Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di abaikan
Mika mulai melakukan beberapa latihan, dan Antony tidak bisa menahan diri untuk membantu. Ia berdiri di samping Mika, menjelaskan teknik dengan sangat dekat. “Coba angkat dumbbell ini lebih tinggi. Bagus! Itu dia!” Antony membimbingnya dengan lembut, dan kehangatan tubuh mereka hampir saling bersentuhan.
“Seperti ini, kan?” tanya Mika sambil melirik Antony, merasakan detak jantungnya berdegup kencang.
“Iya, persis seperti itu,” jawab Antony, suaranya penuh semangat. Dia memperhatikan Mika dengan penuh perhatian, terpesona oleh semangatnya yang tak terbendung.
Setelah beberapa saat, mereka mengambil jeda dan duduk di bangku yang tersedia. Mika menyandarkan punggungnya, mengeluh sedikit. “Aku rasa ini lebih sulit dari yang aku bayangkan,” keluhnya sambil tertawa. Antony tersenyum, dan dalam suasana santai itu, mereka mulai berbincang.
“Kalau kamu butuh motivasi, aku bisa jadi pelatih pribadimu,” candanya, membuat Mika tertawa. “Atau mungkin kita bisa mencari cara lain untuk membuatnya lebih menyenangkan?”
Mika menyadari betapa berartinya momen ini, dan ia membalas dengan senyuman menggoda. “Oh, jadi kamu ingin menjadi pelatih pribadi yang juga menyenangkan?”
Antony tersenyum lebar, matanya berbinar. “Tentu saja, aku akan membuatmu merasa nyaman dan menyenangkan setiap kali kita berlatih.”
Saat mereka berbicara, kedekatan mereka semakin terasa. Mika bisa merasakan ketegangan yang ada di antara mereka, dan Antony pun tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Mika. Setiap tawa, setiap sentuhan ringan saat mereka saling berinteraksi, membuat suasana di gym menjadi semakin romantis dan intim.
Saat mereka berada di ruang ganti untuk mengganti pakaian, tiba-tiba sebuah ide terlintas di benak Mika. "Sayang, ayo kita ambil foto di depan cermin," ujarnya dengan semangat, mengajak Antony untuk berpose bersamanya.
Antony mengangguk setuju, senyumnya semakin lebar saat Mika meraih ponselnya. Mereka berdiri di depan cermin besar, dan Mika berdiri di samping Antony, mengaitkan tangannya di sekitar pinggangnya. Dengan sudut yang pas, Mika mengambil selfie yang memperlihatkan momen intim mereka. Di dalam foto itu, hanya punggung Antony yang terlihat jelas dengan tubuhnya yang atletis dan berotot, sementara Mika tersenyum ceria, wajahnya berkilau penuh kebahagiaan.
"Bagus sekali!" seru Mika setelah melihat hasilnya. "Kita terlihat sempurna!"
Antony tertawa, merasa bangga dengan foto itu. "Aku rasa kita harus lebih sering melakukannya. Momen seperti ini harus diabadikan," katanya, menyentuh bahu Mika dengan lembut.
Mika menyeringai, senyumnya menawan. "Tentu, kita bisa membuat album foto bersama.
Antony tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji Mika. “Kamu tahu, kamu benar-benar luar biasa. Tidak hanya cantik, tapi juga pintar dan penuh semangat. Aku sangat terpesona padamu.”
***
Saat dalam perjalanan pulang di mobil Antony, Mika merasa sangat bahagia. Dengan senyum lebar di wajahnya, ia mengambil ponselnya dan mulai mengunggah story di Instagram. Mika memilih foto selfie yang mereka ambil tadi di gym, di mana ia terlihat ceria memeluk tubuh atletis Antony. Namun, dengan sedikit kreativitas, Mika menutupi wajah Antony dengan emotikon lucu, hanya menampilkan dirinya yang tersenyum bahagia.
“Siap untuk workout dan selfie!” tulis Mika dalam captionnya, diikuti dengan beberapa emotikon bugar dan cinta. Ia merasa puas dengan unggahannya, karena bisa berbagi momen bahagia mereka dengan followersnya, meskipun identitas Antony tetap tersembunyi.
Antony yang melihat Mika mengunggah foto itu hanya bisa tersenyum. “Kamu selalu tahu bagaimana cara bersenang-senang, ya?” ucapnya sambil melirik Mika. “Mungkin lain kali kita bisa berfoto tanpa emotikon itu.”
"Ah aku akan sangat senang jika aku bisa melakukanya, tapi kita harus menyembunyikan dari Dara bukan?" ujar Mika menyelidik menatap mata Antony
Antony yang mendengar pertanyaan Mika hanya tersenyum tipis sambil sedikit mengangkat bahu, “Ah iya, aku sampai lupa soal Dara saat bersamamu. Rasanya berbeda, kamu punya cara membuatku melupakan hal-hal lain.”
Mika tertawa pelan, namun ada sedikit nada menyelidik di balik senyumannya. “Hmm, benarkah? Jadi, aku ini pelarian, ya?” candanya, meski dalam hatinya ia ingin tahu sejauh mana Antony sebenarnya berkomitmen padanya.
