Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Yuke
Luna mengayun-ayun kakinya, Ia menunggu kedua anak majikannya.
Luna merogoh saku bajunya, Ia menghembuskan nafas dengan kasar ketika mengetahui tak ada uang sepeserpun di dalam saku bajunya.
"Hah. Lupa bawa uang, mana laper lagi." Luna menekan perutnya yang keroncongan.
Luna memperhatikan setiap sisi dari bangunan sekolah Ica dan Brian, terlihat sangat rapih, bersih dan tertib.
"Bayar sekolahnya pasti mahal," ucap Luna.
Luna melirik ke arah lain, Ia pun melihat beberapa orang baby sitter yang sepertinya juga tengah menunggu anak majikannya. Mereka tengah menyantap makanan yang di bawa, sedangkan Luna hanya dapat menelan salivanya dengan berat.
"Huh. Mana jam pulang masih lama kayaknya, duh!" Keluh Luna sembari menundukkan kepalanya.
Saat wajahnya tengah menatap ke arah bawah, tiba-tiba saja Ia melihat seseorang yang menaruh makanan juga minuman di sisinya. Sontak hal itu membuat Luna langsung mengangkat kepalanya, dan melihat sosok yang tengah berdiri di belakangnya.
"Hah. Pak Khafi," ucap Luna sembari langsung berdiri dari tempatnya.
"Makanan sama minuman! Nuka bilang Kamu belum makan apa-apa." Khafi menuturkan dengan nada datar.
Luna mengangguk, Ia merasa tersanjung dengan apa yang di lakukan oleh majikannya.
"Terima kasih, Pak. Maaf merepotkan," ucap Luna.
"Hemm. Saya pergi dulu," ucap Khafi yang langsung berbalik.
Luna menganggukkan kepalanya lagi, "iya. Hati-hati, Pak."
Luna menatap punggung Khafi yang tak bergerak, Luna pun mempertanyakan mengapa bosnya itu masih berdiri di tempatnya.
"Katanya mau pergi, Pak. Kok masih di situ?" Tanya Luna.
Khafi kembali berbalik, lalu Ia merogoh dompet di saku celananya. Terlihat Khafi mengambil beberapa kembar uang di dalam dompetnya.
"Pegang!" Seru Khafi, Ia meraih tangan Luna dan menaruh uang itu di telapak tangan Luna.
Luna terkejut, dan mempertanyakan apa maksud dari Khafi memberikan uang padanya.
"I-ini uang apa, Pak? Jangan-jangan uang pesangon, Saya di pecat, Pak?" Tanya Luna yang malah panik melihat beberapa lembar uang yang Khafi berikan padanya secara tiba-tiba.
Khafi menghela nafasnya, "buat jajan! Belum apa-apa udah overthinking!" Seru Khafi sembari melengos pergi meninggalkan Luna.
Luna terdiam, Ia masih terheran dengan prilaku majikannya.
"Buat jajan? Dia pikir Aku anak kecil?" Gerutu Luna.
"Ah sudahlah, gak apa-apa. Yang penting Aku peganh uang sekarang, ada makanan sama minuman juga. Ternyata Dia punya sisi baik juga," gumam Luna yanh juga langsung menyantap makanan yang di bawakan oleh majikannya.
Di rumah, Lina dengan bahagia mengajak putri bungsunya bermain. Tentunya dengan di awasi oleh Ibunya. Lina belum pulih sepenuhnya, Ia bahkan masih sering mengeluh sakit.
Selama ini, Lina sudah menjalani beberapa kali tindakan kemoterapi. Ia berharap, kanker serviks yang di deritanya dapat di sembuhkan.
Namun di balik harapannya itu, Lina juga sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Saat tengah mengajak putrinya bermain, Yuke datang bertamu seperti biasanya.
"Selamat pagi semuanya," ucap Yuke.
Lina tersenyum menyambut kedatangan sahabatnya itu, berbeda dengan Ibu Lina yang seperti tak suka dengan kedatangan Yuke.
"Hay, Rena. Lagi apa?" Tanya Yuke.
Rena hanya menatap, tanpa menyahut pertanyaan Yuke.
"Anak kecil aja tahu mana yang tulus mana yang modus," gumam Ibu Lina.
