Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tablet Takdir 3
Melihat Vyona yang baru saja muncul dari jimat, sosok bayangan hitam itu tampak meradang. Ia mengeluarkan geraman penuh amarah, seolah merasa diremehkan. Vyona hanya tersenyum tipis, senyum yang dingin dan menakutkan.
Sosok bayangan hitam itu mencoba menakuti Vyona dengan hawa intimindasinya.
"Hanya seorang arwah lemah yang mencoba menakutiku?" suara Vyona bergetar di udara, penuh dengan kekuatan dan penghinaan terselubung.
Bayangan hitam itu merenggangkan tubuhnya, mengeluarkan raungan yang menggema ke segala penjuru.
"Kanapa harus teriak-teriak sih, ini kan bukan anime," kata Ekilah sambil menutup telinganya.
[Mungkin dia hanya ingin terlihat keren.] Komentar Tundra.
"Keren apanya. Yang ada dia jadi kayak orang gila," balas Ekilah.
Hawa dingin yang menusuk semakin tajam, dan tekanan spiritual melingkupi area sekeliling mereka, tapi Vyona berdiri tak tergoyahkan. Ia menatap bayangan itu dengan tatapan penuh percaya diri, lengan terlipat di dadanya.
Dengan satu gerakan tangan, Vyona mengangkat dirinya dan melayang tepat di hadapan sosok besar itu.
"Kamu pikir dengan kekuatan itu kamu bisa menghentikanku?" katanya dengan nada mengejek. "Biar aku tunjukkan seperti apa level platinum yang sebenarnya."
Bayangan hitam itu menyerang dengan kekuatan penuh, membentuk badai energi yang menghantam Vyona dari segala arah. Tapi Vyona hanya menggerakkan tangannya, menciptakan penghalang energi berwarna emas yang memantulkan serangan bayangan tersebut.
"Anginya seger juga," komen Ekilah.
Vyona lalu mengarahkan telunjuknya ke arah bayangan hitam itu. Dari ujung jari telunjuknya, sinar emas kecil melesat cepat, tepat mengenai pusat tubuh bayangan tersebut.
Bayangan itu menjerit keras, tubuhnya bergetar dan mulai menghilang secara perlahan, berubah menjadi partikel-partikel hitam yang sebagian tertarik ke dalam jimat Vyona.
"Ekilah, buat arwah ini bersatu dengan arwah rendahan lain agar aku bisa membereskan mereka semua secepatnya."
Mata emas Vyona melirik ke sekumpulan arwah yang melihat kejadian ini dengan tatapan takut.
"Oke," balas Ekilah singkat.
Perempuan bermata biru kehijauan itu mengangkat tangan kirinya. Perlahan sebuah pusaran angin mulai terbentuk dan menarik paksa para arwah untuk mendekat.
Sekarang Ekilah tidak perlu campur tangan lagi. Para arwah level rendah yang tinggal di gunung ini mulai bergabung sosol bayangan hitam tadi mengikuti insting alami mereka untuk membantu sang pemimpin.
"Wah, arwah penunggu itu naik satu level," batin Ekilah.
[Aku pernah mendengar jika arwah penunggu itu menjadi lebih kuat jika berada di dalam wilayahnya. Tapi jika dibandingkan dengan kalian berdua, arwah level platinum sekalipun terlihat seperti awakening pemula.]
Ekilah mengangkat bahunya. "Itu karena arwah penunggu di sini sudah melemah."
[Melemah?]
"Aku belum bilang ya. Aku punya seorang Paman yang berasal dari kerajaan suci. Kalau tidak salah tiap tahun beliau sering melakukan ritual pensucian di beberapa tempat berbahaya. Salah satunya adalah gunung Murkastra ini."
Ekilah memperhatikan sosok bayangan hitam yang sedang bertarung dengan Vyona itu. Walau akan lebih tepat jika dikatakan bahwa sosok hitam itu sedang dipermainkan oleh Vyona.
"Arwah penunggu gunung Murkastra ini sudah berusia 200 tahun lebih, di tambah lagi tempat ini pernah menjadi medan perang."
Senyuman tipis terukir di wajah Ekilah. "Bisa kau bayangkan seberapa kuat Pamanku itu hingga bisa melemahkan arwah penunggu ini?"
[Kuat. Sangat kuat.] Tundra menjawab dengan cepat.
Vyona terlihat hendak melayangkan serangan yang sama seperti sebelumnya namun sosok bayangan hitam itu menjadi lebih cepat dan langsung melesat menuju Vyona.
Buugh!
Tang!
Pukulan arwah penunggu itu kembali terhalangi oleh perisai emas milik Vyona.
"Grrr!"
Sosok itu melompat mundur untuk menjaga jarak. Secara tiba-tiba kabut tebal muncul dan menghalangi pandangan Vyona. Wanita itu tidak terlihat takut, dia begitu percaya diri dengan ketahanan perisainya.
Buugh!
