SUN MATEK AJIKU SI JARAN GOYANG, TAK GOYANG ING TENGAH LATAR. UPET-UPETKU LAWE BENANG, PET SABETAKE GUNUNG GUGUR, PET SABETAKE LEMAH BANGKA, PET SABETAKE OMBAK GEDE SIREP, PET SABETAKE ATINE SI Wati BIN Sarno.... terdengar suara mantra dengan sangat sayup didalam sebuah rumah gubuk dikeheningan sebuah malam.
Adjie, seorang pemuda berusia 37 tahun yang terus melajang karena tidak menemukan satu wanita pun yang mau ia ajak menikah karena kemiskinannya merasa paling sial hidup di muka bumi.
Bahkan kerap kali ia mendapat bullyan dari teman sebaya bahkan para paruh baya karena ke jombloannya.
Dibalik itu semua, dalam diam ia menyimpan dendam pada setiap orang yang sudah merendahkannya dan akan membalaskannya pada suatu saat nanti.
Hingga suatu saat nasibnya berubah karena bertemu dengan seseorang yang memurunkan ajian Jaran Goyang dan membuat wanita mana saja yang ia kehendaki bertekuk lutut dan mengejarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Adjie yang berpetualang dengan banyak wanita...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
Adjie menatap pria berperawakan gendut dengan senyum tipis. Ia memaknai dirinya adalah pemenang. Karena tanpa mengeluarkan sepeser uang pun dapat merasakan tubuh Wati, sedangkan pria itu, harus merogoh kocek untuk tidur satu kali saja.
"Saya tidak mengerti apa maksud, Juragan," Adjie kembali menancapkan batang singkong yang akan ia tanam diatas tanah gulutan yang sudah ia kerjakan sebelumnya.
"Juragan Wahyu tampak kikuk. Ingin jujur tapi takut ketahuan orang-orang jika ia sedang berselingkuh dengan sang janda bohay.
"Kqmu ada lihat Wati, tidak?" tanya sang juragan dengan penuh selidik.
Adjie sudah tau jika itu yang akan ditanyakan padanya. Ia mengangkat kedua bahunya. Tidak mungkin ia mengatakan jika Wati saat ini sedang berada dirumahnya, bisa berabe semuanya, dan ia juga takut upahnya ditunda jika sampai sang juragan cemburu akan hal ini.
Juragan Wahyu terlihat gusar. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia merasa jika tak biasanya Wati menghilang seperti ini.
"Oh, ya sudah. Saya akan coba cari sendiri." pria itu tampak kecewa karena tak mendapatkan informasi tentang keberadaan sang pujaan hatinya.
Sesaat Adjie teringat akan sesuatu. Ia ingin upahnya dibayarkan sisa seluruhnya sebagai antisipasi jika sang juragan memergoki Wati saat ini berada dirumahnya.
"Juragan, tunggu!" cegahnya.
"Ya, ada apa?"
"Saya ingin sisa upah saya. Sebab ada hal yang penting. Lagipula sudah hampir selesai," ucap Adjie
Sang juragan memandang lebun singkong yang sedang digarap oleh Adjie. Ia melihat jika pekerjaan itu tampak hampir selesai.
"Baiklah, tapi kamu janji jangan cerita pada siapapun tentang saya dan Wati," pesannya dengan penuh penekanan.
Adjie menganggukkan kepalanya, dan sang juragan mengeluarkan beberapa lembar uang sisa pembayaran sebagai upah kerjanya.
Setelah selesai, pria itu bergegas pergi dan meninggalkan Adjie yang masih sibuk menghitung lembaran uang seratusan ribu rupiah.
Adjie memasukkan uang itu le saku celanya dan kembali bekerja.
Matahari tampak semakin meninggi. Udara yang panas mulai menyengat kulit, dan hal itu membuat Adjie berkeringat yang semakin mmebuat kulitnya tampak gelap dan berkilau terkena sinar mentari.
Ia menyeka keningnya, lalu berniat beristirahat dibawah sebuah pohon untuk menyantap mie instan dengan sebungkus nasi yang ia bawa dari rumah.
Selembar daun pisang yang menjadi pembungkusnya sudah ia buka dan mulai menyuapkan makan siangnya dengan sangat lahap.
"Kang Adjie," tiba-tiba saja suara panggilan dari seseorang yang sedikit asing menghentikan suapannya. Ia mengangkat wajahnya dan melihat seorang gadis belia nan cantik sedang berdiri dihadapannya.
Seketika ia merasakan detak jantungnya hampir berhenti. Lalu mencuci tangannya dengan sebotol air minum yang juga dibawa dari rumah.
"Eh, Neng Cintya. Ada apa kemari? Mana Rama calon suamimu?" tanya Adjie dengan dengan senyum ramah.
"Sudah pulang, Kang. Saya sengaja kemari untuk memberikan surat undangan ini." ia mengulurkan selembar surat undangan kepada Adjie.
"Oh, iya, makasih. Selamat ya, semoga menjadi keluarga yang bahagia," ucap Adjie, lalu membuka surat undangan dan membaca tanggal pernikahannya.
Setelah memberikan kertas tersebut. Cintya tak juga langsung pergi. Ia berdiri menatap sang pria yang saat ini sedang bermandikan keringat dan itu semakin membuat Adjie terlihat macho dimata sang gadis yang dia terpaku memandang pria dewasa dihadapannya.
