seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 5
Seperti biasanya, di pagi hari yang cerah, orang-orang mulai menjalankan aktivitas masing-masing.
Nabillah sudah berada di tempat kerjanya. Ia sedang merapikan meja kerjanya yang penuh dengan kertas-kertas berserakan.
"Nabillah?" panggil sang manajer dari ruangan.
Nabillah menoleh dan menjawab, "Iya, Bu?"
"Nanti tolong buatkan kertas program untuk Bapak/Ibu, ya," pinta sang manajer.
"Siap, Bu," jawab Nabillah sambil menganggukkan kepala.
Setelah mengucapkan terima kasih, sang manajer kembali ke ruangannya untuk mempersiapkan briefing pagi yang rutin dilakukan setiap hari.
Hari ini, suasana hati Nabillah sedang baik. Pekerjaannya berjalan lancar, sesuai dengan yang ia harapkan.
Tanpa terasa, waktu berlalu dengan cepat. Nabillah segera memeriksa daftar absensi untuk melihat siapa saja yang sudah datang terapi.
Salah satu nama menarik perhatiannya. "Ke mana dia? Kok tumben belum datang," gumamnya dalam hati sambil melirik jam di pergelangan tangannya.
Setelah beberapa saat memeriksa, Nabillah kembali masuk ke ruangan. Ia mengambil ponselnya dengan niat untuk mengirim pesan kepada seseorang.
^^^Bill^^^
^^^Selamat siang kak^^^
^^^Kak hari tidak datang terapi kah?^^^
Kak Delvin
Tidak dulu bill
Tapi kemungkinan Bang Dika akan datang bersama kak Erlita
^^^Bill^^^
^^^Kakak tidak datang kah?^^^
Kak Delvin
Lagi tidak bisa sayang
Lagi kerja kakak, jadi mama juga tidak terapi
Nabillah membaca pesan dari Delvin dengan senyum malu-malu. Bukan hanya karena Delvin membalas pesan dengan cepat, tetapi juga karena dia memanggilnya dengan sebutan "sayang".
Sejujurnya, Nabillah memang sudah menyimpan rasa sejak pertama kali mereka bertemu tanpa sengaja. Perasaan itu tumbuh diam-diam dan semakin kuat setiap kali mereka berinteraksi.
Ada satu hal yang membuat Nabillah tidak bisa berpaling—mata Delvin. Ia sangat menyukai mata elang yang tajam dan memikat itu. Ditambah dengan alisnya yang tebal, hidung yang mancung, serta rahang yang tegas, semuanya membuat Delvin terlihat begitu sempurna di matanya.
Hati Nabillah bergetar setiap kali mengingat sosoknya.
"Apa ini cinta?" gumamnya dalam hati sambil tersenyum kecil.
^^^Bill^^^
^^^Yah kak:(^^^
Kak Dodis
Kenapa?
^^^Bill^^^
^^^Tidak apa^^^
Kak Dodis
Yasudah semangat kerja nya.
Nabillah tidak membalas pesan dari Delvin karena ia melihat orang tuanya sudah memasuki ruang terapi. Ia harus melayani orang tuanya dengan baik.
Segera, Nabillah menuju ruang terapi dan membantu orang tuanya agar proses terapi bisa dimulai lebih cepat dan tidak memakan waktu terlalu lama.
Nabillah sudah menganggap tamu atau pasiennya seperti orang tuanya sendiri, begitu juga sebaliknya, pasien atau tamu yang datang ke sana juga sudah menganggap staff sebagai keluarga mereka. Bahkan, ada yang membawa makanan dan minuman untuk semua staff.
Setelah memastikan semua alat terapi menyala dengan baik, Nabillah mengambil kursi dan duduk di samping salah satu ibu yang sedang menjalani terapi. Ia menanyakan kabar dan bagaimana perkembangan selama terapi di tempat tersebut. Mereka banyak berbincang hingga sesi terapi berakhir. Begitulah yang Nabillah lakukan setiap kali bekerja: menjadi orang yang sangat perhatian.
Di tempat ini, bukan hanya tamu atau pasien yang menjalani terapi, tetapi staff juga ikut terapi jika tempat terapi sudah tutup dan tidak ada pasien lagi.
Karena hari itu adalah hari Jumat, tempat terapi tutup lebih awal. Para staff pun mulai menjalani terapi setelah waktu tutup tiba.
Setelah persiapan, Nabillah menyalakan alat terapi dan kemudian mengambil ponselnya. Terapi sambil bermain ponsel adalah hal yang menyenangkan baginya.
Tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas, Nabillah tersenyum sendiri. Untung saja tidak ada yang melihatnya.
Ia tersenyum karena Delvin mengajaknya jalan malam itu. Tentu saja, Nabillah tidak menolak.
Tanpa ragu, Nabillah pun mengiyakan ajakan Delvin. Ia pun pamit dengan rekan kerja dan manajernya untuk pulang lebih awal dengan alasan ayahnya sudah menjemputnya di luar, yang memang benar adanya.
Sekitar 15 menit kemudian, Nabillah sampai di rumah. Dengan penuh semangat, ia segera membersihkan diri dan sedikit berdandan agar terlihat lebih segar, meskipun terburu-buru karena Delvin sudah dalam perjalanan menuju rumahnya untuk menjemputnya.
Setelah semuanya selesai, Nabillah berjalan menuju gang depan rumah dan meminta Delvin untuk menjemputnya di sana. Ia merasa belum siap jika orang tuanya melihatnya berjalan bersama laki-laki lain.
