Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelucuan Nia
Sesampainya di apartemen, Faris langsung menuntun Nia untuk menuju ke lantai tempat apartemennya berada. Nia hanya menurut dan ikut ke mana suaminya membawanya.
Begitu sampai di lift, Nia merasa gelisah,
Apa yang mereka lakukan di apartemen itu. Tadinya ia berpikir jika mereka akan pulang ke kediaman Faris, Nia tahu di mana kediaman mereka berada dan itu bukan di apartemen itu.
Begitu keluar dari lift, Faris langsung berjalan lebih dulu dan di ikuti Nia belakangnya. Langkah kaki Faris yang lebih lebar dari Nia membuat Nia kesusahan untuk berjalan, terlebih lagi ia mengenakan hak tinggi.
Faris yang menyadari jika istrinya sudah jauh tertinggal, memperkecil langkahnya membuat Nia dapat menyusulnya.
"Mas, kita mau ke mana?" tanya Nia yang memberanikan diri begitu ia sudah berhasil mensejajarkan langkah mereka.
"Apartemenku," jawab Faris singkat.
"Mengapa kita ke apartemen? Bukan ke rumah Mas saja?" tanya Nia lagi.
"Kau tak suka tinggal di apartemenku?" tanya Faris, bukannya menjawab ia malah menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lainnya membuat Nia langsung menggeleng.
"Bukan, bukan begitu maksudku, Mas. Tapi," ucap Nia tak tahu harus melanjutkan apa.
"Di rumahku terlalu banyak orang, ada Kakek, Nenek, Ayah dan Ibuku. Adikku juga ada di sana, belum lagi para Bibi dan juga Pamanku dan beberapa Adik sepupuku di sana, apa kamu mau langsung berbaur dengan mereka?" ucapnya.
Nia kembali tercengang tak mengerti maksud dari perkataan suaminya itu.
'Memangnya mengapa kalau aku sampai berbaur dengan mereka? Bukankah mereka juga sudah menjadi keluargaku, sekarang,' batinnya.
"Kita akan tinggal di apartemen ini selama sebulan, sesekali aku akan membawamu ke rumah dan memperkenalkanmu pada keluargaku. Tapi, aku juga ingin mengenalmu lebih dulu dan lebih akrab lagi dan aku ingin selama sebulan ini kau hanya fokus padaku," ucap Faris begitu mereka sampai di depan pintu apartemennya.
Begitu sampai, Nia kembali tercengang. Tadinya, Nia berpikir jika mereka hanya akan tinggal berdua di apartemen itu, ternyata di apartemen itu ada tiga asisten rumah tangga yang menyambut mereka, semua memberi hormat kepada Nia dan juga menyambut kedatangannya.
"Selamat datang, Bu. Selamat datang di apartemen ini, semoga Ibu bisa betah di sini. Jika Ibu membutuhkan sesuatu tinggal panggil kami saja," ucap salah satu mereka yang terlihat lebih tua dari yang lainnya. Nia hanya mengangguk.
"Iya, Mbak. Semoga kita bisa lebih akrab ya, Mbak," ucap Nia menjawab dengan ramah dan memberikan senyum kepada mereka. Ketiganya membalas senyum ramah dari majikan baru mereka. Sementara, Faris sendiri sudah berjalan menuju ke kamarnya.
"Nia, ayo kemari," panggil Faris saat membuka pintu kamarnya. Nia pun langsung pamit kepada 3 bibi dan sedikit berlari menuju ke kamar yang dimasuki Faris tadi. Ia sedikit kesusahan dengan hak tingginya membuat Nia memilih membuka dan menentengnya.
"Ya ampun, kenapa sepatuku aku bawa masuk ke kamar. Mengapa tak aku simpan di luar saja tadi," gumamnya memaki kebodohannya sendiri, karena panik ia sampai membawa sendalnya masuk ke dalam kamar.
Nia kembali tercengang melihat kamar Faris yang begitu besar. Mungkin dua kali lipat dari besar kamarnya, belum lagi ia bisa melihat ada beberapa ruangan yang tersambung dengan kamar itu, terlihat ada tiga pintu di sana.
"Kemana Mas Faris?" ucap Nia saat tak melihat Faris di manapun di kamar itu.
"Apa Mas Faris ada di salah satu ruangan itu ya, itu ruangan apa kira-kira?" gumamnya sendiri. Ia bingung harus melakukan apa di kamar itu, ia takut melakukan kesalahan.
