Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Sebuah Pernyataan
Di dalam cafe Zidan terus memandangi sosok Salsha di hadapannya sedang makan. Seorang perempuan yang pernah dia benci justru membuatnya semakin nyaman bersama.
Entah ada getaran apa di lubuk hati seorang Zidan Alvano Putra. Rasanya ia ingin terus menjaga Salsha di manapun perempuan tersebut berada.
Sedetik kemudian laki-laki mantan ketua geng motor itu berdeham pelan, "Lo suka banget sama gue, Sal?"
Pertanyaan Zidan membuat Salsha seketika tersedak makanan. Laki-laki ketua geng motor itu pun segera menyodorkan minum.
"Minum dulu Sal, jangan terlalu gugup." katanya, Salsha hanya mengangguk.
"Ini gue boleh nanya balik dulu gak ke lo?" tanya Salsha sambil menyengir.
Zidan terkekeh pelan sambil menatap Salsha. "Gue suka sama lo udah dari dulu, Sal. Cuma gue gak mau ngerusak pertemanan kita, dan banyak kesalahpahaman juga." jelas Zidan.
Salsha tak ingin terlalu percaya diri pada pernyataan Zidan, karena bisa jadi laki-laki tersebut hanya suka sebagai teman.
"Tenang aja, lo bebas buat ngerasa kepedean. Karena percaya diri lo itu gak salah, emang iya gue ada rasa sama lo. Apalagi pas gue tau lo mengabadikan gue ke cerita-cerita itu. Gak nyangka sih bakal jadi tokoh abadi di cerita lo." lanjutnya.
Adik dari Haikal kini terpaku bingung. Hatinya sudah berdebar-debar, namun otaknya menolak untuk terlalu yakin bahwa dirinya pun disukai oleh Zidan.
"Tapi maaf ya, bukannya gak percaya atau gimana cuma gue orangnya gak gampang ... Gimana jelasinnya ya, intinya—"
"Intinya gue suka sama lo dan gue pengen jagain lo. Lo tahu gak sih, bertahun-tahun gue coba buat ngelupain lo tuh susah banget. Gak tau kek gak boleh dilupain atau gimana gitu, gue juga sampai tanya ke Erlangga. Terus jawaban dia katanya karena gue ada perasaan ke lo, dan itu lebih dari sekedar temen atau sahabat. Dulu 'kan gue ngomongnya sebatas sahabat gitu 'kan, tapi semakin lama gue gak liat lo tuh kayak malah semakin inget sama masa itu. Jujur gue pernah mati rasa selama gue kuliah dan ketemu sama orang-orang baru, yang gue kira sendiri tuh enak 'kan, eh ternyata di sana gue ditaksir sama cewek. Dan kocaknya lagi, tuh cewek meski ngejar mulu tapi gak pernah bisa bikin gue suka." curhat Zidan membuat Salsha terus menyimak.
Di saat hening sejenak, Salsha berpikir tentang kata-kata Zidan yang sepertinya mengarah ke sesuatu yang sering dirinya lakukan.
"Apa mungkin karena doa dari gue, ya?" tanya Salsha.
Zidan sontak mengernyit tak mengerti.
"Maksudnya?"
"Ya ... Jadi, selama kita lulus itu gue selalu nge-doa in lo. Tapi, gue gak minta macem-macem kok, gue cuma minta lo sehat terus, bisa sukses, berbakti sama orang tua dan dihindarkan dari segala musibah juga marabahaya. Gak ada permintaan buat bikin lo deket lagi sama gue atau gimana, bahkan gue sampai minta kalo gue gak baik buat lo yaa bikin aja gue sama lo jauh gitu, intinya gue pengennya lo ketemu sama orang yang gak nyakitin lo. Karena gue tau bahwa lo itu cowok yang baik dan tulus." jawab Salsha.
Zidan menarik sudut bibirnya setelah mendengar pernyataan Salsha.
"Gitu, ya? Tapi, selama gue berada di beberapa tempat gitu gak ada nemu cewek yang kayak lo, Sal. Kek bener-bener dunia ini sempit buat cari yang kayak lo, ya oke kalo cari lebih cakep bahkan lebih buruk serta lebih baik dari lo itu banyak gue akuin mah. Tapi nyatanya yang kek lo cuma satu."
Salsha menopang dagunya sambil manggut-manggut, walau sebenarnya ia menahan senyum mati-matian.
"Kalo lo mau senyum gak haram kok, senyum aja gak usah ditutupin gitu. Kenapa sih, cewek kalo senyum atau ketawa gitu pada ditutupin?"
"Karena malu lah, 'kan gak semua cewek tuh percaya diri sama senyumannya dan ketawanya." sahut Salsha sudah melepas topangan di dagunya.
