Kedatangannya di kota lain dengan niat ingin memberi kejutan pada suaminya yang berulang tahun, namun justru dialah yang mendapat kejutan.
Semuanya berubah setelah ia melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, suami yang sangat di cintainya menggendong anak kecil dan dan merangkul seorang wanita di sampingnya.
"Siapa wanita itu Mas!" Bentak Anastasya.
"Dia juga istriku." Jawab Damian.
Deg!
Anastasya tersentak kaget, tubuhnya lunglai tak bertenaga hampir saja jatuh di lantai.
"Istri?" Anastasya mengernyitkan keningnya tak percaya.
Hatinya hancur seketika tak bersisa, rasanya sakit dan perih bagai di sayat pisau tajam. Suami yang selama ini dia cintai ternyata memiliki istri di kota lain.
Bagaimana nasib rumah tangganya yang akan datang? Apakah ia mampu mempertahankannya ataukah ia harus melepaskan semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herazhafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sindiran
Anastasya dan Damian memasuki halaman rumah. Saat di ruang tamu ia sudah di sambut dengan pemandangan yang tidak ingin dia lihat.
Kanaya dan Weni sedang duduk bersantai bersama teman-teman arisannya. Anastasya hanya melirik sejenak kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar di ikuti Damian.
Setelah membersihkan diri dan pakaian Anastasya keluar dari kamar, ia berjalan menuju dapur dan mengambil minum.
"Mbok, nggak usah masak terlalu banyak untuk nanti malam. Aku dan Mas Damian akan makan di luar." Ujar Anastasya pada Mbok Siti yang sedang mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.
"Baik Nyonya." Sahut mbok Siti.
"Jadi sekarang Damian sudah menikah lagi?" Tanya Mirna teman arisan Weni.
"Ia dong Jeng, untuk apa mempertahankan menantu yang tidak bisa memberikan keluarga kita keturunan? Kita itu butuh generasi penerus. Seharusnya Jeng Mirna juga menyuruh Ardi untuk menikah lagi, biar cepet punya anak. Liat Damian sekarang sudah punya anak kan?" Sindir Weni sengaja membesarkan suaranya agar Anastasya mendengarnya.
Anastasya duduk lemah di kursi. Ucapan Weni benar-benar membuat hatinya kembali terluka, dia memang tidak bisa memberi keturunan pada keluarga Damian, tapi itu bukan salahnya Karena kata dokter tidak ada masalah dengannya. Air matanya mengalir begitu saja di depan mbok Siti.
"Jangan sedih Nyonya. Mbok nggak bisa melihat nyonya menangis." Mbok Siti mendekati Anastasya.
Saat ini ia Anastasya membutuhkan pelukan, ia merindukan ibunya yang telah pergi, dulu sebelum menikah, setiap dia bersedih Ibunya selalu memeluk dan memberinya solusi. Anastasya segera berhambur memeluk Mbok Siti. Mbok Siti sudah dia anggap sebagai orang tuanya.
Dia memang sangat dekat dengan Mbok Siti karena saat kepergian ibunya, hanya mbok Siti yang bisa menghiburnya dan memberikan nasihat untuk menghadapi setiap masalahnya. Sangat berbeda dengan Weni yang seharusnya menggantikan ibunya, malah selalu menghina dan menganggapnya menantu yang tidak berguna karena tidak bisa hamil.
"Aku sudah tidak sanggup berpura-pura kuat Mbok. Aku sudah lelah menghadapi semuanya." Lirih Anastasya dalam pelukan mbok Siti.
"Jangan bicara seperti itu Nyonya, Nyonya harus kuat dan sabar, hadapi masalah dengan kepal dingin, maka semuanya akan berakhir dengan indah." Nasih mata mbok Siti.
"Seandainya bisa berakhir dengan indah Mbok, tapi sepertinya perjuanganku akan berakhir dengan penderitaan." Lirih Anastasya.
"Tidak Nyonya, Nyonya orang yang sangat baik, Nyonya pasti akan bahagia, mungkin bukan sekarang tapi nanti." Ujar Mbok Siti.
"Makasih Mbok, aku sayang Mbok." Ujar Anastasya.
Anastasya melepaskan pelukannya, ia mengingat cctv dan perekam suara digital yang ada di dalam tasnya.
Anastasya kembali ke kamarnya kemudian mengambilnya saat Damian masih berada di kamar mandi. Ia segera masuk ke dalam kamar Kanaya dan Weni lalu memasang alat itu di tempat yang tersembunyi. Setelah selesai ia segera keluar.
'Masih ada dua, aku akan memasangnya nanti malam saat mereka tidur.' Batin Anastasya.
Anastasya Kembali masuk ke dalam kamarnya kemudian bersiap-siap untuk Dinner bersama Damian.
Damian keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di tubuhnya. Anastasya yang duduk di depan cermin meja rias, meliriknya sejenak kemudian mengalihkan pandangannya. Entah mengapa hatinya sangat sakit saat melihat tubuh Damian tidak memakai baju. Bayangan Damian melakukan hubungan suami istri bersama Kanaya terngiang di kepalanya.
Damian berjalan mendekatinya, dia malah menutup mata dan segera beranjak mengambil ponselnya di atas nakas.
"Pakaian mu di tempat tidur mas." Ujar Anastasya berusaha menenangkan hatinya.
