Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Ini novel ketigaku.
Novel ini kelanjutan "Ternyata Ada Cinta"
Baca dulu "Ternyata Ada Cinta" biar nyambung...
Setelah kepergian Fariz, dunia terasa gelap gulita. Cahaya yang selama ini selalu menyinari hari serta hati Zafira padam dalam sekejap mata. Meninggalkan kegelapan serta kesunyian yang teramat menyiksa. Ternyata kehilangan seorang sahabat sekaligus suami seperti Fariz jauh lebih menyakitkan dari apapun.
Perjuangan Cinta Zafira untuk menemukan Fariz dan membawa kembali pria itu ke pelukannya tidaklah main-main. Setiap hari Zafira berjuang keras kesana kemari mencari keberadaan Fariz sampai mengorbankan keselamatannya sendiri. Namun perjuangannya tidak menemukan titik terang yang membuatnya ingin menyerah.
Hingga di titik lelah perjuangan Zafira mencari Fariz, penyakit lama Zafira kembali kambuh. Akankah Fariz sempat menyelamatkan Zafira atau justru gadis itu meregang nyawa membawa pergi cintanya yang belum terucap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara RD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Rencana Wilda
"Beberapa hari lalu aku tidak sengaja bertemu Fariz di mall dan dia mengantarku pulang." Wilda memberitahu Susi tentang pertemuannya dengan Fariz.
"Hah? Mengantarmu?." Susi tampak terkejut. Dia tidak percaya Fariz bersedia mengantar Wilda kalau bukan ada taktik khusus yang Wilda mainkan.
"Aku tahu, aku tahu. Kamu pasti memainkan jurus tipu muslihatmu hingga dia mau mengantarkanmu pulang. Iya kan?." tebak Susi yang faham betul kalau Wilda sering melakukan cara buruk untuk mendapatkan yang dia inginkan.
"Yah begitulah." Wilda tersenyum sombong.
"Apa yang kamu katakan padanya?"
"Aku mengatakan kepada Fariz kalau aku naik taxi ke mall dan butuh tumpangan pulang ke rumah. Awalnya dia menolak dan menyuruhku naik taxi saja. Tapi aku berpura-pura sedang sakit perut dan harus segera sampai di rumah untuk beristirahat."
"Lantas mobilmu bagaimana?"
"Tukang bengkel langgananku yang mengambilnya."
"Selain pintar melihat keburukan orang, kamu juga pintar menipu." Susi menyindir.
"Terserah kamu mau bicara apa. Aku tidak peduli." sahut Wilda cuek.
"Kamu mau membantuku tidak?." lanjut Wilda menarik senyum smirk .
"Kalau itu tidak membahayakanku, aku akan mencoba." Susi mencoba membantu.
"Hey, sejak kapan aku membahayakanmu? Justru selama ini aku yang terus membantu kalau kamu perlu sesuatu." dengus Wilda menunjukkan sikap tidak suka.
Susi pun tersenyum melihat respon Wilda yang sudah sangat dia fahami. Bukan hanya dalam hitungan bulan mereka menjadi sahabat, tetapi sejak kuliah hingga saat ini bernaung dalam satu perusahaan yang sama.
Wilda membisikkan sebuah rencana di belakang telinga Susi dan di detik selanjutnya Susi mengangguk tanda setuju dengan rencana yang dibuat Wilda.
"Aku harap kamu tidak mengecewakanku." Wilda menekan suaranya.
"Baik, aku akan mencobanya. Jika tidak berhasil, itu bukan menjadi tanggung jawabku."
"Setidaknya kamu mencoba." sahut Wilda sambil memutarkan kepala mencari petugas restoran.
"Tapi aku harap kalau rencanamu ini tidak berhasil maka berhentilah mengejar Fariz. Dia sudah ber-istri tidak baik menjadi benalu di rumah tangga orang." Susi memberi nasehat tetapi Wilda pura-pura tidak mendengar.
"Mas, bill nya tolong bawa kemari." Wilda mengangkat tangan memanggil seseorang yang tidak jauh dari tempat mereka saat ini, tanpa menanggapi perkataan Susi.
"Hari ini aku yang bayar sebagai tanda terima kasih karena kamu mau membantuku. Jika berhasil, aku akan kembali men-traktirmu. Sepuasmu." Wilda langsung tertawa menunjukkan kebahagiaan yang menggelitik hati karena akan segera bertemu kembali dengan pria pujaan yang selama ini masih mengisi memory di kepalanya.
Susi ikut tertawa. Dia tidak pernah mengerti apa yang diinginkan sahabatnya. Padahal di sekitarannya banyak pria yang bersedia menjadi kekasih bahkan suaminya tetapi ditolak. Isi di kepalanya tetap saja memikirkan Fariz, pria yang sama sekali tidak pernah melihat apalagi membalas perasaannya.
Susi hanya berharap, suatu hari nanti Wilda sadar dan dapat melupakan perasaan yang tidak seharusnya dipupuk. Perasaan yang seharusnya dibiarkan mati karena pria yang dicintai tidak akan pernah mencintainya.
