam ini, ayo.” Gaby kembali semangat, dia menghapus air matanya dan memeluk Vanno.

“Makasih ya dad.” Vanno mengecup kepala putrinya.

“Mau kemana dad?” tanya Hazi.

“Keluar nyari cemilan, kalian ikut?”

“Iya deh, aku mau ikut.” Timpal Benicio.

“Aku nggak deh.” Hazi berjalan menuju kamarnya.

“Kamu ikut juga ya sayang,” ajak Vanno pada istrinya, Laura.

“Iya, ayo.”

Mereka berempat kini pergi keluar mencari jajanan, Gaby dan Benicio terlihat begitu bahagia, mereka jika bersama dengan kedua orang tua mereka ya terlihat seperti anak manja.

Sedangkan Hazi di dalam kamar hanya bisa tersenyum, dia memandangi foto Zoya yang memenuhi kamarnya itu. Karena memang dari kecil Hazi sudah sangat menyukai Zoya, rasa suka nya itu tumbuh menjadi cinta hingga saat ini, membuat Hazi sangat sulit untuk lepas dari Zoya.

“Kapan ya Zee, aku bisa mengungkapkan rasaku ini sama kamu? Apa aku harus tunggu kamu lulus kuliah dulu? Tapi itu kelamaan kan, kalau aku ungkapkan sekarang, nanti kamu malah menjauh dariku.” Lirih Hazi.

“Aku akan pikirkan waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua ini sama kamu Zee, semoga saja kita berjodoh ya.” Hazi mencium foto Zoya, dia benar-benar menyukai gadis 20 tahun itu, tidak ada satupun wanita yang mampu menarik perhatian Hazi selain Zoya.

Di tempat lain, Zoya sedang menikmati makanannya bersama dengan keluarganya. Zoya dan Zeline merebahkan kepala mereka di atas paha Sean, mereka sedang menikmati film comedy bersama.

“Sekarang tempat aku udah digantiin sama Zoya dan Zeline,” ujar Sonia yang membuat mereka semua terkekeh.

“Sini ma, sama Zain aja.” Sonia memilih untuk rebahan di paha Zain.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!