Zidan tersenyum mendengarnya. "Tapi buat lo ketawa di depan gue jangan ditutupin,"
"Kenapa gitu?"
"Kan lo sama gue udah deket banget, sampai lo tahu hampir segalanya tentang gue."
"Sosok Zidan yang sekarang gue nilai sih jauh lebih dewasa dan banyak omongnya ya, kalo dulu 'kan kek serba ngalah dan kek gimana gitu." ujar Salsha terkekeh mengingat masa lalu mereka.
"Iya, kocak 'kan kalo diinget. Semua akan berubah lah kalo udah waktunya, mungkin dulu gue terlalu datar kali, kalo sekarang gue lebih berasa hidup kali."
Salsha seketika refleks menggeplak tangan Zidan.
"Hidup apaan, dari dulu juga lo hidup sejak keluar jadi bayi terus se-dewasa ini."
"Dih, udah berani geplak-geplak nih. Lo gak sepenuhnya kalem ya aslinya,"
Obrolan asik membahas perihal masa lalu sangatlah berkesan bagi mereka keduanya. Sampai-sampai mereka lupa jika hari sudah hampir petang.
"Eh, gegara keasikan ngobrol kita jadi kesorean weh. Aduh, mana sampe ditungguin sama karyawan cafe nya, malunya gue." kata Salsha tidak begitu keras.
Zidan menoleh ke sekitar. "Buset iya, udah sepi weh. Yaudah, lo siap-siap dulu, masih ada yang mau dimakan gak? Gue mau bayar dulu, lo langsung keluar aja gak papa."
"Eh, gak gitu ya!" Salsha tiba-tiba mendelik dengan suara agak keras.
"Kenapa?"
"Patungan lah, masa iya cuma lo yang bayar sedangkan dari tadi cuma gue yang banyak makan." ucap Salsha kesal.
"Yaelah, ini 'kan udah dari awal gue yang mau traktir lo makan. Masa lo yang bayar, terus gue sebagai cowok ngapain?"
Salsha menghela napas sambil merogoh tas selempangnya.
"Yaudah gini deh, kita patungan aja. Lo setengah gue setengah, biar adil." putus Salsha.
Untuk mempersingkat waktu, Zidan akhirnya memilih mengalah agar tidak beradu mulut dengan Salsha.
"Oke, lo keluar aja langsung ke motor gue. Nanti gue anter sampai rumah."
...ΩΩΩΩΩΩ...
Ketika sampai di rumah, Zidan justru diperintah untuk mampir terlebih dahulu. Meski ingin rasanya menolak, tetapi sudah terlanjur mengantarkan Salsha sampai depan rumah.
"Jadi begini, Zidan, Om dan ayah kamu sudah memikirkan dengan sangat matang untuk kamu serta Salsha menikah satu tahun lagi." celetuk ayahnya Salsha membuat keduanya terkejut.
"Kok menikah, Om? Ah, maksudnya kok tiba-tiba banget?" tanya Zidan canggung.
"Apa maksud Ayah? Kenapa tiba-tiba gini?" Salsha pun turut bingung juga.
Sang pria bernama Andra tersebut tersenyum pada putrinya. Kemudian ia merangkul Zidan yang tampak terus bersikap kalem.
"Karena kami tahu bahwa kalian itu saling mencintai. Lalu, apa salahnya jika kami ingin mempersatukan kalian dengan ikatan yang halal? Lagipula, selama ini Zidan sangat menjaga Salsha. Meskipun kalian berdua hampir tidak memiliki hari untuk akur. Setiap jam selalu saja kalian adu mulut atau tidak malah bertengkar seperti adik kakak."
Setelah mendengar ucapan dari Andra, Zidan dan Salsha saling menatap dari kejauhan.
"Sebenarnya aku sedikit gak menyangka sama apa yang Om ucapkan barusan, tapi ... Kalau memang itu terbaik dan sudah dipilih secara matang oleh Ayah aku serta Om juga, jadi ... Aku gak punya pilihan lain selain menerima semuanya." jawab Zidan jelas.
Salsha seketika mendelik sambil mengatur detak jantungnya yang mulai tidak aman. Pipinya sontak berwarna merah merona akibat menahan mati-matian untuk tidak salah tingkah.
"Bagus kalau begitu. Ayah kamu pasti sangat senang mendengar ini, kalau Salsha sendiri juga sudah siap 'kan?" tanya Andra beralih ke putrinya.
Bukannya menjawab Salsha malah gelagapan sendiri karena tidak tahu harus jawab apa.
"Tapi 'kan, Yah ... Aku gak yakin bisa menjalani perjodohan ini."
"Nanti bisa gue buktiin sih, kalo udah ke arah begini berarti bukan buat main-main." jawab Zidan.