Damian menyadari tingkah aneh Anastasya, dia tau saat ini Anastasya sedang menghindar darinya. Mungkin karena Anastasya belum bisa menerima semua ini makanya sikapnya seperti itu. Setelah memakai pakaian dan mengambil kunci mobil mereka keluar kamar bersama.
Kanaya dan Weni serta Radit sedang duduk di kursi meja makan menunggu kedatangan mereka. Meskipun Mbok Siti sudah mengatakan jika Damian dan Anastasya tidak makan malam di rumah, mereka tetap menunggunya.
"Mau kemana kalian?" Tanya Weni.
"Makan diluar Mah." Singkat Damian kemudian menggenggam tangan Anastasya.
"Kenapa nggak ajak Kanaya?" Tanya Weni.
"Ini acara kantor Mah, nggak mungkin Mas Damian membawanya. Kecuali jika dia tidak tau malu. Ayo Mas!" Sela Anastasya. Sudah tidak ada lagi rasa hormat yang ia perlihatkan pada Weni setelah mengetahui Weni lah yang memaksa Damian menikah. Sebagai seorang ibu seharusnya dia yang memberi nasihat jika Damian berbuat salah, bukan malah menjerumuskan anaknya melakukan kesalahan.
"Tenang aja, aku nggak akan ikut, tapi bolehkan Mas temenin kami besok ke Mall? Radit pengen main di sana Mas. Lagian besok mas nggak kerja kan?" Balas Kanaya.
"Boleh Pa?" Radit memelas.
Damian berpikir sambil menatap wajah Anastasya yang sudah memerah menahan amarah.
"Sudahlah, kamu harus membagi waktumu dengan Kanaya juga Damian. jika malam ini kamu keluar dengan Tasya, besok kamu keluar dengan Radit dan Kanaya." Ujar Weni.
"Aku menunggu di mobil Mas! selesaikan urusan Mas dengan mereka." Anastasya menghentakkan kakinya keluar. Ia sudah jengah mendengar Weni dan Kanaya membujuk Damian.
Setelah beberapa menit Damian masuk kedalam mobil. Anastasya hanya diam saja melihat luar jendela. Awalnya dia berpikir ini tidak akan serumit ini, asalkan Damian bersamanya dia tidak perduli dengan yang lain. Namun nyatanya tidak seperti pemikirannya.
Mau tidak mau Damian harus membagi waktu. Ada hati Radit yang harus ia jaga. Dia tidak mau Radit tumbuh tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Damian melirik sekilas Anastasya, selalu ada rasa bersalah jika ingin bicara dengannya. Jika dulu semua kata-kata gampang di ucapkan, sekarang harus berpikir seribu kali untuk mengeluarkannya.
"Sya.. besok aku.." Ujar Damian ragu-ragu.
"Mas nggak usah khawatir, besok aku akan pergi ke makam ibu dan mampir ke rumah." Anastasya memotong perkataan Damian. Dia sudah menebak ini adalah jawaban dari permintaan Kanaya.
Keheningan kembali terjadi di dalam mobil hingga Damian memarkirkan mobil di basement salah satu restoran.
Mereka masuk kemudian memesan makanan. Setelah makan tertata dia tas meja mereka menikmatinya tanpa obrolan. Hati Anastasya belum membaik saat ini. Ia meluapkan kekesalannya dengan segera menghabiskan makanannya.
"Aku sudah selesai. Kita boleh pulang sekarang kan? aku capek ingin istirahat." Ujar Anastasya sambil mengusap tissue di mulutnya.
"Maafkan aku Sya.. ini bukan kemauan ku." Ujar Damian menggenggam tangan Anastasya.
"Sudahlah Mas, Aku tidak ingin membahasnya, sebaiknya kita pulang." Tegas Anastasya.
Mereka beranjak pulang setelah membayar makanan di kasir. Saat sampai di rumah semuanya sudah masuk kamar termasuk Mbok Siti.
Damian lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri sedangkan Anastasya keluar meletakkan cctv di ruang tamu dan pekan suara di bawah salah satu kursi. Setelah selesai ia membuka kulkas lalu mengambil air minum.
Anastasya membawa segelas air minum menuju kamarnya.
"Kamu dari mana? Tanya Damian.
"Nih, ambil air minum." Anastasya memperlihatkan air minum di tangannya lalu meletakkan diatas nakas.
Anastasya mengambil pakaiannya kemudian berjalan menuju kamar mandi. Setelah selesai ia berbaring di tempat tidur membelakangi Damian.
Dengan perlahan Damian menarik tubuh Anastasya kemudian memeluknya dari belakang.
Anastasya berusaha melepaskan pelukan Damian, namun Damian semakin mengeratkan pelukannya.
"Sya... aku menginginkan mu." Bisik Damian dengan napas memburu, ia menenggelamkan wajahnya di tengkuk leher Anastasya.
.
.
.
Bersambung....
Sahabat Author yang baik ❤️
Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏
tendang aja burungnya biar ga BS terbang sekalian . gedeegggggg bgt.
ga mgkn hamil juga lah. kayaknya si Damian mandul. tp ditipu SM Mak Lampir.
gunakan hp, minta tolong Austin kek, atau minta tolong Tirta kek. gedeghhggg