"Nia kemari!" panggil Faris. Nia bisa mendengar suara suaminya itu dari salah satu pintunya. Ia pun bergegas menghampirinya. Ternyata saat Nia membuka pintu ruangan itu, ruangan itu adalah ruangan ganti, begitu banyak pakaian terjejer rapi di sana. Setelan jas lengkap, beberapa koleksi dasi, koleksi jam tangan, sepatu dan masih banyak lagi yang tersusun rapi di ruang ganti tersebut dan terlihat jika semua itu adalah barang-barang milik lelaki. Nia baru mengingat jika ia tak membawa pakaiannya.
"Bagaimana ini?" gumam Nia melihat dirinya yang masih mengenakan gaun pengantinnya.
Ia baru mengingat jika pakaian ganti yang di siapkannya semalam tak ia bawa.
Nia pun melangkah masuk. Namun, lagi-lagi ia tak melihat siapapun di ruangan itu. Apa dia salah masuk kamar, tapi jelas-jelas tadi dia mendengar suara suaminya dari kamar itu.
Lama Nia menunggu di ruang ganti tersebut, ia bingung dan terus berpikir bagaimana caranya ia meminta ibunya untuk mengantar pakaiannya sekarang juga ke aparteman itu sedangkan, ponsel pun ia tak punya. Apakah Nia harus meminjam ponsel milik suaminya, tapi Nia tak berani melakukan hal itu.
Di saat Nia tengah kebingungan dengan cara untuk berganti pakaian malam ini, tiba-tiba dia dikejutkan dengan Faris yang baru keluar dari kamar mandi dengan sudah mengenakan pakaian tidurnya.
"Mandilah! kita istirahat sebentar sebelum makan malam," ucap Faris berjalan menuju ke arah kamarnya setelah melempar handuk pada Nia.
Nia yang memang merasa gerah memutuskan untuk masuk ke kamar mandi, ia membasuh tubuhnya dan merasa sangat segar. Ia berniat akan kembali memakai pakaian pengantinnya setelah mandi nanti dan akan meminjam ponsel Faris untuk menelpon ibunya dan mengantarkan pakaian yang sudah disiapkannya tadi tertinggal di mobil.
Nia yang sudah selesai mandi ingin mengambil pakaian pengantinnya dan memakainya kembali. Namun, karena terlalu ceroboh pakaian itu pun jatuh ke lantai dan basah.
"Aduh, bagaimana ini. Gaunnya sudah basah," ucap Nia saat melihat gaun itu benar-benar basah dan sudah tak bisa dipakai lagi. Ia tak punya pilihan lain, Nia keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang melilit di dadanya. Ia melihat pakaian apa yang bisa dipakainya dan dia membuka satu lemari, terlihat di sana banyak terdapat pakaian Faris.
Nia mengambil satu baju kaos dan memakainya. Nia menghela nafas saat melihat penampilannya, baju itu sangat kebesaran di tubuh mungilnya.
"Tak apalah daripada tak memakai baju," gumam Nia kemudian, ia pun berjalan menghampiri Faris yang terlihat bersandar di sandaran tempat tidur sambil berselancar dengan ponselnya.
Nia berjalan sambil menunduk dan duduk di sisi lain kasur, masuk ke dalam selimut dan merebahkan diri. Nia dengan perlahan masuk kedalam selimut menutupi tubuhnya hingga yang tersisa hanya ujung rambutnya saja. Faris tertawa terbahak-bahak melihat tingkah istrinya.
sejak tadi ia menahannya saat pertama kali melihat Nia memakai bajunya.
"Nia!" Panggil Faris membuatnya Nia yang sudah menutup seluruh wajahnya kembali melihat yang memanggilnya dan hanya memperlihatkan matanya, melirik ke arah Faris.
"Ada apa, Mas?" sahutnya pelan.
"Jangan bilang kamu juga memakai pakaian dalamku, ya?" ucap Faris dengan santai sambil sesekali masih tak bisa menahan tawanya, matanya kembali fokus pada Layar ponselnya.
Mendengar itu, Nia kembali menutup seluruh wajahnya, di mana ia memang saat ini sedang memakai pakaian dalam Faris. Walau kebesaran ia tak punya pilihan lain.
Melihat tanggapan dari Nia, Faris yakin jika Nia memang memakai pakaian dalamnya. Faris benar-benar tak bisa menahan tawanya lagi, ia tertawa terbahak-bahak membuat seseorang yang ada di balik selimut semakin menenggelamkan dirinya. Ingin rasanya ia menghilang saat ini karena merasa malu.
Mengapa juga ia bisa sampai lupa membawa tasnya, jelas-jelas semalam Ibunya sudah memperingatkannya untuk jangan lupa membawa pakaiannya saat ia ikut dengan suaminya nanti.
sukses selalu author