Belum lima menit menunggu, Nabillah melihat Delvin datang dengan motor kesayangannya.
Delvin yang baru saja hendak menelepon Nabillah untuk memberi tahu bahwa ia sudah sampai, langsung melihat Nabillah yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Ia tersenyum melihat Nabillah yang juga tersenyum kepadanya.
Nabillah tidak lupa menyapa Delvin dengan bersalaman. Delvin memandang Nabillah dari bawah ke atas, tidak berkedip. "Cantik sekali," pikirnya.
Nabillah yang merasa diperhatikan begitu, sedikit bingung dan bertanya-tanya, apakah ada yang salah dengan penampilannya malam itu?
Ia mengenakan kemeja hitam, celana cokelat, dan hijab cokelat. Penampilannya terlihat sederhana, tetapi pas dan cantik malam itu. Sementara Delvin, meskipun hanya mengenakan baju hitam, jaket kuning, dan celana hitam, terlihat sangat tampan dan keren.
"Kak, ada yang salah dengan bajuku?" tanya Nabillah merasa kurang percaya diri.
Delvin langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, kamu cantik malam ini," jawabnya, membuat Nabillah merasa sedikit canggung.
Delvin terkekeh lalu berkata, "Ayo naik, kenapa diam saja?" Suaranya lembut dan penuh perhatian.
Nabillah pun naik ke motor Delvin, meskipun ia merasa canggung, apalagi ini adalah pertama kalinya ia dibonceng oleh laki-laki yang ia sukai.
Delvin mengenakan helmnya lalu menghidupkan motor. Ia sudah memilih tempat yang tepat untuk kencan pertama mereka.
Selama perjalanan, tidak ada percakapan. Hanya terdengar suara motor dan Nabillah yang fokus pada jalanan.
Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di tempat yang dituju. Nabillah turun dari motor dan Delvin mengikuti setelah melepas helm.
Tanpa banyak bicara, Delvin langsung menggandeng tangan Nabillah dan membawanya masuk ke dalam kafe. Nabillah yang merasa sedikit salah tingkah mengikuti saja.
Delvin memilih meja yang tidak terlalu jauh dari tempat live music. Mereka duduk berdampingan dan memesan makanan serta minuman.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, Delvin menggenggam tangan Nabillah dan dengan lembut mengelusnya dengan ibu jarinya.
Delvin tersenyum melihat Nabillah yang diam. "Kenapa diam saja?" tanyanya, sedikit keras karena suasana yang bising.
"A-Aku bingung, Kak. Kenapa Kakak bawa aku ke sini?" tanya Nabillah, merasa gugup.
Delvin tidak langsung menjawab. Ia mengambil sesuatu dari dalam sakunya, membuka kotak kecil di hadapan Nabillah.
Nabillah semakin bingung melihat Delvin mengeluarkan cincin dengan ukiran indah di dalam kotak tersebut.
"Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku suka sama kamu, Bill. Kamu mau jadi pacarku?" tanya Delvin dengan lancar.
Nabillah terkejut. Delvin membawanya ke sini untuk menyatakan perasaannya. Meskipun ia senang, Nabillah merasa ini terlalu cepat.
"Kak, serius? Sejak kapan? Kita baru bertemu empat hari lalu, bagaimana bisa Kakak langsung suka padaku?" tanya Nabillah.
"Waktu pertama kali bertemu, aku sudah jatuh hati padamu, Bill. Aku tidak tahu kenapa bisa secepat itu. Aku sudah meyakinkan diriku berkali-kali, bahkan setiap hari aku selalu memikirkan mu," jawab Delvin dengan tulus.
"Kak, kita belum saling mengenal dengan baik. Jujur, aku juga suka sama Kakak, tapi Kakak belum benar-benar mengenal aku. Yang paling menyakitkan, kita berbeda keyakinan, Kak," lirih Nabillah di akhir kata-katanya. Ia hanya ingin Delvin yakin dengan perasaannya.
Delvin terdiam sejenak. Ia tahu hal itu, tetapi untuk saat ini, ia ingin egois. Ia ingin memiliki Nabillah, menjadikannya bagian dari hidupnya.
"Aku tahu kita berbeda, Bill. Tapi aku ingin mencoba. Aku akan menerima kekuranganmu, dan aku berharap kamu mau jadi milikku," kata Delvin dengan serius.
Nabillah merenung, menatap mata Delvin sejenak. Setelah menghela napas, ia mengangguk. "Iya, aku mau," jawabnya.
Delvin tersenyum lebar dan segera memasangkan cincin di jari manis Nabillah. Meskipun cincin itu tidak mahal, ia merasa cincin itu cocok dan terlihat indah di jari Nabillah.
Delvin memeluk Nabillah sambil berkata, "Terima kasih, Bill. I love you, Nabillah."
Di balik pelukan itu, Nabillah hanya tersenyum, meskipun dalam hatinya masih ada keraguan. Karena pada kenyataannya, air wudhu tidak akan pernah bisa menyatu dengan air baptis. Begitu pula dengan cinta beda agama, meskipun ada usaha, tidak akan pernah benar-benar menyatu jika salah satu pihak tetap egois.
"Kita sama-sama berdoa, tapi kita tak seiman. Tuhan memang satu, tapi kita berbeda."
Pada Jumat, 21 Juli 2023, mereka resmi menjadi sepasang kekasih. Biarkan mereka menjalani hubungan ini, entah sampai kapan.
TBC...
TOLONG BANTU VOTE YA GUYYSSSS