Usia mereka sungguh terpaut jauh. Setidaknya berkisar 16 tahun.
Akan tetapi, entah mengapa Cintya tiba-tiba hatinya merasa terpaut oleh Adjie yang dianggapnya sangat menggoda.
Adjie menatap sang gadis dengan takjub. Jujur saja Cintya yang saat ini baru berusia 21 tahun merupakan gadis yang sedang mengkalnya, dan hal itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kamu pria jika dapat menikmati gadis seperti Cintya.
"Mengapa belum pulang?" tanya Adjie lembut. Ucapannya sungguh berbeda saat bersama dengan Wati. Mungkin juga itu berpengaruh pada prilaku dua wanita itu.
"Gak ada apa-apa kok, Kang. Hanya pengen disini saja. Entah kenapa aku lebih nyaman saat berada didekat akang, ketimbang dengan Rama yang sikapnya kekanakan." gadis itu melangkah menghampiri Adji dan tanpa diminta ia duduk pada akar pohon yang menyembul diatas tanah.
"Wah, nanti kalau ada yang liat jadi gak enak, apalagi Neng Cintya dua hari lagi akan menikah," Adjie mengingatkan.
Cintya hanya tersenyum tipis. Akan tetapi, perasaannya saat ini sungguh sangat gelisah. Area sensitifnya semakin terasa gatal. Ia sebenarnya tak tahan lagi ingin mengungkapkan perasaannya jika ingin dijamah oleh Adjie.
Berulang kali ia menatap Adjie dengan wajah yang memerah menahan rasa sungkan dan juga gairahnya yang sebenarnya hampir meledak.
"Kang," ucapnya lirih.
"Ya, ada apa?" tanya Adjie berpura-pura. Sesungguhnya ia tahu apa yang dirasakan oleh gadis tersebut. Akan tetapi ia ingin Cintya yang lebih dahulu memintanya, karena itu tujuannya.
"Kang, sebenarnya saya malu mau ungkapkan, tapi saya gak tau kenapa perasaan say terus saja mendesak untuk menemui kang Adjie," Cintya mulai gelisah dengan raut wajahnya yang ditahan dari hasrat yang terus memuncak.
Bahkan sadisnya, rasa gatal diarea sensitifnya semakin kuat dan ia tak dapat lagi menahannya ketika menatap mata Adjie yang seolah begitu membiusnya.
"Kang, saya boleh minta tolong?" ucapnya dengan menggosokkan telapak tangannya untuk menahan gejolak hasratnya.
"Tolong apaan, Neng cantik," bisik Adjie yang semakin membuat Cintya melambung.
"Cumbu saya, Kang. Saya rela. Ayolah, saya sudah tidak tahan lagi," ucapnya tanpa.rasa malu. Ia sepertinya sudah kehilangan akal sehatnya.
Adjie mengerutkan keningnya. Namun, sebenarnya ia sangat bahagia. Bukankah ini pembalasan yang adil.atas penghinaan Rama selama ini? "Akang gak.salah dengar? Kamu kan akan menikah dengan Rama? Pesta pernikahan kamu dua hari lagi-Lho," Adjie berpura-pura mengingatkan.
Cintya sudah hilang kendali. Sungguh saat ini ia hanya inginkan Adjie segera menuntaskan segala hasratnya yang sudah berada diujung kepalanya.
"Ayolah, Kang," rengeknya dengan sangat manja. Lalu tanpa menunggu persetujuan dari Adjie, sang gadis menyesap bibir sang pria tanpa ragu dan malu. Ia sungguh haus akan belaian pria yang bahkan baru dua kali berpapasan wajah dengannya.
Dibawah pohon nan rindang dan mentari yang bersinar terik, dua insan tanpa ikatan cinta itu memadu kasih dengan hasrat yang terbakar mengalahkan panasnya siang itu.
Suara desisan yang beradu dari mulut keduanya terus meluncur tanpa bisa dicegah.
"Kang, cepatlah, aku sudah tidak tahan lagi untuk menunggu hari ini, buka segelku," rengeknya dengan manja dan rasa malu telah hilang dari diri sang gadis.
Adjie merasa jika ini sangat mendebarkan. Ia yang dipenuhi dendam, berhasil membobol pertahanan sang gadis dan ini pengalaman yang membuatnya bangga. "Rasain, Kamu Rama! Ini pembalasanku untukmu!" gumam Adjie setelah berhasil membalaskan dendamnya.
~Jika merasakan hal yang tak wajar pada seseorang, maka teruslah berdzikir dan meminta pertolongan pada Rabb-Mu, karena semua yang terjadi adalah campur tangan jin~
baru x ni si Adjie garap sawah tp mlh dia yg ambruk sndri 🤣🤣
slma ini kn si Adjie sllu diam dan Nerima JK sllu di bully ,,,
tp skrg pas punya ilmu , akhirnya di pakai tuk Balas Dendam
g aji pangestu ataupun aji masaid kan? 🤭🏃♂️
🎤🎤🎤🎤
kursi pelaminan biru
dimalam pengantin
jadi saksi menghias diruang tamu
tapi bencanaaaaaaaas.... 🎼🕺🕺🕺🕺
korban uji nyali dari muji🤭