Lina menatap ke arah ibunya, Ia meminta sang ibu agar tak berucap hal yanh tidak baik pada Yuke.
"Hay, Ke. Gak kerja?" Tanya Lina.
"Emm, nanti deh sejam lagi. Kok Kamu yang ajak main, si Baby sitter itu mana?" Tanya Yuke dengan sinis.
"Luna. Namanya Luna!" Sela Ibu Lina.
"Hemm, iya, Tante. Luna nya kemana?" Tanya Yuke lagi.
"Luna lagi nganterin Ica sama Brian sekolah, gak tahu kenapa tiba-tiba aja Mereka mau di temenin sekolahnya sama Luna. Emang ya Luna tuh tipikal orang yang kayaknya gampang deketin anak-anak," ujar Lina.
Yuke merasa tak suka, Ia tak suka jika Luna lebih dekat dengan anak-anak Khafi.
"Kok Kamu biarin sih anak-anak di anterin sama Dia?" Tanya Yuke.
"Emang kenapa kalau Luna yang anterin?" Tanya Ibu Lina.
"Ya gimana ya, Tante. Aku khawatir aja sih kalau Ica sama Brian pergi sama orang asing, takut di apa-apain!" Seru Yuke.
"Ke. Luna gak bakal kayak gitu, Dia kan orang baik. Udah, jangan terlalu mikir yang aneh-aneh." Lina mencoba untuk membuat Yuke berpikir baik tentang Luna.
"Hemm. Eh, Kamu udah minum obat, Lin?" Tanya Yuke.
"Oh iya, Kamu belum minum obat. Ya udah Mamah ambilin dulu ya," ujar Ibu Lina.
"Eh, Tante gak usah. Maksud Aku, biar Aku yang ambil obatnya Lina." Yuke berinisiatif, selama ini juga sering sekali Yuke berinisiatif untuk memberikan obat pada Lina.
"Obatnya di kamar, kan? Aku ambilin ya," ucap Yuke pada Lina.
"Iya. Makasih, ya Ke." Lina selalu bersikap baik pada sahabatnya itu.
Ketika Yuke tak ada, Ibu Lina seperti biasa mengajak putrinya itu untuk tak terlalu percaya sepenuhnya pada Yuke.
"Lin. Mamah kok makin kesini makin gak suka sama Dia," ucap Ibu Lina.
"Mamah. Udah deh, jangan berpikir buruk sama Yuke. Yuke itu sahabat Aku Mah," ujar Lina.
"Iya Mamah tahu, dulu juga Mamah kan baik sama Dia. Tapi setelah kejadian waktu itu, Mamah jadi gak suka sama Dia. Apalagi sikap Dia makin kesini makin agresif sama suami Kamu!" Seru Ibu Lina.
Ya, waktu itu ketika Luna tengah drop. Ia sempat merasa bahwa saat itu hidupnya akan berakhir, saat itu juga Lina sempat mengungkapkan keinginannya pada ibu, juga kedua mertuanya. Lina sempat berpesan bahwa jika suatu hari Lina meninggal, Lina mau Khafi mencari penggantinya. Jika Khafi tak menentukan sendiri pilihannya, Lina meminta kepada Yuke untuk menjaga suaminya.
Hal itulah yang membuat Yuke berusaha untuk mendekati Khafi, Ia tak mau jika Khafi menikahi wanita lain selain dirinya.
"Mah. Selama ini yang Aku perhatikan, sikap Yuke ke Mas Khafi masih wajar, kok. Mamah gak usah berlebihan!" pinta Lina.
"Berlebihan gimana, Selina. Mamah juga punya feeling yang kuat, Mamah tahu mana yang tulus." Ibu Lina masih bersikukuh dengan penilaiannya terhadap Yuke.
Semetara itu, Yuke tengah berada di dalam kamar Lina dan Khafi. Ia tengah menyiapkan obat untuk Lina, namun nyatanya Yuke memang tak setulus yang di harapkan oleh Lina.
"Hemm, siap. Selamat minum pil kosong, Lina." Yuke tersenyum licik.
Ya, selama ini Yuke tak memberikan obat dengan benar kepada Lina. Ia membuka semua pil yang akan di berikan pada Lina, dan memberikan Lina pil kosong.
"Sampai kapanpun, Kamu gak akan pernah sembuh."