Sosok tadi kembali memukul perisai. Namun kali ini dia memfokuskan seluruh energinya pada satu titik hingga akhirnya.
Krak!
"!!"
Perisai emas Vyona perlahan mulai retak.
"Menyedihkan. Kamu butuh waktu lebih dari satu menit untuk membuat perisauku retak."
Bukannya takut, Vyona justru menghina sosok bayangan hitam itu.
Clang!
Dua buah rantai emas muncul dan menahan pergelangan tangan sosok itu.
Sambil menunjukkan senyuman menyeramkan Vyona berkata. "Mari kita lihat seberapa keras kamu bisa berteriak."
Clang!
Rantai emas kembali muncul dalam jumlah banyak dan melilit sosok itu hingga menyerupai mumi.
"Widih, mumi mahal," komen Ekilah.
[Aku bertanya-tanya kenapa arwah penunggu itu tidak menggunakan kekuatan spesialnya? Apa pihak kerajaan suci yang kamu sebutkan tadi menyegel sebagai besar kekuatannya?]
"Yah, siapa yang tahu," balas Ekilah sambil menonton pertarungan yang berat sebelah ini.
Clang!
Semakin erat rantai emas itu mengikat sosok bayangan hitam tadi, semakin kencang pula teriakan penuh sakit yang ia lontarkan.
Melihat itu, senyuman Vyona makin lebar. Mendengar lawannya menjerit kesakitan membuatnya ingin lebih lama bermain-main.
Vyona pun mengangkat satu jari telunjuknya. Sebuah cahaya emas muncul dan melesat tepat ke kepala sosok itu.
"Hahaha," Vyona tertawa kencang.
Crat!
Salah satu rantai yang mengikat lengan sosok itu ditarik hingga lepas. Setelah tangan kanan berikutnya tangan kiri lalu beralih ke kaki kanan dan kiri. Semua itu dilakukan satu persatu.
"Asem, aku ini mau melihat pertarungan bukan penyiksaan," ujar Ekilah.
Clang!
Rantai emas tersebut pun menghilang bersamaan dengan menyebarnya energi dari arwah penunggu gunung Murkastra tersebut.
Vyona mulai malayang rendah. Dia lalu beralih menatap Ekilah.
"Rahayu menyuruhku agar pulang sebelum makan malam. Sekarang belum waktunya makan malam bukan?"
Ekilah hanya bisa tertawa kecil. Jika bukan karena perintah Rahayu mungkin dia akan melihat kesadisan Vyona dalam menyiksa lawannya lebih lama lagi.
Dengan senyuman datar Ekilah berkata. "Ya, sekarang belum waktunya makan malam."
"Baiklah, kalau begitu cepat bereskan arwah ini."
Tanpa membuang waktu Ekilah pun menggunakan salah satu teknik manipulasi jiwa yang sedikit sulit.
"Phantom Dominion."
Dunia sekitar yang awalnya dihiasi warna merah perlahan berubah menjadi warna biru yang menjadi tanda jika Ekilah mulai mengambil alih dimensi tersebut.
Phantom Dominion. Teknik yang membuat Ekilah untuk masuk ke dalam dimensi arwah atau alam spiritual. Ekilah memiliki kekuasaan penuh atas jiwa-jiwa yang terperangkap, termasuk dapat memanipulasi, mengendalikan, atau bahkan menyerap energi jiwa-jiwa tersebut.
Dalam kasus ini, Ekilah hanya perlu mengambil alih si pemilik dimensi arwah dan memberikan posisi itu pada Vyona.
Mata Ekilah perlahan terbuka, dia melirik ke arah Vyona dan menunjuk wanita itu dengan jarinya.
Shhhs!
Nama gunung Murkastra pun terukir di dalam jiwa Vyona sebagai salah satu wilayah teritorialnya.
Krak!
Suara retakan tiba-tiba terdengar.
"??"
Crang!
Dimensi arwah tadi tiba-tiba hilang layaknya kaya pecah. Vyona melirik Ekilah yang sedang menahan batuk darahnya.
"Wah, kali ini kamu tidak pingsan, Ekilah. Sepertinya kapasitas energimu sudah bertambah."
Sret!
Ekilah menyeka darah yang keluar dari mulutnya. Ia lalu tersenyum tipis.
"Begitulah. Sekarang aku punya satu pengikut yang selalu memberikan energinya padaku."
Perempuan berambut itu teringat pada sosok Bima Deimos yang kini entah bagaimana nasibnya di dalam penjara. Apakah dia mendapat perlakuan istimewa dari para polisi karena merupakan anggota keluarga elite? Atau perlakuan istimewa lain dari sesama tahanan?
.
.
.
Ding!
<Lapor! Sistem sudah selesai menayangkan pertarungan antara arwah penunggu gunung Murkastra melawan arwah penjaga nyonya Rahayu.>
Sanika menghembuskan nafas pelan.
"Sekarang, tinggal memastikan Ekilah Rajendra tidak menjadi super villain di masa depan," kata Sanika.