Antony menatap Mika dengan tatapan yang lebih lembut dari biasanya. “Tidak seperti itu. Kamu lebih dari itu,” katanya dengan nada serius. “Denganmu, aku merasa hidup.
***
Di rumah Antony, Oma Ambar, wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Antony melangkah masuk ke rumah putranya dengan langkah-langkah kecil namun mantap. “Dara? Tony?” panggilnya, berharap mendengar balasan. Namun, tak ada sahutan sama sekali. Rumah tampak sepi dan hening, membuat Oma Ambar mengerutkan keningnya dengan cemas.
“Kemana ini orang-orang?” gumamnya sambil terus memanggil, namun tak ada respon.
Tiba-tiba, telinganya menangkap suara tangisan pelan dari arah kamar Alea. Dengan perasaan tidak enak, Oma Ambar berjalan ke arah suara tersebut dan membuka pintu kamar. Di sana, dia mendapati cucunya, Alea, menangis tersedu-sedu di atas tempat tidurnya, wajah mungilnya basah oleh air mata.
“Alea sayang, kamu kenapa, nak?” tanya Oma Ambar lembut sambil mendekati cucunya dan memeluknya dengan erat.
“Oma!” Alea memeluk neneknya dengan kuat, seolah menemukan pelukan yang selama ini ia rindukan.
“Orang tua kamu kemana, sayang?” tanya Oma Ambar dengan nada penuh keprihatinan.
Alea, sambil terisak, menceritakan kejadian semalam ketika orang tuanya bertengkar hebat. “Mamah sama Ayah bertengkari, Oma. Mamah pergi entah kemana tadi malam, dan Ayah sudah pergi pagi-pagi tadi dan sampai sekarang belum pulang.” Suaranya terdengar kecil, mencerminkan kesedihan seorang anak yang ditinggalkan dalam keadaan bingung.
Mendengar itu, Oma Ambar merasa dadanya berdesir dan amarahnya pun mulai menyala. Ia sangat kecewa pada Antony dan Dara yang tega meninggalkan Alea sendirian tanpa perhatian. "Anak sekecil ini tidak seharusnya dibiarkan sendirian," pikirnya dengan kesal.
Dengan penuh kasih, Oma Ambar mengusap air mata di pipi Alea. “Jangan sedih, ya, sayang. Sekarang Oma ada di sini. Oma akan menemani kamu.”
Alea mengangguk pelan, dan wajahnya mulai tampak lebih tenang dalam dekapan neneknya. Merasa ada yang perlu diluruskan, Oma Ambar mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Antony. Namun, setelah beberapa kali dicoba, tak ada jawaban. Hal ini semakin membuat kemarahannya bertambah.
“Baiklah, Alea, sekarang kamu mau makan apa? Oma akan buatkan untukmu,” ucap Oma Ambar berusaha mengalihkan perhatian Alea dari kesedihannya.
“Mau, Oma. Aku lapar,” jawab Alea dengan senyum kecil yang mulai muncul di wajahnya.
Oma Ambar menggandeng tangan Alea menuju dapur, dan di sana dia melihat pembantu rumah tangga, Dewi, yang tampak sibuk menatap layar ponselnya. Oma Ambar mengernyitkan dahi, merasa kesal melihat Dewi tidak menjaga Alea dengan baik.
"Astaga, malah main HP," gerutu Oma Ambar, nadanya penuh ketidakpuasan.
Dewi terkejut mendengar suara keras Oma dan buru-buru menyimpan ponselnya. "Maaf, Oma," ujarnya dengan gugup.
"Dewi, kemana ibu dan bapak Alea?" tanya Oma Ambar dengan nada tegas, mencoba menahan amarahnya.
"Anu, Oma… ibu tidak bilang mau pergi kemana. Kalau bapak, tadi pagi katanya pergi olahraga," jawab Dewi, suaranya gemetar.
"Olahraga apanya sampai sore begini belum juga pulang," gerutu Oma Ambar, tak mampu lagi menyembunyikan amarah dan rasa kecewanya.
Oma Ambar menarik napas panjang, mencoba meredakan emosinya. Namun, pikirannya penuh dengan kekhawatiran tentang sikap tak bertanggung jawab anak dan menantunya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana mereka bisa begitu abai terhadap putri mereka sendiri.
"Dewi, tolong, mulai sekarang, kalau ada apa-apa dengan Alea, kamu segera beri tahu saya. Jangan sampai dia ditinggal sendirian lagi seperti ini," perintah Oma Ambar sambil menatap Dewi dengan tatapan tegas.
"Iya, Oma… saya mengerti," Dewi menjawab sambil mengangguk cepat.
"Ya sudah, kamu siapkan makanan untuk Alea" perintah Oma
Sementara itu, Oma Ambar membawa Alea kembali ke ruang tamu dan mendudukkannya di sofa, memastikan cucunya merasa nyaman. Ia memeluk Alea erat-erat, berusaha memberikan kehangatan dan rasa aman.
mampir juga dikaryaku ya kak jika berkenan/Smile//Pray/