Pengantin Untuk Tuan Muda Koma

"Mama!!" Jonathan dan Jessica memekik kencang, suara mereka menggema di ruang bawah tanah yang lembap itu.

Di balik pintu besi tersebut, seorang wanita meringkuk di lantai dingin, tubuhnya kurus. Ia mengangkat kepalanya perlahan, tangan gemetar terulur ke arah mereka. "Ka... kalian Jonathan dan Jessica?"

Jonathan mendekat, lalu menggenggam tangan wanita itu. "Ya, Ma... ini aku, Jonathan."

Jessica jatuh berlutut di sebelah kakaknya, air matanya sudah tumpah. "Ma, apa yang terjadi? Kenapa Mama ada di sini?"

Tapi, tiba-tiba Jessica menarik tangannya, tubuhnya mundur beberapa langkah dengan wajah panik. "Tunggu! Tunggu! Ini tidak masuk akal!" Ia menggelengkan kepala, kebingungan tampak di wajahnya. "Kalau Mama ada di sini, siapa wanita yang selama ini bersama kami?!"

Jonathan membeku, menatap ibunya yang duduk lemah. "Jessica benar, ini tidak masuk akal..."

Wanita itu terisak, memaksakan tersenyum diantara air matanya yang mengalir. "Aku tahu ini sulit dipercaya, tapi dengarkan Mama dulu..."

Jonathan menatap wanita itu dengan ekspresi bingung. "Apa maksudnya? Jelaskan semuanya!"

Wanita itu menggenggam tangan Jonathan dan Jessica. "Aku adalah Stevani yang asli, ibu kalian. Wanita yang selama ini bersama kalian, dia bukan aku. Dia adalah Anna, saudara kembar Mama."

Jessica terdiam sejenak, terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar. "Saudara kembar? Mama tidak pernah bilang kalau Mama punya saudara kembar!"

Stevani menunduk, suaranya bergetar saat berbicara. "Itu karena aku tidak pernah ingin kalian tahu. Anna, adalah sisi gelap hidupku. Dia selalu iri pada, Mama. Pada kehidupan Mama, pada keluarga kita. Sepuluh tahun lalu, dia datang dengan rencana jahat."

Jonathan mengepalkan tangannya. "Apa yang dia lakukan, Ma?"

Stevani terisak semakin keras. "Dia memanfaatkan kepercayaan, Mama. Dia memasukkan sesuatu ke dalam minuman Mama, lalu mengunci Mama di sini. Dia mengambil identitas Mama, menggantikan Mama di rumah, di perusahaan, di keluarga kita."

Jessica menggeleng tidak percaya. "Sepuluh tahun, Ma? Sepuluh tahun Mama terkurung di sini? Kenapa tidak ada yang menyadari?"

Stevani menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. "Dia sangat cerdik. Dia belajar segalanya tentang, Mama. Cara berbicara Mama, kebiasaan Mama, bahkan cara Mama mencintai kalian."

Jonathan mundur beberapa langkah, kepalanya tiba-tiba terasa berputar. "Jadi, selama ini kami tinggal bersama orang asing?"

Stevani mengangguk pelan. "Ya. Tapi dia lebih dari sekadar orang asing. Dia adalah monster yang tidak memiliki hati."

Jessica memukul dadanya sendiri, menangis keras. "Bagaimana kami bisa begitu bodoh? Kami tidak pernah menyadarinya, Ma... kami bahkan memihak dia!"

Jonathan menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Ma... kenapa Mama tidak mencoba melarikan diri? Kenapa Mama hanya diam di sini?"

Stevani tersenyum pahit. "Kalian pikir Mama tidak mencoba? Mama, sudah melakukan segalanya. Tapi Anna selalu memastikan tempat ini terkunci rapat. Dia tidak ingin Mama kembali ke kehidupan Mama dan menghancurkan hidupnya."

Jessica memeluk tubuh ibunya yang lemah, dan terisak di pelukannya. "Maafkan kami, Ma. Karena kami tidak tahu apa-apa..."

Jonathan bergabung dalam pelukan itu, air matanya jatuh tanpa henti. "Ma, kami janji, kami tidak akan membiarkan Anna terus menyakiti, Mama. Kami akan melindungimu."

Stevani mengusap kepala mereka. "Kalian adalah alasan Mama bertahan selama ini. Mama, tahu suatu hari kalian akan menemukan Mama."

Jessica mengangkat wajahnya, matanya dipenuhi amarah. "Kita harus mengakhiri ini. Kita tidak bisa membiarkan Anna terus berkuasa dan menghancurkan semuanya."

Jonathan mengepalkan tangannya erat. "Aku akan memastikan dia membayar atas apa yang dia lakukan, Ma. Ini janjiku."

Stevani tersenyum tipis. "Mama percaya pada kalian. Mama selalu percaya pada kalian berdua, anak-anak, Mama."

----

"Neo, lepaskan aku!" suara Jesslyn terdengar kesal di pagi yang masih terlalu dini.

Neo menggumam malas, tanpa membuka matanya. "Hmm, tidak mau."

Jesslyn mencoba bergerak, tetapi tubuh Neo yang kuat membuatnya sulit melawan. "Aku serius, Neo. Lepaskan aku sekarang juga, aku harus bangun!"

Neo malah mengeratkan pelukannya, wajahnya terkubur di leher Jesslyn. "Kau terlalu nyaman untuk dilepaskan, Nyonya Hou."

"Neo!" Jesslyn mendesis, berusaha mengangkat tangannya yang terjebak di bawah lengan Neo. "Kau ini manusia atau gurita, sih? Pelukanmu seperti tentakel!"

Neo tertawa kecil, akhirnya dia membuka matanya. "Gurita, ya? Itu berarti aku punya alasan lebih untuk tidak melepaskanmu."

"Ini tidak lucu!" Jesslyn menggerutu, wajahnya mulai memerah. "Kau sadar tidak, aku tidak bisa bergerak sama sekali? Bahkan punggungku sakit semua gara-gara ulahmu semalam!"

Neo tersenyum nakal. "Kalau begitu biarkan aku memperbaikinya." Dia mulai memijat bahu Jesslyn dengan tangannya yang bebas.

"Tidak perlu! Aku tidak butuh perhatianmu!" Jesslyn berusaha menjauhkan dirinya, tapi Neo justru semakin mendekat.

"Tenang saja, ini sebagai permintaan maafku, Nyonya." Neo menyeringai, jelas menikmati ekspresi frustasi Jesslyn.

Jesslyn memutar matanya, napasnya semakin berat karena kesal. "Kau ini benar-benar menyebalkan!! Tidak bisakah kau memberikan aku sedikit ruang?"

Neo menatapnya dengan tatapan menggoda. "Kalau aku memberimu ruang, nanti kau kabur. Jadi, jawabannya tidak."

"Arghh, aku menyerah!" Jesslyn menutupi wajahnya dengan tangannya, dia benar-benar putus asa. "Kau manusia paling menyebalkan yang ada di dunia!!"

Neo tertawa lagi, lalu mencium kening Jesslyn dengan lembut. "Baiklah, Nyonya Hou. Kau sangat menarik ketika marah."

Jesslyn menghela napas panjang. "Kau benar-benar pria paling menjengkelkan yang pernah aku temui."

"Tapi aku tahu, diam-diam kau menikmatinya, kan?" Neo menyeringai lagi, jelas puas melihat wajah Jesslyn yang semakin merah.

"Dalam mimpimu!!"

-----

Bersambung