Dia bersedia membantu rencana Wilda kali ini dengan harapan setelah ini Wilda benar-benar sadar dan melupakan Fariz untuk selamanya. Dia juga memiliki keyakinan penuh kalau Fariz akan kembali menolak Wilda. Tetapi demi memuaskan hati Wilda, biarlah kali ini dia membantu rencana yang ingin dilancarkan gadis itu.
***
Sesuai rencana kemarin, Susi sengaja duduk di sudut lobby apartement sambil berpura-pura memainkan ponsel di tangan. Kepala ditunduk lebih dalam agar tidak ada yang mencurigainya sedang mengintai seseorang. Ekor matanya bagaikan seekor singa yang mengintai seekor rusa.
Setelah hampir lima belas menit sabar menunggu, target pun muncul.
Sosok yang tidak diragukan lagi ketampanannya yang membuat Wilda tidak mampu berpaling hati tampak keluar dari lift dan berjalan ke pintu lobby.
Susi masih saja sibuk berkutat memainkan ponsel tetapi lirikan mata tidak lepas dari sosok yang baru saja keluar lobby. Tanpa menunggu lebih lama, dia pun menyusul secara sembunyi-sembunyi tanpa memberi kesan curiga kepada pria yang diikutinya.
Mobilnya kini berada tepat di belakang mobil hitam milik Fariz. Sembari fokus mengemudi, dia memasang handsfree ke telinga dan terjadilah percakapan dengan Wilda. Dia menyuruh Wilda bersiap-siap menyusul ke suatu tempat yang dia pun tidak tahu kemana. Dia belum dapat memastikan kemanakah tujuan Fariz pergi hari ini. Tetapi yang penting ikuti saja dulu, nanti juga akan tahu pria itu pergi kemana.
Lebih kurang dua puluh lima menit mengikuti mobil Fariz, tibalah mereka di sebuah restoran. Susi memarkirkan mobil tidak jauh dari Fariz memarkir mobil. Dengan gerakan terburu-buru, Susi melepas seat belt lalu keluar dari mobil.
Sedikit mengendap-endap, dia mengikuti Fariz naik ke lantai atas. Tangannya dengan cekatan mengirim pesan Shareloc kepada Wilda dan pesannya pun dalam hitungan detik langsung dibaca oleh si penerima.
Tak berselang lama Wilda pun tiba. Kini Wilda sudah bersama Susi mengamati gerak gerik Fariz dari kejauhan.
"Ckk, ckk, dia sama sekali tidak berubah bahkan makin tampan. Aku tidak akan berhenti bersaing dengan gadis murahan itu. Tapi bagaimana caranya aku bisa mendapatkannya?." bisik Wilda di telinga Susi sambil memandang terkagum-kagum pada pangeran yang ada di depan matanya.
"Kamu tidak akan bisa mendapatkannya. Mimpi saja kamu. Itu tidak akan pernah terjadi. Bukankah kamu bahkan seluruh dunia juga tahu kalau dia hanya mencintai Zafira yang kamu anggap gadis murahan itu. Ya, bagimu dia gadis murahan tapi bagi pria tampan di depan sana, Zafira gadis terindah bahkan mungkin sudah seperti bidadari baginya." ujar Susi terkekeh sengaja memanas-manasi sahabatnya.
Benar saja! Susi mendadak mengaduh saat merasakan rambutnya ditarik keras oleh Wilda.
"Aduh, keterlaluan kamu, Wil. Kulit kepalaku bisa terkelupas." ringis Susi mengusap bekas jambakan Wilda.
"Bicaramu selalu membuatku naik darah! Itu hukuman yang setimpal untukmu!." Wilda kesal memberikan tatapan tajam pada gadis di sebelahnya.
Susi hanya bisa menggerutu sambil terus mengusap bekas jambakan Wilda yang masih terasa sakit. Jika bukan sahabat, sudah lama dia tinggalkan manusia seperti Wilda
"Ayo cepat ikut aku!." Wilda menarik tangan Susi sehingga membuat Susi mau tidak mau ikut menarik kaki mengikuti Wilda.
"Mau kemana? Kamu ingin ikut makan bersamanya?." tanya Susi saat Wilda menariknya masuk ke restoran dimana Fariz berada.
"Jangan banyak tanya. Ikut saja!." perintah Wilda menyeret Susi yang terpaksa ikut berjalan cepat karena mengimbangi langkah Wilda.
Saat kedua sahabat itu berjalan seret menyeret dan tidak memperhatikan jalan, tak sengaja menabrak seseorang.
"Prangkh." sebuah benda jatuh ke lantai.
"Kalau jalan lihat-lihat. Kalau ponselku sampai pecah, apa kalian akan menggantinya?." tegur Dani menatap tajam pada kedua gadis yang menghentikan langkah setelah mendengar suara benda jatuh diikuti suara pria yang memarahi mereka.
...*****...